Kredit perbankan turun tipis
A
A
A
Pertumbuhan kredit perbankan yang menipis tahun lalu tidak terlepas dari kondisi perekonomian global yang belum pulih.
Berdasarkan publikasi terbaru Bank Indonesia (BI),angka pertumbuhan kredit perbankan turun sekitar 1,4% dari sebesar 24,5% pada 2011 menjadi sekitar 23,1% pada tahun lalu.Sebelumnya, BI sudah memprediksi pertumbuhan kredit tahun 2012 tak akan melampaui tahun 2011 dengan melihat tren ekspor yang terus menurun sehingga target pertumbuhan kredit direvisi sekitar 21% hingga 22%.
Selain dipengaruhi kondisi perekonomian global, pertumbuhan kredit perbankan yang melambat juga tidak terlepas dari kebijakan bank sentral yang mematok minimal uang muka sebesar 30% untuk kredit properti dan kendaraan bermotor atau kredit konsumsi. Kontribusi kredit sektor konsumsi yang selama ini menjadi lahan empuk pemberian kredit hanya bertumbuh 20%. Sementara itu,sumbangan kredit sektor modal kerja melaju 23% dan kredit sektor investasi yang stabil pada level 27,4%.
Bagaimana dengan target pertumbuhan kredit perbankan untuk tahun ini? Tampaknya BI berhati-hati mematok target pertumbuhan kredit kali ini.Pada awal tahun,Gubernur BI Darmin Nasution mematok kredit perbankan hanya tumbuh sekitar 23,1% yang disertai kenaikan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 18,3% sebagaimana ditetapkan dalam rencana bisnis bank (RBB). Meski pertumbuhan kredit menipis, laba bersih perbankan tetap bertumbuh.
Tengok saja, berdasarkan statistik perbankan Indonesia yang dikeluarkan bank sentral, tercatat pertumbuhan laba bersih perbankan hingga November 2012 melejit sekitar 18% dibandingkan periode yang sama November 2011 atau dari sebesar Rp69,446 triliun menjadi sebesar Rp84,862 triliun. Kenaikan laba bersih tersebut disokong pendapatan bunga bersih yang mencapai Rp188 triliun.Adapun DPK yang terhimpun juga mengalami lonjakan dari sebesar Rp2.644,74 triliun menjadi sebesar Rp3.130,51 triliun.
Total aset perbankan nasional mencapai sekitar Rp3.628 triliun per November 2012. Untuk tahun ini, kalangan bankir memprediksi ekspansi perbankan nasional akan mengalami sedikit perlambatan.Hal itu tidak terlepas dari ketidakpastian penyelesaian krisis ekonomi di kawasan Eropa yang berdampak pada sektor keuangan global. Adapun faktor penghambat dari dalam negeri disebabkan ketidakseimbangan pada sektor perdagangan di mana kinerja impor terus melaju yang tidak diiringi pertumbuhan ekspor bahkan dengan tren terus melemah.
Di balik kinerja perbankan yang kinclong dari tahun ke tahun itu, peran perbankan dalam pertumbuhan ekonomi belum maksimal dilihat dari rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) masih terlalu rendah. Sebagaimana diakui Gubernur BI, rasio kredit perbankan terhadap PDB baru berada pada level 31,7% dibandingkan dengan Vietnam yang sudah bertengger di level 111,6%,Malaysia 115,9%,dan Thailand lebih tinggi lagi yang mencapai 131,9%.
“Rendahnya rasio kredit membuat peran perbankan bagi pertumbuhan ekonomi tidak maksimal,”ungkap Darmin Nasution. Rendahnya tingkat rasio kredit tersebut salah satunya dipicu besarnya suku bunga kredit yang dikenakan dengan alasan dampak dari tingginya biaya dana atau cost of funds. BI sudah berkali-kali mengingatkan kalangan bankir untuk menekan cost of funds dengan meningkatkan efisiensi yang lebih serius.
Namun faktanya rasio biaya operasi dibandingkan pendapatan operasi (BOPO) masih tetap tinggi.Data BI menunjukkan BOPO perbankan nasional selama enam tahun belakangan ini tercatat rata-rata pada level 87,7%. Pada September 2012 rasio BOPO sedikit menurun pada kisaran 74,26%.●
Berdasarkan publikasi terbaru Bank Indonesia (BI),angka pertumbuhan kredit perbankan turun sekitar 1,4% dari sebesar 24,5% pada 2011 menjadi sekitar 23,1% pada tahun lalu.Sebelumnya, BI sudah memprediksi pertumbuhan kredit tahun 2012 tak akan melampaui tahun 2011 dengan melihat tren ekspor yang terus menurun sehingga target pertumbuhan kredit direvisi sekitar 21% hingga 22%.
Selain dipengaruhi kondisi perekonomian global, pertumbuhan kredit perbankan yang melambat juga tidak terlepas dari kebijakan bank sentral yang mematok minimal uang muka sebesar 30% untuk kredit properti dan kendaraan bermotor atau kredit konsumsi. Kontribusi kredit sektor konsumsi yang selama ini menjadi lahan empuk pemberian kredit hanya bertumbuh 20%. Sementara itu,sumbangan kredit sektor modal kerja melaju 23% dan kredit sektor investasi yang stabil pada level 27,4%.
Bagaimana dengan target pertumbuhan kredit perbankan untuk tahun ini? Tampaknya BI berhati-hati mematok target pertumbuhan kredit kali ini.Pada awal tahun,Gubernur BI Darmin Nasution mematok kredit perbankan hanya tumbuh sekitar 23,1% yang disertai kenaikan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 18,3% sebagaimana ditetapkan dalam rencana bisnis bank (RBB). Meski pertumbuhan kredit menipis, laba bersih perbankan tetap bertumbuh.
Tengok saja, berdasarkan statistik perbankan Indonesia yang dikeluarkan bank sentral, tercatat pertumbuhan laba bersih perbankan hingga November 2012 melejit sekitar 18% dibandingkan periode yang sama November 2011 atau dari sebesar Rp69,446 triliun menjadi sebesar Rp84,862 triliun. Kenaikan laba bersih tersebut disokong pendapatan bunga bersih yang mencapai Rp188 triliun.Adapun DPK yang terhimpun juga mengalami lonjakan dari sebesar Rp2.644,74 triliun menjadi sebesar Rp3.130,51 triliun.
Total aset perbankan nasional mencapai sekitar Rp3.628 triliun per November 2012. Untuk tahun ini, kalangan bankir memprediksi ekspansi perbankan nasional akan mengalami sedikit perlambatan.Hal itu tidak terlepas dari ketidakpastian penyelesaian krisis ekonomi di kawasan Eropa yang berdampak pada sektor keuangan global. Adapun faktor penghambat dari dalam negeri disebabkan ketidakseimbangan pada sektor perdagangan di mana kinerja impor terus melaju yang tidak diiringi pertumbuhan ekspor bahkan dengan tren terus melemah.
Di balik kinerja perbankan yang kinclong dari tahun ke tahun itu, peran perbankan dalam pertumbuhan ekonomi belum maksimal dilihat dari rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) masih terlalu rendah. Sebagaimana diakui Gubernur BI, rasio kredit perbankan terhadap PDB baru berada pada level 31,7% dibandingkan dengan Vietnam yang sudah bertengger di level 111,6%,Malaysia 115,9%,dan Thailand lebih tinggi lagi yang mencapai 131,9%.
“Rendahnya rasio kredit membuat peran perbankan bagi pertumbuhan ekonomi tidak maksimal,”ungkap Darmin Nasution. Rendahnya tingkat rasio kredit tersebut salah satunya dipicu besarnya suku bunga kredit yang dikenakan dengan alasan dampak dari tingginya biaya dana atau cost of funds. BI sudah berkali-kali mengingatkan kalangan bankir untuk menekan cost of funds dengan meningkatkan efisiensi yang lebih serius.
Namun faktanya rasio biaya operasi dibandingkan pendapatan operasi (BOPO) masih tetap tinggi.Data BI menunjukkan BOPO perbankan nasional selama enam tahun belakangan ini tercatat rata-rata pada level 87,7%. Pada September 2012 rasio BOPO sedikit menurun pada kisaran 74,26%.●
(stb)