Data BPS dipertanyakan

Kamis, 14 Maret 2013 - 07:23 WIB
Data BPS dipertanyakan
Data BPS dipertanyakan
A A A
Tudingan soal data Badan Pusat Statistik (BPS) yang tidak akurat sudah membuat kebal telinga para pimpinan lembaga data tersebut. Selama ini ditengarai tuduhan data BPS tidak valid karena petugas tidak turun ke lapangan.

Meski demikian, BPS menganggap angin lalu saja, bahkan siap diadu dengan lembaga mana pun yang juga melakukan pendataan dan survei. Munculnya tuduhan data tidak akurat tersebut oleh BPS dinilai sebagai salah satu upaya untuk mendiskreditkan lembaga negara tersebut. Benarkah? Suara miring terhadap kevalidan data BPS tersebut tidak bisa dianggap sepele.

Data BPS sudah seringkali dipertanyakan oleh kalangan dunia usaha hingga penyelenggara negara sendiri. Hal itu bukan rahasia lagi, dalam berbagai kesempatan Menteri Pertanian Suswono seringkali membeberkan soal ketidakakuratan data BPS dalam bidang pertanian. Akibatnya cukup fatal karena beberapa kebijakan pemerintah berkaitan dengan pangan menjadi tidak tepat sasaran.

Karena sesuai dengan kaidah good governance, pembuatan kebijakan harus berdasarkan pada data yang menggambarkan kondisi riil. Namun jika asumsi yang digunakan melenceng sudah barang tentu kebijakan yang dihasilkan akan meleset. Menyikapi tudingan tersebut, BPS balik menantang pihak yang menyoalkan keakuratan data yang dijadikan dasar bagi pemerintah untuk merumuskan berbagai kebijakan.

BPS mengklaim memiliki data paling akurat, bahkan siap diadu dengan data yang dihasilkan oleh lembaga data lainnya. Yang menjadi persoalan, sebagaimana diakui BPS bahwa paparan data yang disajikan selama ini masih sulit dibaca masyarakat. Pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sekarang adalah bagaimana menyederhanakan bahasa hasil data yang dikaji sehingga lebih mudah dibaca dan dicerna masyarakat secara umum.

Peran BPS dalam menentukan arah kebijakan pembangunan di negeri ini begitu besar. Dari data BPS itulah, pemerintah menentukan berbagai kebijakan menuju Indonesia lebih baik. Bicara soal keakuratan data BPS setidaknya terdapat tiga komponen besar yang memengaruhinya.

Pertama, kejujuran petugas pada pengambilan data kepada responden. Data yang dihasilkan bisa saja menjadi bias apabila petugas tidak turun lapangan alias mengarang. Soal kejujuran petugas ini justru yang banyak disoroti pihak luar. Kedua, jawaban responden terhadap pertanyaan petugas. Seringkali responden menjawab seadanya pertanyaan yang diajukan petugas.

Ketiga, pengolahan data yang tidak benar. Untuk masalah kejujuran petugas dan pengolahan data menjadi tanggung jawab penuh bagi BPS agar senantiasa membenahi sumber daya manusia yang ada. Menyangkut jawaban responden yang ngawur ini merupakan problem klasik dalam setiap pengumpulan data, BPS harus membuat metode yang bisa meminimalisasi responden yang memberi jawaban asal-asalan.

Untuk meredam berbagai tudingan miring soal kevalidan data hasil olahan BPS, tidak perlulah memberi tanggapan atau respons berlebihan, tetapi dibuktikan pada setiap survei dan sensus yang digelar setiap saat. Momentum untuk “membersihkan” diri bisa dilakukan melalui Sensus Pertanian 2013 yang akan digelar pada Mei mendatang.

Sensus yang berbiaya Rp1,59 triliun dan melibatkan 250.000 orang tersebut untuk pendataan lengkap seluruh rumah tangga terkait aspek pertanian dan rumah tangga yang bergerak dalam bidang subsektor pertanian. Selain itu, BPS juga mendata secara rinci pendapatan petani per tahun. Memang, sukses dan tidaknya sensus pertanian tersebut bukanlah sepenuhnya berada di tangan BPS.

Faktor penentu lainnya adalah jawaban jujur para responden sehingga kelengkapan dan akurasi data bisa dipertanggungjawabkan. Kita berharap sensus pertanian dapat menghasilkan data yang valid sehingga pemerintah bisa merumuskan kebijakan yang benar karena didukung data yang akurat.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9311 seconds (0.1#10.140)