BW: Suap pakai kardus, koruptor kelas bawah
A
A
A
Sindonews.com - Para koruptor yang masih menggunakan modus menaru uang di dalam kardus atau di dalam plastik untuk menyuap seseorang dinilai masih kelas teri.
"Agak bodoh kalau ada orang nyuap dengan bawa uang dalam kardus, berpeti-peti, itu masih kelas bawah," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) dalam acara diskusi dan Peluncuran buku 'Membatasi Transaksi Tunai; Peluang dan Tantangan' di Hotel Akmani, Jalan Wahid Hasyim No 91, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2013).
Dia menuturkan, modus menggunaan transaksi tunai bukan hanya dilakukan dengan cara transaksi tunai dalam bentuk mata uang rupiah. Melainkan bisa digunakan dengan valas.
"Mari kita elaborasi, yang kemarin ketangkap tangan oleh KPK itu pakai apa? Dolar Singapura kan, 1 dolar Singapura kan tujuh ribu sekian, angka nominal tertinggi dolar Singapura berapa? 10.000 dolar. Kalau satu lembar 10.000 dolar sudah berapa? 70 juta. Jadi kalau mau nyogok orang dengan segepok saja tujuh miliar. Jadi dengan uang 10 ribuan segepok lebih gampang nyuapnya," paparnya.
Maka itu, lanjut dia, penggunaan dolar Singapura itu warga Indonesia. "Apakah di Singapura menggunakan transaksi tunai itu? Enggak. Jadi dia bikin itu nominal itu untuk apa? Kan kurang ajar ituh Singapura, dia bikin angka segede itu tapi semua transaksi di kehidupan mereka enggak pernah digunakan," ungkapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, jika penggunaan valas tersebut dibatasi di Indonesia, dapat mencegah modus penyuapan.
"Agak bodoh kalau ada orang nyuap dengan bawa uang dalam kardus, berpeti-peti, itu masih kelas bawah," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) dalam acara diskusi dan Peluncuran buku 'Membatasi Transaksi Tunai; Peluang dan Tantangan' di Hotel Akmani, Jalan Wahid Hasyim No 91, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2013).
Dia menuturkan, modus menggunaan transaksi tunai bukan hanya dilakukan dengan cara transaksi tunai dalam bentuk mata uang rupiah. Melainkan bisa digunakan dengan valas.
"Mari kita elaborasi, yang kemarin ketangkap tangan oleh KPK itu pakai apa? Dolar Singapura kan, 1 dolar Singapura kan tujuh ribu sekian, angka nominal tertinggi dolar Singapura berapa? 10.000 dolar. Kalau satu lembar 10.000 dolar sudah berapa? 70 juta. Jadi kalau mau nyogok orang dengan segepok saja tujuh miliar. Jadi dengan uang 10 ribuan segepok lebih gampang nyuapnya," paparnya.
Maka itu, lanjut dia, penggunaan dolar Singapura itu warga Indonesia. "Apakah di Singapura menggunakan transaksi tunai itu? Enggak. Jadi dia bikin itu nominal itu untuk apa? Kan kurang ajar ituh Singapura, dia bikin angka segede itu tapi semua transaksi di kehidupan mereka enggak pernah digunakan," ungkapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, jika penggunaan valas tersebut dibatasi di Indonesia, dapat mencegah modus penyuapan.
(mhd)