Mendongkrak aset perbankan syariah

Kamis, 31 Januari 2013 - 06:46 WIB
Mendongkrak aset perbankan syariah
Mendongkrak aset perbankan syariah
A A A
Berbagai skenario ditempuh Bank Indonesia (BI) untuk mendongkrak pertumbuhan aset perbankan syariah yang masih timpang dibandingkan dengan perkembangan aset perbankan konvensional.

Setidaknya terdapat tiga skenario yang sedang disiapkan bank sentral yakni skenario optimistis, moderat, dan pesimistis dalam mengawal pertumbuhan perbankan syariah pada tahun ini. Pihak BI optimistis tiga skenario untuk mendongkrak pertumbuhan perbankan syariah tersebut bisa membuahkan hasil yang signifikan.

Pertama, skenario optimistis merangsang pertumbuhan baik yang bersifat organik maupun nonorganik meliputi pembukaan bank syariah baru, spin off unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS). Selain itu, meningkatkan penempatan dana pemerintah di bank syariah di antaranya dana haji dan surat utang syariah (sukuk).

Kedua,skenario moderat melalui akselerasi perbankan syariah mulai dari ekspansi pembiayaan yang berkelanjutan dan peningkatan dana pihak ketiga (DPK) yang terus bertumbuh.

Ketiga, skenario pesimistis dalam pengertian bagaimana mengantisipasi bila terjadi hal yang tidak diinginkan misalnya ekspansi yang terganjal oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang disebabkan terbatasnya pembiayaan yang dihimpun dari masyarakat. Sedangkan faktor eksternal bersumber dari menurunnya kinerja perekonomian nasional.

Bila merujuk perkembangan, pertumbuhan aset perbankan syariah tahun lalu memang belum mencapai target yang dipatok. Namun, secara umum kinerja perbankan syariah tetap meyakinkan. Tahun lalu BI menargetkan pertumbuhan aset sebesar Rp200 triliun, tetapi realisasinya belum sesuai keinginan yang baru mencapai Rp199,7 triliun.

Berdasarkan kinerja tahun lalu, DPK yang berputar meliputi deposito sebesar Rp86,55 triliun (57,53%), disusul tabungan sebesar Rp46,19 triliun (30,70%), dan giro senilai Rp17,71 triliun (11,77%).Sedangkan penyaluran dana untuk porsi terbesar pada piutang Murabahah sebesar Rp90,86 triliun (60,15%),menyusul Musyarakah senilai Rp27,99 triliun (18,53%), lalu piutang Qardh sekitar Rp12,17 triliun (8,06%),pembiayaan Mudharabah sebesar Rp12,12 triliun (8,02%),dan Ijarah senilai Rp7,36 triliun (4,87%).

Tahun ini Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah BI Edy Setiadi mematok pertumbuhan aset perbankan syariah yang lebih besar yakni senilai Rp269 triliun atau terjadi kenaikan sekitar 56% dari realisasi pertumbuhan aset pada tahun lalu. “Harus optimistis,” kata Edy Setiadi yang menjadi pembicara pada seminar bertema “Pengelolaan Dana Umat dengan Prinsip Ekonomi Syariah”awal pekan ini di Jakarta.

Bicara soal potensi perbankan syariah di negeri ini tidak ada yang meragukan.Namun, fakta lapangan pencapaian perbankan syariah masih jauh dari potensi tersebut. Buktinya, tonggak kehadiran perbankan syariah ditandai dengan lahirnya Bank Muamalat sebagai bank syariah pada 20 tahun yang lalu,kemudian berkembang dengan bermunculannya unit-unit syariah bank konvensional hingga bertumbuh menjadi bank syariah,namun belum berotot untuk bersaing dengan bank konvensional.

Perkembangan kehadiran bank syariah di tengah masyarakat memang begitu menggembirakan, namun pertumbuhan aset masih tetap merayap. Saat ini aset perbankan syariah belum tembus 5% dari total aset bank konvensional. Hal ini menjadi keprihatinan tersendiri untuk pertumbuhan perbankan syariah di negeri yang berpenduduk mayoritas beragama Islam.

Ironisnya, perbankan syariah masih terus terbelenggu pada persoalan klasik di antaranya arah pembiayaan yang belum fokus pada sektor ekonomi produktif dan keterbatasan sumber daya manusia.Selain itu,sumber dana alternatif yang berasal dari umat juga belum tergarap misalnya zakat,infak,dan wakaf.●
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7878 seconds (0.1#10.140)