Public trust
A
A
A
Hasil survei dua lembaga, yakni Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Indonesia Network Election Survey (INES), yang diumumkan kemarin menunjukkan hasil yang mirip perihal kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.
LSI menegaskan 46,7% responden tidak percaya hakim bertindak adil dalam penegakan hukum, sedangkan hasil INES lebih mencengangkan. Sebanyak 72,3% masyarakat tidak puas terhadap penegakan hukum yang dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Penegakan hukum dalam pemerintahan SBY lebih banyak diintervensi kepentingan pribadi maupun kelompok.
Kepercayaan publik tercoreng karena korupsi justru marak di lingkaran dekat SBY. Meski belum mewakili pendapat seluruh rakyat Indonesia, dua hasil survei ini tidak boleh dianggap hal sepele dan informatif saja, tetapi harus benar-benar direnungkan lebih dalam untuk menemukan apa sebenarnya pokok persoalan yang sedang dan akan kita hadapi. Kita membayangkan bagaimana dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh makin rendahnya kepercayaan publik pada pemerintahan.
Aksi main hakim sendiri akhir-akhir ini marak karena kepercayaan kepada lembaga peradilan dan aparat penegak hukum semakin pudar. Kata kunci di sini adalah kepercayaan. Mungkin pemerintah tidak akan ambil pusing terhadap pendapat publik tersebut. Toh masa jabatan SBY-Boediono akan berakhir tahun depan. Titik terendah kepercayaan publik dalam penegakan hukum ini akan menjadi pekerjaan berat pemerintahan terpilih berikutnya.
Di samping kasus-kasus besar yang masih menggantung (BLBI, Century, subsidi BBM), pemerintahan ke depan akan mewarisi banyak masalah yang ditinggalkan SBY-Boediono. Di antara banyak masalah itu, yang paling berat adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Pemulihan kepercayaan rakyat kepada pemimpin bukan hal sederhana.
Pergantian pemerintahan melalui pemilu yang jujur, adil, transparan, dan terbuka bisa menjadi energi pemulihan yang dahsyat. Namun, apa yang ditinggalkan pemerintahan sekarang tidak serta-merta lenyap meskipun masa SBY-Boediono sudah berakhir. Penegakan hukum adalah proses panjang yang memerlukan ketahanan, ketegasan, dan keberanian seorang pemimpin.
Jika hasil Pemilu 2014 tidak mencerminkan hal itu, jangan harap publik langsung percaya pada penegakan hukum. Mampukah pemerintahan SBY-Boediono memulihkan kepercayaan publik itu? Sulit. Tidak hanya kendala waktu tersisa yang amat singkat, rekam jejak SBY dalam ketegasan dan keberanian penegakan hukum pun tidak begitu baik. Prestasi pemerintahan SBY di bidang nonhukum seperti ekonomi yang nilainya lumayan mulai tertutupi oleh lemahnya penegakan hukum itu.
Demikian pula dalam hal keamanan dan kesejahteraan rakyat. Singkat kata, pemerintahan ini tidak memiliki instrumen yang memadai untuk mengembalikan kepercayaan publik yang hilang. Bagaimana mau mengangkat prestasi jika status Wapres Boediono sendiri dipertanyakan publik dalam kasus Century. Hingga detik ini pun tidak ada klarifikasi maupun penjelasan yang clear dari yang bersangkutan.
Demikian pula dari pihak Presiden SBY. Pemerintah SBY-Boediono menghadapi banyak ganjalan untuk memulihkan kepercayaan itu. Bahkan momentum singkat di akhir masa jabatan mereka pun tidak dimanfaatkan dengan baik. Karena sudah tidak akan maju lagi pada Pemilu 2014, pemerintah seharusnya all out bekerja untuk memberikan yang terbaik kepada rakyat. Tidak ada kata terlambat.
Meski sulit, paling tidak pemerintah harus menunjukkan usaha-usaha nyata untuk memulihkan kepercayaan itu. Soal hasilnya bagaimana, serahkan semua itu kepada rakyat untuk menilainya.
LSI menegaskan 46,7% responden tidak percaya hakim bertindak adil dalam penegakan hukum, sedangkan hasil INES lebih mencengangkan. Sebanyak 72,3% masyarakat tidak puas terhadap penegakan hukum yang dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Penegakan hukum dalam pemerintahan SBY lebih banyak diintervensi kepentingan pribadi maupun kelompok.
Kepercayaan publik tercoreng karena korupsi justru marak di lingkaran dekat SBY. Meski belum mewakili pendapat seluruh rakyat Indonesia, dua hasil survei ini tidak boleh dianggap hal sepele dan informatif saja, tetapi harus benar-benar direnungkan lebih dalam untuk menemukan apa sebenarnya pokok persoalan yang sedang dan akan kita hadapi. Kita membayangkan bagaimana dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh makin rendahnya kepercayaan publik pada pemerintahan.
Aksi main hakim sendiri akhir-akhir ini marak karena kepercayaan kepada lembaga peradilan dan aparat penegak hukum semakin pudar. Kata kunci di sini adalah kepercayaan. Mungkin pemerintah tidak akan ambil pusing terhadap pendapat publik tersebut. Toh masa jabatan SBY-Boediono akan berakhir tahun depan. Titik terendah kepercayaan publik dalam penegakan hukum ini akan menjadi pekerjaan berat pemerintahan terpilih berikutnya.
Di samping kasus-kasus besar yang masih menggantung (BLBI, Century, subsidi BBM), pemerintahan ke depan akan mewarisi banyak masalah yang ditinggalkan SBY-Boediono. Di antara banyak masalah itu, yang paling berat adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Pemulihan kepercayaan rakyat kepada pemimpin bukan hal sederhana.
Pergantian pemerintahan melalui pemilu yang jujur, adil, transparan, dan terbuka bisa menjadi energi pemulihan yang dahsyat. Namun, apa yang ditinggalkan pemerintahan sekarang tidak serta-merta lenyap meskipun masa SBY-Boediono sudah berakhir. Penegakan hukum adalah proses panjang yang memerlukan ketahanan, ketegasan, dan keberanian seorang pemimpin.
Jika hasil Pemilu 2014 tidak mencerminkan hal itu, jangan harap publik langsung percaya pada penegakan hukum. Mampukah pemerintahan SBY-Boediono memulihkan kepercayaan publik itu? Sulit. Tidak hanya kendala waktu tersisa yang amat singkat, rekam jejak SBY dalam ketegasan dan keberanian penegakan hukum pun tidak begitu baik. Prestasi pemerintahan SBY di bidang nonhukum seperti ekonomi yang nilainya lumayan mulai tertutupi oleh lemahnya penegakan hukum itu.
Demikian pula dalam hal keamanan dan kesejahteraan rakyat. Singkat kata, pemerintahan ini tidak memiliki instrumen yang memadai untuk mengembalikan kepercayaan publik yang hilang. Bagaimana mau mengangkat prestasi jika status Wapres Boediono sendiri dipertanyakan publik dalam kasus Century. Hingga detik ini pun tidak ada klarifikasi maupun penjelasan yang clear dari yang bersangkutan.
Demikian pula dari pihak Presiden SBY. Pemerintah SBY-Boediono menghadapi banyak ganjalan untuk memulihkan kepercayaan itu. Bahkan momentum singkat di akhir masa jabatan mereka pun tidak dimanfaatkan dengan baik. Karena sudah tidak akan maju lagi pada Pemilu 2014, pemerintah seharusnya all out bekerja untuk memberikan yang terbaik kepada rakyat. Tidak ada kata terlambat.
Meski sulit, paling tidak pemerintah harus menunjukkan usaha-usaha nyata untuk memulihkan kepercayaan itu. Soal hasilnya bagaimana, serahkan semua itu kepada rakyat untuk menilainya.
(mhd)