Haris : Ada upaya melemahkan Komnas HAM
A
A
A
Sindonews.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Asasi Manusia (HAM) dan Komnas HAM pertanyakan urgensi aturan baru yang ditetapkan oleh 9 komisioner Komnas HAM.
Perlu diketahui, komisioner Komnas HAM membuat aturan baru yang tak lazim. Pucuk pimpinan akan diganti setiap tahunnya dalam 5 tahun periode.
Aturan yang menjadi tata tertib (tatib) baru ini disahkan pada Kamis (10/1/2013) kemarin. Tak pelak, tatib ini pun mendapat kritikan keras dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk HAM dan Komnas HAM.
Dari 13 anggota Komisioner yang ada, sembilan di antaranya setuju dengan perubahan itu. Empat lainnya mengajukan keberatan. Sembilan komisioner yang setuju adalah Ansori Sinungan, Dianto Bachriadi, Hafid Abbas, Imdadun Rahmat, Maneger Nasution, Natalius Pigai, Nur Kholis, Siane Indriani dan Siti Noor Laila.
Kemarin, Jumat (11/1/2013) Koalisi Masyarakat Sipil untuk HAM dan Komnas HAM bertemu dengan para anggota Komnas HAM pada untuk berdiskusi dan mempertanyakan tentang keputusan mengenai perubahan tatib tersebut. Saat mengadakan audiensi dengan Komnas HAM, koalisi menilai ada banyak kejanggalan dan mnyampaikan keberatannya. Ada kesan tatib itu terlalu dipaksakan.
"Kami mendapati fakta dari Komnas HAM bahwa terdapat 9 anggota Komnas HAM dari 13 orang, yang setuju atas keputusan perubahan Tatib itu,"ujar Haris Azhar, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Asasi Manusia (HAM) dan Komnas HAM di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Sabtu (12/1/2013).
Sayangnya, kata Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu, para anggota Komnas HAM yang mengusulkan dan setuju pada perubahan masa jabatan Ketua Komnas HAM menjadi satu tahun sekali tak mampu menjelaskan secara baik apa dasar perubahan tersebut.
Maka dari itu, ujar Haris, koalisi memandang bahwa penjelasan tentang usulan perubahan masa jabatan menjadi satu tahun tidak mempunyai dasar argumentasi yang jelas dan bernalar.
"Terbukti, argumentasi perubahan masa jabatan tidak didasarkan pada pengetahuan dan informasi yang memadai serta tak menghitung dampak kerugian bagi sistem kerja Komnas HAM,"imbuhnya.
Selain itu, Koalisi memandang bahwa perubahan masa jabatan ketua per tahun akan menggembosi Komnas HAM secara sistematis. Karena akan mengakibatkan pada kinerja yang menurun akibat pergantian tiap tahun, implementasi program kerja yang tak berjalan, perubahan kebijakan yang dapat berubah-ubah setiap tahun dan dampak-dampak teknis lainnya.
"Ada invisible hand untuk melemahkan Komnas HAM menjelang pemilu," ujarnya.
Perlu diketahui, komisioner Komnas HAM membuat aturan baru yang tak lazim. Pucuk pimpinan akan diganti setiap tahunnya dalam 5 tahun periode.
Aturan yang menjadi tata tertib (tatib) baru ini disahkan pada Kamis (10/1/2013) kemarin. Tak pelak, tatib ini pun mendapat kritikan keras dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk HAM dan Komnas HAM.
Dari 13 anggota Komisioner yang ada, sembilan di antaranya setuju dengan perubahan itu. Empat lainnya mengajukan keberatan. Sembilan komisioner yang setuju adalah Ansori Sinungan, Dianto Bachriadi, Hafid Abbas, Imdadun Rahmat, Maneger Nasution, Natalius Pigai, Nur Kholis, Siane Indriani dan Siti Noor Laila.
Kemarin, Jumat (11/1/2013) Koalisi Masyarakat Sipil untuk HAM dan Komnas HAM bertemu dengan para anggota Komnas HAM pada untuk berdiskusi dan mempertanyakan tentang keputusan mengenai perubahan tatib tersebut. Saat mengadakan audiensi dengan Komnas HAM, koalisi menilai ada banyak kejanggalan dan mnyampaikan keberatannya. Ada kesan tatib itu terlalu dipaksakan.
"Kami mendapati fakta dari Komnas HAM bahwa terdapat 9 anggota Komnas HAM dari 13 orang, yang setuju atas keputusan perubahan Tatib itu,"ujar Haris Azhar, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Asasi Manusia (HAM) dan Komnas HAM di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Sabtu (12/1/2013).
Sayangnya, kata Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu, para anggota Komnas HAM yang mengusulkan dan setuju pada perubahan masa jabatan Ketua Komnas HAM menjadi satu tahun sekali tak mampu menjelaskan secara baik apa dasar perubahan tersebut.
Maka dari itu, ujar Haris, koalisi memandang bahwa penjelasan tentang usulan perubahan masa jabatan menjadi satu tahun tidak mempunyai dasar argumentasi yang jelas dan bernalar.
"Terbukti, argumentasi perubahan masa jabatan tidak didasarkan pada pengetahuan dan informasi yang memadai serta tak menghitung dampak kerugian bagi sistem kerja Komnas HAM,"imbuhnya.
Selain itu, Koalisi memandang bahwa perubahan masa jabatan ketua per tahun akan menggembosi Komnas HAM secara sistematis. Karena akan mengakibatkan pada kinerja yang menurun akibat pergantian tiap tahun, implementasi program kerja yang tak berjalan, perubahan kebijakan yang dapat berubah-ubah setiap tahun dan dampak-dampak teknis lainnya.
"Ada invisible hand untuk melemahkan Komnas HAM menjelang pemilu," ujarnya.
(kri)