BPK diminta audit BUMN PT KBN
A
A
A
Sindonews.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta agar mengaudit Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
Pasalnya, sebanyak puluhan perusahaan yang menempati lahan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda, Jakarta Utara, itu mulai resah, setelah PT KBN mengeluarkan peraturan yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP No 40) tahun 1996.
Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, ada potensi penyelewengan uang negara pada perusahaan pelat merah tersebut berupa penetapan tarif hak guna bangunan (HGB) yang tinggi.
Akan tetapi, kata Uchok, jumlah uang yang masuk ke kas negara tidak jelas. Dia menambahkan, BPK hanya mengaudit terakhir sampai tahun 2005.
"Selama ini PT. KBN menentukan tarif Hak Guna Bangunan dengan sewenang-wenang, sehingga merugikan para investor yang membangun bangsa ini," ujar Uchok di Galery Cafe, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2013)
Lebih lanjut dia menjelaskan, penentuan tarif yang tinggi tersebut tidak sebanding dengan pemasukan ke negara. Sebagai contoh, tarif HGB Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta Pusat. PT KBN mengeluarkan peraturan yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP No 40) tahun 1996.
Sementara itu, Kuasa Hukum Forum Komunikasi Investor (FKI) KBN Marunda Teguh Samudera mengatakan, tidak ada dasar hukum atau perundang-undangan yang mengatur tentang biaya perpanjangan penggunaan tanah industri HGB apabila memperpanjang SHGB.
"PT KBN menentukan tarif untuk "surat rekomendasi" diluar ketentuan yang berlaku contoh ada yang sebesar Rp. 540.000 m2 X 2000 65000 Meter persegi sama dengan Rp.35 miair lebih. Itu yang di berikan semua Perusahaan yang ada di kawasan KBN," ujar Teguh dalam kesempatan yang sama.
Teguh juga mengatakan, bahwa tidak ada dasar hukum atau perundang-undangan yang mengatur tentang biaya perpanjangan penggunaan tanah industri HGB apabila memperpanjang SHGB.
"PT KBN persero menentukan tarif untuk "surat rekomendasi" diluar ketentuan yang berlaku sebesar Rp. 540.000 m2 X 2000 Meter sama dengan Satu Miliyar Delapan puluh juta lebih. Itu yang di berikan semua Perusahaan yang ada di kawasan KBN," tuturnya.
Menurutnya, PP 40 tahun 1996 pasal 21, berisi tanah yang dapat diberikan HGB adalah tanah negara, tanah HPL, dan tanah hak milik.
Begitu juga dengan UU RI No. 20 Tahun 2000 tentang “Perubahan atas undang – undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah. Pasal 2 Ayat 1 Hak atas tanah adalah Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, Hak Milik atas satuan rumah susun, Hak Pengelolaan (HPL)
Sedangkan Hak Pengelolaan, lanjut Teguh, pertama kali diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1965 jo. Peraturan Menteri Agraria No. 1 tahun 1966.
Selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri dalam negeri No. 5 tahun 1974 jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1/1977. HPL pada hakikatnya bukan hak atas tanah melainkan merupakan “gempilan” Hak Menguasai Negara.
Menurutnya, peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1998, tentang
"Pedoman Penetapan Uang Pemasukan Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara" Pasal 5: Besarnya uang pemasukan untuk pemberian Hak Guna Bangunan ditetapkan dengan rumus, untuk jangka waktu 30 tahun , lebih dari 2000 m2.
Terlebih SK Gubernur Provinsi DKI No. 122 tahun 2001, tentang Tata cara pemberian rekomendasi atas permohonan sesuatu hak diatas bidang tanah Hak Pengelolaan, tanah desa dan tanah Eks Kota praja milik atau dikuasai pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Sedangkan pasal 7, menyangkut perhitungan besarnya uang pemasukan untuk perpanjangan HGB atau Hak Pakai diatas bidang tanah HPL adalah 5 persen X luas tanah X NJOP. Jadi, setelah di lihat dari dasar hukum dan SK gubernur, PT KBN persero menentukan tarif untuk "surat Rekomendasi" diluar ketentuan yang berlaku, dengan kata lain, mengeluarkan peraturan secara sepihak
"Tergugat satu melawan hukum dan mengabaikan rasa keadilan, tidak manusiawi dan tidak berdasarkan hukum. Bahkan mengabaikan perjanjian akta No. 573 dan akta No. 575 tanggal 26 Juni 1990 yang menentukan besar biaya perpanjangan tanah industri," ungkapnya.
Bahkan para penggugat yang terdiri 50 perusahaan itu, kata Teguh, sangat kaget dan terkejut serta merasa terpukul. Pasalnya, tergugat satu tidak mengerti dan tega menentukan secara sepihak besarnya biaya perpanjangan dengan jumlah yang fantastik dan tidak masuk diakal.
Karena PT KBN persero menentukan tarif untuk "surat rekomendasi" diluar ketentuan yang berlaku sebesar Rp. 540.000 m2 - Rp. 660.000 m2. Hal itu yang memberikan semua Perusahaan yang ada di kawasan KBN kecewa dan melakukan tuntutan.
Pasalnya, sebanyak puluhan perusahaan yang menempati lahan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda, Jakarta Utara, itu mulai resah, setelah PT KBN mengeluarkan peraturan yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP No 40) tahun 1996.
Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, ada potensi penyelewengan uang negara pada perusahaan pelat merah tersebut berupa penetapan tarif hak guna bangunan (HGB) yang tinggi.
Akan tetapi, kata Uchok, jumlah uang yang masuk ke kas negara tidak jelas. Dia menambahkan, BPK hanya mengaudit terakhir sampai tahun 2005.
"Selama ini PT. KBN menentukan tarif Hak Guna Bangunan dengan sewenang-wenang, sehingga merugikan para investor yang membangun bangsa ini," ujar Uchok di Galery Cafe, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2013)
Lebih lanjut dia menjelaskan, penentuan tarif yang tinggi tersebut tidak sebanding dengan pemasukan ke negara. Sebagai contoh, tarif HGB Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta Pusat. PT KBN mengeluarkan peraturan yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP No 40) tahun 1996.
Sementara itu, Kuasa Hukum Forum Komunikasi Investor (FKI) KBN Marunda Teguh Samudera mengatakan, tidak ada dasar hukum atau perundang-undangan yang mengatur tentang biaya perpanjangan penggunaan tanah industri HGB apabila memperpanjang SHGB.
"PT KBN menentukan tarif untuk "surat rekomendasi" diluar ketentuan yang berlaku contoh ada yang sebesar Rp. 540.000 m2 X 2000 65000 Meter persegi sama dengan Rp.35 miair lebih. Itu yang di berikan semua Perusahaan yang ada di kawasan KBN," ujar Teguh dalam kesempatan yang sama.
Teguh juga mengatakan, bahwa tidak ada dasar hukum atau perundang-undangan yang mengatur tentang biaya perpanjangan penggunaan tanah industri HGB apabila memperpanjang SHGB.
"PT KBN persero menentukan tarif untuk "surat rekomendasi" diluar ketentuan yang berlaku sebesar Rp. 540.000 m2 X 2000 Meter sama dengan Satu Miliyar Delapan puluh juta lebih. Itu yang di berikan semua Perusahaan yang ada di kawasan KBN," tuturnya.
Menurutnya, PP 40 tahun 1996 pasal 21, berisi tanah yang dapat diberikan HGB adalah tanah negara, tanah HPL, dan tanah hak milik.
Begitu juga dengan UU RI No. 20 Tahun 2000 tentang “Perubahan atas undang – undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah. Pasal 2 Ayat 1 Hak atas tanah adalah Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, Hak Milik atas satuan rumah susun, Hak Pengelolaan (HPL)
Sedangkan Hak Pengelolaan, lanjut Teguh, pertama kali diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1965 jo. Peraturan Menteri Agraria No. 1 tahun 1966.
Selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri dalam negeri No. 5 tahun 1974 jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1/1977. HPL pada hakikatnya bukan hak atas tanah melainkan merupakan “gempilan” Hak Menguasai Negara.
Menurutnya, peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1998, tentang
"Pedoman Penetapan Uang Pemasukan Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara" Pasal 5: Besarnya uang pemasukan untuk pemberian Hak Guna Bangunan ditetapkan dengan rumus, untuk jangka waktu 30 tahun , lebih dari 2000 m2.
Terlebih SK Gubernur Provinsi DKI No. 122 tahun 2001, tentang Tata cara pemberian rekomendasi atas permohonan sesuatu hak diatas bidang tanah Hak Pengelolaan, tanah desa dan tanah Eks Kota praja milik atau dikuasai pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Sedangkan pasal 7, menyangkut perhitungan besarnya uang pemasukan untuk perpanjangan HGB atau Hak Pakai diatas bidang tanah HPL adalah 5 persen X luas tanah X NJOP. Jadi, setelah di lihat dari dasar hukum dan SK gubernur, PT KBN persero menentukan tarif untuk "surat Rekomendasi" diluar ketentuan yang berlaku, dengan kata lain, mengeluarkan peraturan secara sepihak
"Tergugat satu melawan hukum dan mengabaikan rasa keadilan, tidak manusiawi dan tidak berdasarkan hukum. Bahkan mengabaikan perjanjian akta No. 573 dan akta No. 575 tanggal 26 Juni 1990 yang menentukan besar biaya perpanjangan tanah industri," ungkapnya.
Bahkan para penggugat yang terdiri 50 perusahaan itu, kata Teguh, sangat kaget dan terkejut serta merasa terpukul. Pasalnya, tergugat satu tidak mengerti dan tega menentukan secara sepihak besarnya biaya perpanjangan dengan jumlah yang fantastik dan tidak masuk diakal.
Karena PT KBN persero menentukan tarif untuk "surat rekomendasi" diluar ketentuan yang berlaku sebesar Rp. 540.000 m2 - Rp. 660.000 m2. Hal itu yang memberikan semua Perusahaan yang ada di kawasan KBN kecewa dan melakukan tuntutan.
(mhd)