Vonis Hartati rendah, KPK pertanyakan integritas hakim
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan kemampuan intelektual dan pemahaman Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), menyusul ringannya hukuman terhadap Siti Hartati Murdaya.
Ketua KPK Abraham Samad menegaskan, banyak variabel yang akhirnya membuat tuntutan dari jaksa yang sebelumnya meminta lima tahun penjara terhadap Hartati, namun hanya diloloskan separuhnya oleh majelis hakim.
“Karena banyak variabelnya. Salah satu variabelnya integritas dan kemampuan intelektual hakim memahami hukum,“ kata Abraham saat dihubungi Sindonews, Senin (4/2/2013).
Namun, Abraham pun enggan menegaskan bahwa putusan tersebut menandakan ketidakmampuan majelis hakim dalam memahami makna hukum yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Bukan begitu, tapi penjelasannya panjang sekali,“ kilahnya.
Abraham pun menambahkan, pihaknya nantinya masih akan mendiskusikan lebih lanjut dengan hasil ini. Dia pun tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan banding atas putusan itu. “Nanti kita Rapimkan (Rapat Pimpinan) untuk mengambil keputusan, apakah kita mengajukan banding atau tidak,“ pungkasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, terdakwa penyuapan terkait pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan Kabupaten Buol itu dinyatakan terbukti bersalah memberikan suap kepada mantan Bupati Buol Amran Batalipu sebesar Rp3 miliar.
Hartati divonis untuk menjalani hukuman dua tahun delapan bulan penjara lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut hukuman lima tahun penjara
“Dengan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan,“ kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal dalam membacakan amar putusannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/2/2013).
Menurut majelis hakim, mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu terbukti bersalah dengan memberikan uang ke Amran untuk medapatkan surat rekomendasi untuk PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Padahal pengusaha PT Hardaya Inti Plantation (HIP) yang juga perusahaan Hartati sudah mempunyai HGU seluas 22 hektar.
Ketua KPK Abraham Samad menegaskan, banyak variabel yang akhirnya membuat tuntutan dari jaksa yang sebelumnya meminta lima tahun penjara terhadap Hartati, namun hanya diloloskan separuhnya oleh majelis hakim.
“Karena banyak variabelnya. Salah satu variabelnya integritas dan kemampuan intelektual hakim memahami hukum,“ kata Abraham saat dihubungi Sindonews, Senin (4/2/2013).
Namun, Abraham pun enggan menegaskan bahwa putusan tersebut menandakan ketidakmampuan majelis hakim dalam memahami makna hukum yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Bukan begitu, tapi penjelasannya panjang sekali,“ kilahnya.
Abraham pun menambahkan, pihaknya nantinya masih akan mendiskusikan lebih lanjut dengan hasil ini. Dia pun tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan banding atas putusan itu. “Nanti kita Rapimkan (Rapat Pimpinan) untuk mengambil keputusan, apakah kita mengajukan banding atau tidak,“ pungkasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, terdakwa penyuapan terkait pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan Kabupaten Buol itu dinyatakan terbukti bersalah memberikan suap kepada mantan Bupati Buol Amran Batalipu sebesar Rp3 miliar.
Hartati divonis untuk menjalani hukuman dua tahun delapan bulan penjara lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut hukuman lima tahun penjara
“Dengan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan,“ kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal dalam membacakan amar putusannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/2/2013).
Menurut majelis hakim, mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu terbukti bersalah dengan memberikan uang ke Amran untuk medapatkan surat rekomendasi untuk PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Padahal pengusaha PT Hardaya Inti Plantation (HIP) yang juga perusahaan Hartati sudah mempunyai HGU seluas 22 hektar.
(maf)