Abenomics dan ASEAN

Rabu, 23 Januari 2013 - 07:57 WIB
Abenomics dan ASEAN
Abenomics dan ASEAN
A A A
Akhirnya Perdana Menteri Shinzo Abe mengakhiri kunjungan kenegaraan pertamanya ke luar negeri di Jakarta, 18 Januari 2013, sejak terpilih menjadi PM Jepang untuk kedua kalinya pada Desember 2012.

Kunjungannya memang harus dipersingkat karena harus menyelesaikan masalah penyanderaan di Aljazair yang melibatkan warga Jepang di antara para korban. Setidaknya hal ini menandai perhatian penting pemerintahan Abe ke negaranegara ASEAN.

Langkah ini dipilih Abe bukan tanpa alasan. Lawatannya dapat dimaknai sebagai langkah awal merealisasikan program kerja Abe yang dikenal dengan “Abenomics”. Abe sadar bahwa program yang dia canangkan tidak bisa dilepaskan dari hubungan baik dengan mitra khususnya negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Abenomics


Dalam kesempatan kedua memimpin Jepang kali ini Abe meluncurkan serangkaian kebijakan Abenomics. Pertama, Pemerintah Jepang fokus pada pemulihan ekonomi dan melepaskan Jepang dari deflasi berkepanjangan.

Kedua, Jepang di bawah pemerintahan Abe berkomitmen memperkuat aliansi tradisionalnya dengan Amerika Serikat (AS) di satu sisi, meningkatkan hubungan dengan China di sisi yang lain.

Untuk menjalankan program yang pertama, Abe berusaha menyeimbangkan antara kebijakan moneter dan fiskalnya. Dari sisi fiskal, pengeluaran untuk proyekproyek infrastruktur penting dan masif direncanakan, seperti memperbaiki dan membangun kembali jalan-jalan dan fasilitas umum, termasuk di dalamnya membangun kembali infrastruktur yang rusak akibat gempa bumi dan bencana tsunami. Fasilitas-fasilitas umum yang akan dibangun kembali meliputi rumah sakit, sekolah, dan gedung-gedung pemerintahan dan lainnya.

Dari sisi moneter, tugas mengurangi deflasi sungguhlah berat. Bank Sentral Jepang ditargetkan mencapai target inflasi hingga 2 persen. Untuk mencapainya terlebih dulu harus meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada gilirannya memberikan stimulus agar mereka meningkatkan belanja. Dengan adanya proyek-proyek besar infrastruktur diharapkan akan tercipta ruang pengucuran kredit pembiayaan yang luas dan substansial.

Selain itu, upaya untuk memberikan perhatian khusus bagi para generasi muda dan menciptakan pasar bisnis dan industri baru harus diperkuat. Dalam konteks inilah implementasi program yang kedua dari Abenomics ini menjadi sangat krusial. Abe sadar betul bahwa hal itu hanya bisa dicapai dengan memperbaiki hubungan dengan AS,Asia pada umumnya, dan secara khusus dengan China.

Peran ASEAN


Sementara AS masih disibukkan dengan agenda domestik menyelesaikan masalah “jurang fiskal” (fiscal cliff) dan rencana pelantikan Barack Obama dalam termin kedua kepresidenannya, Abe memilih ASEAN sebagai awal landmark politik luar negeri Jepang yang baru di bawah kepemimpinannya. Lawatan ke tiga negara menandai hubungan persahabatan Jepang dan ASEAN yang telah terjalin secara substansial selama 40 tahun terakhir.

Layaknya sebuah hubungan yang melibatkan Jepang sebagai negara terkemuka di dunia dan mitranya di ASEAN, yang memiliki karakteristik masing-masing berbeda, bukan tanpa masalah. Namun, adanya tensi dalam hubungan antar negara merupakan hal yang wajar dan yang terpenting tidak mengubah kontribusi substansial yang diberikan Jepang ke masing-masing negara maupun ASEAN secara institusional.

Pilihan negara yang dikunjungi pun menandakan signifikansi negara-negara tersebut sebagai pilar penting ASEAN. Sebelum berkunjung ke Jakarta, Abe mengawali lawatan ke Vietnam dan Thailand pada 16 dan 17 Januari 2013, secara berurutan.

Agenda yang didiskusikan dengan kedua negara tersebut pun tidak lepas dari penguatan kerja sama keamanan dan ekonomi. Jepang telah menjadi investor terbesar bagi Vietnam sebesar 29 miliar USD dan sejumlah USD10,5 miliar di Thailand selama tahun 2012.

Untuk Indonesia, Jepang cukup konsisten dan stabil menempati posisi kedua dengan investasi sebesar USD1,5 miliar hingga kuartal ketiga 2012. Gambaran singkat ini menunjukkan bahwa penguatan kehadiran ekonomi Jepang di Asia, khususnya ASEAN, telah dan akan tetap besar dan dominan.

Tidak mungkin Jepang akan mundur dari ASEAN ketika basis produksi untuk industri manufakturnya bertumpu di Thailand, Indonesia, dan kini merambah ke Vietnam. ASEAN telah menjadi bagian tak terpisahkan dari jejaring produksi regional manufaktur Jepang (regional production networks), terutama bagi perusahaan multinasional besar seperti Toyota, Suzuki, Daihatsu, Matsushita, dll.

Belum lagi di sektor lain seperti pertambangan, energi,gas dan eksplorasi kandungan material bumi yang langka (rare earth materials) yang saat ini mulai menjadi primadona di kawasan ini dan menjadi perebutan dunia.

Dengan 600 juta penduduk dan total potensi ekonomi mencapai USD2 triliun, ASEAN tetap saja menjadi daya pikat bagi negara mana pun dan perusahaan multinasional apa pun sebagai tempat investasi sekaligus basis produksi.

Sejarah membuktikan bahwa ASEAN telah menjadi kawasan penting yang tak terpisahkan bagi Jepang secara ekonomi, politik, dan sosial selama ini. Abe menyadari itu sehingga program menjalin hubungan baik dengan ASEAN dan negara Asia Timur yang lain seperti China dan Korea Selatan menjadi kunci penting demi keberhasilan Abenomics. Di sisi lain, ASEAN sadar bahwa kini saatnya untuk memainkan peran yang lebih asertif di antara “rivalitas” Jepang dan China.

Abe telah membuka jalan.Dia pun cerdik tidak ingin membicarakan konflik terbuka dengan China dalam kunjungan ke tiga negara ASEAN kali ini. Dapatkah ASEAN menangkap sinyal ini? Kuncinya, bagaimana mendapatkan keuntungan dari Negeri Tirai Bambu dan Matahari Terbit ini tanpa harus hanyut rayuan mereka.

TIRTA N MURSITAMA, PhD
Ketua Departemen Hubungan Internasional,
Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara
Lektor Kepala Teori Ekonomi Politik Internasional,
Alumnus Gakushuin University, Tokyo, Japan
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7023 seconds (0.1#10.140)