Peradilan cepat dibutuhkan untuk memperjelas kasus
A
A
A
Sindonews.com - Munculnya wacana sistem peradilan cepat, dinilai bisa mengefektifkan dan mempersingkat proses hukum yang tengah menimpa sejumlah kepala daerah. Baik itu dalam kasus dugaan korupsi, maupun kasus lainnya.
Hal ini dinilai solusi, agat proses hukum yang panjang, bisa segera diambil keputusan resmi dan sudah berkekuatan hukum tetap, terhadap kasus yang dihadapi kepala daerah.
"Peradilan cepat ini dikhususkan untuk presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota, sampai pada wakil-wakilnya. Karena memang jabatan-jabatan penting ini, dibutuhkan proses hukum yang cepat, untuk memastikan bersalah atau tidak bersalah dalam kasus yang tengah dihadapi para pemegang jabatan tersebut," Kata direktur eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri saat dihubungi Sindonews, Selasa (28/5/2013).
Lebih lanjut dia mengatakan, karena yang paling penting adalah proses pemerintahan di daerah bisa berjalan dan normal kembali. "Bagi kepala daerah terkena kasus, tentunya akan mengganggu roda pemerintahan di daerah, sedangkan masyarakat di daerah itu sangat bergantung pada kepala daerahnya," pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM), Denny Indrayana menyebut, ada 291 kepala daerah terlibat kasus korupsi sejak 2004 hingga Februari 2013. Selain itu ada 1.221 aparatur negara yang diduga juga ikut terlibat dalam berbagai kasus korupsi itu.
Dia mengatakan, perlu pembenahan dalam banyak hal terutama dari sisi regulasi agar kepala daerah dan aparatur negara tidak korupsi. "Selain penguatan regulasi, pendidikan politik juga sangat penting," kata Denny dalam diskusi politik di Bandung, Jawa Barat, Senin 27 Mei 2013.
Salah satu hal yang disorotinya adalah proses pemilu. Dari pemilu yang sudah dijalankan, banyak kepala daerah atau wakil rakyat yang pada akhirnya menjadi koruptor. "Sistem pemilu kita merupakan proses perpanjangan tangan dari pemilihan yang koruptif. Akhirnya yang terpilih bukan kepala daerah, pemimpin, atau anggota legislatif yang bisa mengemban amanah, tapi khianat dengan amanah dari rakyat itu," jelasnya.
Hal ini dinilai solusi, agat proses hukum yang panjang, bisa segera diambil keputusan resmi dan sudah berkekuatan hukum tetap, terhadap kasus yang dihadapi kepala daerah.
"Peradilan cepat ini dikhususkan untuk presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota, sampai pada wakil-wakilnya. Karena memang jabatan-jabatan penting ini, dibutuhkan proses hukum yang cepat, untuk memastikan bersalah atau tidak bersalah dalam kasus yang tengah dihadapi para pemegang jabatan tersebut," Kata direktur eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri saat dihubungi Sindonews, Selasa (28/5/2013).
Lebih lanjut dia mengatakan, karena yang paling penting adalah proses pemerintahan di daerah bisa berjalan dan normal kembali. "Bagi kepala daerah terkena kasus, tentunya akan mengganggu roda pemerintahan di daerah, sedangkan masyarakat di daerah itu sangat bergantung pada kepala daerahnya," pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM), Denny Indrayana menyebut, ada 291 kepala daerah terlibat kasus korupsi sejak 2004 hingga Februari 2013. Selain itu ada 1.221 aparatur negara yang diduga juga ikut terlibat dalam berbagai kasus korupsi itu.
Dia mengatakan, perlu pembenahan dalam banyak hal terutama dari sisi regulasi agar kepala daerah dan aparatur negara tidak korupsi. "Selain penguatan regulasi, pendidikan politik juga sangat penting," kata Denny dalam diskusi politik di Bandung, Jawa Barat, Senin 27 Mei 2013.
Salah satu hal yang disorotinya adalah proses pemilu. Dari pemilu yang sudah dijalankan, banyak kepala daerah atau wakil rakyat yang pada akhirnya menjadi koruptor. "Sistem pemilu kita merupakan proses perpanjangan tangan dari pemilihan yang koruptif. Akhirnya yang terpilih bukan kepala daerah, pemimpin, atau anggota legislatif yang bisa mengemban amanah, tapi khianat dengan amanah dari rakyat itu," jelasnya.
(maf)