Neraca perdagangan catat defisit lagi
A
A
A
Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) kembali defisit. Pada April lalu tercatat nilai ekspor sekitar USD14,7miliar, nilai impornya mencapai USD16,31 miliar, sehingga menghadirkan angka defisit USD1,62 miliar.
Angka defisit bulan April itu telah menggelembungkan angka NPI dalam empat bulan (Januari hingga April) awal tahun ini menjadi USD1,85 miliar. Ini sebuah peringatan keras bagi pemerintah untuk menjaga NPI agar tidak anjlok lebih dalam lagi. Penurunan tajam nilai ekspor sepanjang April tersebut dipicu oleh masih memburuknya harga beberapa komoditas ekspor nonmigas Indonesia di pasar internasional.
Berdasarkan data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor April 2013 mengalami penurunan sekitar 9,11% dibanding periode yang sama tahun lalu, menjadi USD14,7 miliar. Penurunan nilai ekspor April dibanding Maret pada tahun yang sama tercatat sekitar 2,18%. Rinciannya, nilai ekspor minyak dan gas (migas) turun sebesar 18,37% dari USD2,93 miliar menjadi USD2,39 miliar, nilai ekspor nonmigas tercatat naik tipis sekitar 1,74% dari USD12,10 miliar menjadi USD12,31 miliar.
Adapun total nilai ekspor sepanjang Januari hingga April tahun ini sebesar USD60,11 miliar atau anjlok 7,07% pada periode yang sama tahun lalu. Ekspor terbesar meliputi bahan bakar mineral sebesar USD8,69 miliar, lemak dan minyak hewan nabati sekitar USD6,26 miliar. Dilihat dari sudut pangsa ekspor, ternyata China menduduki urutan teratas senilai USD6,84 miliar, disusul Jepang dan Amerika Serikat masing-masing senilai USD5,4 miliar dan USD 4,96 miliar.
Pangsa pasar ekspor ke negara ASEAN menyumbangkan sebesar USD10,53 miliar dan Uni Eropa senilai USD5,48 miliar. Bagaimana dengan angka-angka impor? Kalau mencermati data yang dipaparkan BPS, nilai impor April 2013 mengalami penurunan sekitar 3,68 % dibandingkan periode yang sama April 2012 menjadi USD16,31 miliar. Masalahnya, bila dibandingkan Maret pada tahun yang sama nilainya melonjak 9,59%.
Tercatat impor migas naik sekitar 9,5% dari sebesar USD3,6 miliar menjadi senilai USD3,9 miliar, sedangkan impor nonmigas melonjak sekitar 15,75% dari USD10,98 miliar menjadi USD12,71 miliar. Total impor dalam periode Januari hingga April mencapai USD61,96 miliar. Impor terbesar meliputi mesin dan peralatan mekanik sebesar USD8,88 miliar dan mesin dan peralatan listrik senilai USD6,14 miliar.
China dan Jepang kembali memegang peranan besar dalam perdagangan Indonesia. Nilai impor dari Negeri Panda itu mencapai sebesar USD9,07 miliar, ditempel Jepang senilai USD6,52 miliar dan Thailand sekitar USD3,77 miliar. Total impor ketiga negara tersebut mendominasi pangsa pasar sekitar 41,32%. Kemudian impor dari negara ASEAN dan Uni Eropa masing-masing senilai USD10,36 miliar (22,11%) dan USD4,73 miliar (10,11%).
Yang membuat surprise pemerintah, perdagangan dengan Singapura mengalami surplus pada April lalu. Yang menjadi momok ke depan, defisit NPI yang terus bertumbuh berimplikasi terhadap defisit neraca anggaran.
Jalan pintas menutup defisit neraca anggaran ialah dengan menambah utang. Tahun ini, pemerintah bakal menambah utang baru sebesar Rp390 triliun untuk menambal APBN, bersumber dari penerbitan obligasi sebesar Rp341,7 triliun dan Rp49 triliun dari utang luar negeri.
Sekadar catatan, hingga akhir Mei lalu total utang pemerintah sebesar Rp2.023,7 triliun. Namun pemerintah mengklaim Indonesia termasuk lima besar negara tersehat membayar utang.
Angka defisit bulan April itu telah menggelembungkan angka NPI dalam empat bulan (Januari hingga April) awal tahun ini menjadi USD1,85 miliar. Ini sebuah peringatan keras bagi pemerintah untuk menjaga NPI agar tidak anjlok lebih dalam lagi. Penurunan tajam nilai ekspor sepanjang April tersebut dipicu oleh masih memburuknya harga beberapa komoditas ekspor nonmigas Indonesia di pasar internasional.
Berdasarkan data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor April 2013 mengalami penurunan sekitar 9,11% dibanding periode yang sama tahun lalu, menjadi USD14,7 miliar. Penurunan nilai ekspor April dibanding Maret pada tahun yang sama tercatat sekitar 2,18%. Rinciannya, nilai ekspor minyak dan gas (migas) turun sebesar 18,37% dari USD2,93 miliar menjadi USD2,39 miliar, nilai ekspor nonmigas tercatat naik tipis sekitar 1,74% dari USD12,10 miliar menjadi USD12,31 miliar.
Adapun total nilai ekspor sepanjang Januari hingga April tahun ini sebesar USD60,11 miliar atau anjlok 7,07% pada periode yang sama tahun lalu. Ekspor terbesar meliputi bahan bakar mineral sebesar USD8,69 miliar, lemak dan minyak hewan nabati sekitar USD6,26 miliar. Dilihat dari sudut pangsa ekspor, ternyata China menduduki urutan teratas senilai USD6,84 miliar, disusul Jepang dan Amerika Serikat masing-masing senilai USD5,4 miliar dan USD 4,96 miliar.
Pangsa pasar ekspor ke negara ASEAN menyumbangkan sebesar USD10,53 miliar dan Uni Eropa senilai USD5,48 miliar. Bagaimana dengan angka-angka impor? Kalau mencermati data yang dipaparkan BPS, nilai impor April 2013 mengalami penurunan sekitar 3,68 % dibandingkan periode yang sama April 2012 menjadi USD16,31 miliar. Masalahnya, bila dibandingkan Maret pada tahun yang sama nilainya melonjak 9,59%.
Tercatat impor migas naik sekitar 9,5% dari sebesar USD3,6 miliar menjadi senilai USD3,9 miliar, sedangkan impor nonmigas melonjak sekitar 15,75% dari USD10,98 miliar menjadi USD12,71 miliar. Total impor dalam periode Januari hingga April mencapai USD61,96 miliar. Impor terbesar meliputi mesin dan peralatan mekanik sebesar USD8,88 miliar dan mesin dan peralatan listrik senilai USD6,14 miliar.
China dan Jepang kembali memegang peranan besar dalam perdagangan Indonesia. Nilai impor dari Negeri Panda itu mencapai sebesar USD9,07 miliar, ditempel Jepang senilai USD6,52 miliar dan Thailand sekitar USD3,77 miliar. Total impor ketiga negara tersebut mendominasi pangsa pasar sekitar 41,32%. Kemudian impor dari negara ASEAN dan Uni Eropa masing-masing senilai USD10,36 miliar (22,11%) dan USD4,73 miliar (10,11%).
Yang membuat surprise pemerintah, perdagangan dengan Singapura mengalami surplus pada April lalu. Yang menjadi momok ke depan, defisit NPI yang terus bertumbuh berimplikasi terhadap defisit neraca anggaran.
Jalan pintas menutup defisit neraca anggaran ialah dengan menambah utang. Tahun ini, pemerintah bakal menambah utang baru sebesar Rp390 triliun untuk menambal APBN, bersumber dari penerbitan obligasi sebesar Rp341,7 triliun dan Rp49 triliun dari utang luar negeri.
Sekadar catatan, hingga akhir Mei lalu total utang pemerintah sebesar Rp2.023,7 triliun. Namun pemerintah mengklaim Indonesia termasuk lima besar negara tersehat membayar utang.
(hyk)