Parpol dan peta politik 2014

Senin, 21 Januari 2013 - 07:46 WIB
Parpol dan peta politik...
Parpol dan peta politik 2014
A A A
Berbagai survei publik selama ini sebenarnya cukup membantu kita dalam membaca arah kompetisi dalam pemilu legislatif mendatang. Secara umum sejumlah survei tersebut mengarah pada beberapa kecenderungan.Pertama, kemungkinan tersingkirnya Partai Demokrat sebagai parpol terbesar, digantikan oleh Partai Golkar ataupun PDIP yang hampir selalu memiliki elektabilitas lebih menjanjikan dibandingkan parpol yang digagas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut.

Badai internal yang tak kunjung berakhir terkait dugaan keterlibatan beberapa pengurus teras dalam sejumlah kasus korupsi membuat Demokrat masih akan terpenjara hingga momentum pemilu tiba. Kedua,peta politik DPR ada kemungkinan lebih sederhana karena semakin berkurangnya jumlah parpol yang dapat meraih kursi parlemen nasional akibat persentase ambang batas parlemen yang ditingkatkan dari 2,5 menjadi 3,5 persen. Namun, kemungkinan lain juga bisa terjadi, yakni tidak satu pun dari 10 parpol tersingkir.

Perkiraan terakhir bisa terjadi jika kompetisi antarparpol ketat, di mana perolehan suara parpol terbesar tak lebih dari 30 persen, sehingga suara relatif terdistribusi ke semua parpol peserta pemilu. Ketiga, jika peta politik Senayan lebih sederhana, maka parpol Islam dan berbasis Islam sangat mungkin akan menjadi “korban” pertama struktur politik baru hasil Pemilu 2014. Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan, secara sendirisendiri atau bersama-sama bakal mengakhiri masa pengabdian mereka di DPR.

Namun, apabila tak satu pun parpol yang mampu meraih lebih dari 30 persen suara, keputusan KPU merupakan “berkah tersembunyi” yang dinikmati parpol-parpol Islam lantaran membuka peluang mereka untuk tetap bertahan. Keempat, semakin meningkatnya jumlah mereka yang tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu mendatang sebagai akibat akumulasi kekecewaan terhadap parpol yang berkuasa saat ini. Indikasi akan hal itu telah muncul melalui hasil survei yang tecermin dari cukup besarnya swing voters, yakni mereka yang tidak atau belum memberikan pilihan politik dalam surveisurvei publik tersebut karena kecewa dengan parpol yang berkuasasaatini.

Persaingan Parpol Nasionalis

Meski kecenderungannya sudah tampak sejak Pemilu 2004 dan 2009 yang lalu, pemilu mendatang bakal menjadi ajang persaingan sengit di antara partai-partai politik nasionalis. Setelah Partai Demokrat muncul sebagai parpol nasionalis baru menjelang Pemilu 2004,dalam pemilu berikutnya (2009) lahir Partai Gerindra yang didirikan Prabowo Subianto, serta Partai Hanura yang didirikan mantan Panglima ABRI,Wiranto.

Demokrat berhasil menang secara fenomenal pada Pemilu 2009, sementara Gerindra dan Hanura berhasil lolos dari persyaratan ambang batas parlemen mengalahkan parpol Islam yang relatif mapan, Partai Bulan Bintang. Kini, menjelang Pemilu 2014 muncul lagi parpol nasionalis baru, Partai NasDem, yang digagas Surya Paloh dan bermula dari ormas dengan nama yang sama.NasDem,menurut sejumlah survei publik, memiliki elektabilitas menjanjikan, sehingga bakal menjadi pesaing paling anyar bagi partai-partai nasionalis yang telah ada, Golkar, PDI Perjuangan, Demokrat, Gerindra, dan Hanura.

Jumlah parpol nasionalis yang bertambah dengan kehadiran NasDem sudah tentu membuat persaingan semakin ketat karena segmen pemilih keenam parpol tersebut relatif sama. Ada hal yang menarik,enam parpol nasionalis yang lolos sebagai parpol peserta Pemilu 2014 tersebut memiliki modal politik yang berbeda satu sama lain.

Demokrat dan PDI Perjuangan mengandalkan ketokohan Presiden SBY dan mantan Presiden Megawati,sedangkan Gerindra dan Hanura bermodalkan figur mantanmantan calon wakil presiden (Prabowo Subianto, 2009) dan calon presiden serta wakil presiden sekaligus (Wiranto, 2004 dan 2009). Di sisi lain, Golkar lebih mengandalkan kemampuan organisasi yang terkonsolidasi, sedangkan NasDem lebih pada isu perubahan atau restorasi, sebagai modal politik.

Parpol dan Pamor Tokoh

Ulasan singkat di atas menggambarkan bahwa peta politik pemilu legislatif pada 2014 turut ditentukan oleh kapasitas para figur sentral parpol mengelola “pamor” mereka. Karena itu,nasib Demokrat sangat ditentukan oleh kemampuan SBY mewariskan kinerja pemerintahan yang lebih baik selama masa bakti tersisa menjelang 2014,selain faktor badai internal akibat skandal korupsi sejumlah petinggi partai.Adapun peluang PDIP turut ditentukan oleh pamor Megawati, apakah semakin meredup atau tidak menjelang pemilu mendatang.

Hal yang sama berlaku pada Prabowo Subianto dan Wiranto yang bakal menentukan masa depan Gerindra dan Hanura. Barangkali di sinilah letak “keberuntungan” Golkar jika tidak terlalu memaksakan untuk “menjual” Aburizal Bakrie yang relatif belum layak jual. Keberuntungan serupa bisa dinikmati NasDem, juga apabila tidak terburu-buru menokohkan Surya Paloh sebagai capres mendatang. Soalnya, pencitraan tokoh belum tentu berkorelasi positif dengan keberhasilan parpol dalam pemilu legislatif.

Satu-satunya parpol Islam yang berpeluang bersaing secara ketat dengan partai-partai nasionalis barangkali hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS).Basis massa relatif loyal, kaderisasi dan soliditas internal cukup memadai,serta tidak bergantung pada figur tunggal adalah beberapa kelebihan PKSdibandingkanparpolIslam dan berbasis Islam lainnya.

Kecerdasan para petinggi parpol, baik nasionalis maupun Islam,“membaca”aspirasi masyarakat, selain kemampuan menciptakan kiat dan branding sebagai parpol layak pilih,akan menentukan keberhasilan parpol dalam Pemilu 2014. Karena itu jika parpol Islam dan berbasis Islam di luar PKS tidak memiliki kecerdasan serupa, tidak mustahil pemilu mendatang akan menjadi ajang pertaruhan terakhir bagi mereka.

SYAMSUDDIN HARIS
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7691 seconds (0.1#10.140)