China vs Taliban di Afghanistan
A
A
A
Pada Juni 2010, Brookings Institution, lembaga think tank tertua di Washington, Amerika Serikat (AS), merilis data potensi produksi deposit mineral di Afghanistan yang mencapai sekitar USD10 miliar per tahun (Michael E. O’Hanlon, 2010).
United States GeologicalSurvey (USGS) pada 2006 juga merilis data tentang Afghanistan utara yang memiliki cadangan 2,9 miliar barel minyak mentah, 440 miliar m3 gas alam,dan 562 juta bbl LNG (Klett,2006).
Amerika Serikat (AS) dan NATO absen dari tender dan konsesi penambangan sumber alam Afghanistan dan menyerahkannya ke kekuatan kawasan yaitu China dan India. Karena International Security Assistance Force (ISAF) di bawah pimpinan AS bertahap mundur dari Afghanistan hingga akhir 2014, raksasa baru di Asia, China, bakal menggantikan AS dan NATO.
Perkembangan ini membuka peta baru konflik di Afghanistan yakni China vs Taliban. Sejarah konflik China dan Taliban dapat ditarik sejak 1993. Pada Februari 1993 China menarik diplomatnya dariKabul, Afghanistan.
China menentang rezim Taliban di Afghanistan yang mendukung pemberontak Uyghur, gerakan Islam di Turkestan Timur dan East Turkestan Liberation Organization. Taliban memberi suaka kepada aktivis gerakan Islam Turkestan Timur dan kelompok teroris di Asia Tengah dan China.
Karena itu, Cgina mendukung AS dan NATO menggulingkan rezim Taliban pada 2001. Setelah Taliban jatuh, hubungan China dan Taliban membaik. Presiden Afghanistan Hamid Karzai bertemu Presiden China Jiang Zemin dan arsitek ekonomi China, Zhu Rongji, di Beijing awal Januari 2002.
Hasilnya, China memasok ke Afghanistan bantuan material senilai 30 juta yuan dan tunai sebesar USD1 juta. Awal Februari 2002, dengan janji bantuan rekonstruksi Afghanistan senilai USD150 juta, China membuka lagi kedutaan besarnya di Afghanistan. China juga membantu Afghanistan melalui Agreement on Economic and Technical Cooperation sebesar USD30 juta pada Mei 2002.
Stamina Taliban
Selama ini China berhati-hati untuk melakukan konflik terbuka dengan Taliban yang pernah melatih dan memasok senjata untuk pejuang East Turkestan sejak 1996 yang hendak memisahkan diri dari China.
Sejak 2002 China mendukung pemerintahan Presiden Hamid Karzai. Namun, China tidak ikut serta membangun rezim, infrastruktur militer, dan rekonstruksi ekonomi Afghanistan yang disponsori ISAF. Strategi “low-profile-policy” China itu tampaknya sulit dipertahankan pasca-2014.
Selama perang Al Qaida dan Taliban vs ISAF pada 2001-2012, pasukan AS banyak menangkap pejuang asal Provinsi Xinjiang, China. Ada 22 warga Uyghur yang pernah ditahan di penjara militer AS, Guantanamo.
Maka itu, konflik antara Taliban vs China bakal berlangsung lama, indikasinya adalah Taliban mampu melawan ISAF selama 10 tahun (Zhao Huasheng, 2012). Apalagi China secara terbuka mendukung pemerintahan Karzai, musuh utama Taliban yang menentang segala bentuk intervensi asing ke Afghanistan termasuk kontrol atas sumber-sumber alam dan pemerintahan.
Maka itu, fase baru konflik di Afghanistan ialah rezim Karzai yang dibentuk oleh ISAF dan didukung China vs Taliban. AS mendorong China meningkatkan investasi dan bantuan ke Afghanistan. AS juga mendukung partisipasi China melalui agenda perdamaian trilateral China-Pakistan- Afghanistan.
Afghanistan bertukar info intelijen dengan China. AS-China membuat program mentor kaum muda untuk diplomat, pertanian, dan kesehatan Afghanistan. Target China-AS ialah merapuhkan basis dan jaringan Taliban yang bertahan dari ekonomi opium.
Produksi opium di Afghanistan naik sejak 2007 hingga melibatkan tiga juga orang dan memasok sekitar 93 persen opium dunia. Namun, budidaya opium merosot tajam tahun-tahun berikutnya.
Karena program pemerintah sejak 2010 membebaskan Afghanistan dari budi daya opium, hasilnya 24 dari 34 provinsi bebas opium (Declan Walsh, 2012).
Kepentingan China
Afghanistan memiliki cadangan besar litium, tembaga, emas,batu bara, bijih besi,dan mineral lainnya (Peters, 2007). Misalnya, kandungan tambang di Provinsi Helmand mengandung 1 juta metrik ton unsur sumber alam langka (Tucker, 2011).
Pemerintah Afghanistan memperkirakan ada sekitar 30 persen deposit mineral senilai USD900 miliar sampai USD3 triliun yang belum dieksplorasi.
Dalam sebuah memo bahkan Pentagon (AS) menyatakan, Afghanistan adalah “Saudi Arabia of lithium” (Page, 2010). Pada Desember 2011 Afghanistan menandatangani kontrak eksplorasi minyak dengan China National Petroleum Corporation (CNPC) guna membangun tiga ladang minyak sepanjang sungai Amu Darya di utara Afghanistan.
Sebelumnya pada 2007 kontrak sewa 30 tahun untuk tambang tembaga Aynak diberikan ke China Metallurgical Group senilai USD3 miliar.
Ini aliran investasi asing dan usaha bisnis swasta terbesar dalam sejarah Afghanistan (Michael Wines,2009). China hendak membuktikan sebagai raksasa Asia dan stabilisator kawasan setelah ISAF mundur dari Afghanistan.
Beijing-Kabul menandatangani kemitraan strategis pada akhir musim panas 2012. Pimpinan puncak keamanan China, untuk pertama kali selama 46 tahun terakhir, datang ke Kabul pada September 2012. China melatih sekitar 300 polisi Afghanistan dan siap mengatur perdamaian setelah ISAF keluar dari Afghanistan (Gray, 2013).
China juga membidik kekayaan litium di Afghanistan yang sangat potensial itu.Jenis mineral ini memiliki banyak fungsi, merentang dari sebagai bahan baterai hingga komponen senjata nuklir. China juga berminat untuk memasok investasi ke sektor pembangkit listrik air, pertanian, dan konstruksi.
Awal pasokan investasi China di sektor konstruksi ialah pembangunan jalan sejak 76 km di perbatasan kedua negara. Selain dari segi ekonomi, Afghanistan juga memiliki peran penting dalam konteks pertahanan dan keamanan.
China tidak ingin Taliban menang,tetapi juga tidak ingin ada penyebaran armada AS dan NATO secara besar-besaran di perbatasannya. Sebagai landlocked country, Afghanistan menjadi wilayah yang strategis dalam kawasan Asia Tengah.
Selama ribuan tahun Afghanistan adalah “focal-point” dan “crossroad” Silk Road dan migrasi di Asia Selatan-Tengah- Barat. Zona ini telah diincar oleh invasi kekuatan adidaya seperti Raja Darius I, Alexander yang Agung,Jenghis Khan, Uni Soviet 1979, serta terakhir AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sejak 2001 (Luke Griffin, 2002).
Kesemuanya menggunakan kekuatan senjata dan ternyata gagal menundukkan Afghanistan sepenuhnya. Agar tidak mengalami nasib serupa para pendahulunya di Afghanistan, sebaiknya China tidak bertumpu pada kekuatan senjata.
MARWAN JA’FAR
Ketua F-PKB DPR RI
United States GeologicalSurvey (USGS) pada 2006 juga merilis data tentang Afghanistan utara yang memiliki cadangan 2,9 miliar barel minyak mentah, 440 miliar m3 gas alam,dan 562 juta bbl LNG (Klett,2006).
Amerika Serikat (AS) dan NATO absen dari tender dan konsesi penambangan sumber alam Afghanistan dan menyerahkannya ke kekuatan kawasan yaitu China dan India. Karena International Security Assistance Force (ISAF) di bawah pimpinan AS bertahap mundur dari Afghanistan hingga akhir 2014, raksasa baru di Asia, China, bakal menggantikan AS dan NATO.
Perkembangan ini membuka peta baru konflik di Afghanistan yakni China vs Taliban. Sejarah konflik China dan Taliban dapat ditarik sejak 1993. Pada Februari 1993 China menarik diplomatnya dariKabul, Afghanistan.
China menentang rezim Taliban di Afghanistan yang mendukung pemberontak Uyghur, gerakan Islam di Turkestan Timur dan East Turkestan Liberation Organization. Taliban memberi suaka kepada aktivis gerakan Islam Turkestan Timur dan kelompok teroris di Asia Tengah dan China.
Karena itu, Cgina mendukung AS dan NATO menggulingkan rezim Taliban pada 2001. Setelah Taliban jatuh, hubungan China dan Taliban membaik. Presiden Afghanistan Hamid Karzai bertemu Presiden China Jiang Zemin dan arsitek ekonomi China, Zhu Rongji, di Beijing awal Januari 2002.
Hasilnya, China memasok ke Afghanistan bantuan material senilai 30 juta yuan dan tunai sebesar USD1 juta. Awal Februari 2002, dengan janji bantuan rekonstruksi Afghanistan senilai USD150 juta, China membuka lagi kedutaan besarnya di Afghanistan. China juga membantu Afghanistan melalui Agreement on Economic and Technical Cooperation sebesar USD30 juta pada Mei 2002.
Stamina Taliban
Selama ini China berhati-hati untuk melakukan konflik terbuka dengan Taliban yang pernah melatih dan memasok senjata untuk pejuang East Turkestan sejak 1996 yang hendak memisahkan diri dari China.
Sejak 2002 China mendukung pemerintahan Presiden Hamid Karzai. Namun, China tidak ikut serta membangun rezim, infrastruktur militer, dan rekonstruksi ekonomi Afghanistan yang disponsori ISAF. Strategi “low-profile-policy” China itu tampaknya sulit dipertahankan pasca-2014.
Selama perang Al Qaida dan Taliban vs ISAF pada 2001-2012, pasukan AS banyak menangkap pejuang asal Provinsi Xinjiang, China. Ada 22 warga Uyghur yang pernah ditahan di penjara militer AS, Guantanamo.
Maka itu, konflik antara Taliban vs China bakal berlangsung lama, indikasinya adalah Taliban mampu melawan ISAF selama 10 tahun (Zhao Huasheng, 2012). Apalagi China secara terbuka mendukung pemerintahan Karzai, musuh utama Taliban yang menentang segala bentuk intervensi asing ke Afghanistan termasuk kontrol atas sumber-sumber alam dan pemerintahan.
Maka itu, fase baru konflik di Afghanistan ialah rezim Karzai yang dibentuk oleh ISAF dan didukung China vs Taliban. AS mendorong China meningkatkan investasi dan bantuan ke Afghanistan. AS juga mendukung partisipasi China melalui agenda perdamaian trilateral China-Pakistan- Afghanistan.
Afghanistan bertukar info intelijen dengan China. AS-China membuat program mentor kaum muda untuk diplomat, pertanian, dan kesehatan Afghanistan. Target China-AS ialah merapuhkan basis dan jaringan Taliban yang bertahan dari ekonomi opium.
Produksi opium di Afghanistan naik sejak 2007 hingga melibatkan tiga juga orang dan memasok sekitar 93 persen opium dunia. Namun, budidaya opium merosot tajam tahun-tahun berikutnya.
Karena program pemerintah sejak 2010 membebaskan Afghanistan dari budi daya opium, hasilnya 24 dari 34 provinsi bebas opium (Declan Walsh, 2012).
Kepentingan China
Afghanistan memiliki cadangan besar litium, tembaga, emas,batu bara, bijih besi,dan mineral lainnya (Peters, 2007). Misalnya, kandungan tambang di Provinsi Helmand mengandung 1 juta metrik ton unsur sumber alam langka (Tucker, 2011).
Pemerintah Afghanistan memperkirakan ada sekitar 30 persen deposit mineral senilai USD900 miliar sampai USD3 triliun yang belum dieksplorasi.
Dalam sebuah memo bahkan Pentagon (AS) menyatakan, Afghanistan adalah “Saudi Arabia of lithium” (Page, 2010). Pada Desember 2011 Afghanistan menandatangani kontrak eksplorasi minyak dengan China National Petroleum Corporation (CNPC) guna membangun tiga ladang minyak sepanjang sungai Amu Darya di utara Afghanistan.
Sebelumnya pada 2007 kontrak sewa 30 tahun untuk tambang tembaga Aynak diberikan ke China Metallurgical Group senilai USD3 miliar.
Ini aliran investasi asing dan usaha bisnis swasta terbesar dalam sejarah Afghanistan (Michael Wines,2009). China hendak membuktikan sebagai raksasa Asia dan stabilisator kawasan setelah ISAF mundur dari Afghanistan.
Beijing-Kabul menandatangani kemitraan strategis pada akhir musim panas 2012. Pimpinan puncak keamanan China, untuk pertama kali selama 46 tahun terakhir, datang ke Kabul pada September 2012. China melatih sekitar 300 polisi Afghanistan dan siap mengatur perdamaian setelah ISAF keluar dari Afghanistan (Gray, 2013).
China juga membidik kekayaan litium di Afghanistan yang sangat potensial itu.Jenis mineral ini memiliki banyak fungsi, merentang dari sebagai bahan baterai hingga komponen senjata nuklir. China juga berminat untuk memasok investasi ke sektor pembangkit listrik air, pertanian, dan konstruksi.
Awal pasokan investasi China di sektor konstruksi ialah pembangunan jalan sejak 76 km di perbatasan kedua negara. Selain dari segi ekonomi, Afghanistan juga memiliki peran penting dalam konteks pertahanan dan keamanan.
China tidak ingin Taliban menang,tetapi juga tidak ingin ada penyebaran armada AS dan NATO secara besar-besaran di perbatasannya. Sebagai landlocked country, Afghanistan menjadi wilayah yang strategis dalam kawasan Asia Tengah.
Selama ribuan tahun Afghanistan adalah “focal-point” dan “crossroad” Silk Road dan migrasi di Asia Selatan-Tengah- Barat. Zona ini telah diincar oleh invasi kekuatan adidaya seperti Raja Darius I, Alexander yang Agung,Jenghis Khan, Uni Soviet 1979, serta terakhir AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sejak 2001 (Luke Griffin, 2002).
Kesemuanya menggunakan kekuatan senjata dan ternyata gagal menundukkan Afghanistan sepenuhnya. Agar tidak mengalami nasib serupa para pendahulunya di Afghanistan, sebaiknya China tidak bertumpu pada kekuatan senjata.
MARWAN JA’FAR
Ketua F-PKB DPR RI
(maf)