Dihapusnya RSBI

Rabu, 09 Januari 2013 - 08:01 WIB
Dihapusnya RSBI
Dihapusnya RSBI
A A A
Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin memutuskan untuk menghapus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Status RSBI dan SBI dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam putusannya MK menilai RSBI-SBI memunculkan dualisme pendidikan dan sebagai bentuk baru liberalisasi pendidikan. Penggunaan bahasa Inggris dalam proses mengajar juga dianggap menghilangkan jati diri bangsa. Selain itu, RSBI-SBI juga dinilai memberikan beban biaya yang mahal. Status RSBI dan SBI ini mengacu pada Pasal 50 ayat 3 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal ini yang menjadi dasar munculnya sekitar 1.300 sekolah dengan status RSBI maupun SBI.Hadirnya sekolah-sekolah dengan status RSBI maupun SBI selama ini memang memunculkan pro-kontra. Banyak masyarakat yang mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan di sekolah yang sudah dilabeli status RSBI-SBI. RSBI dan SBI adalah sistem pendidikan yang mengacu pada kurikulum internasional.

Bisa jadi maksud pembentukan RSBI dan SBI adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air.Namun dalam pelaksanaannya banyak penyimpangan, baik mengenai biaya, kualitas kurikulum yang tidak mencerminkan jati diri bangsa Indonesia maupun kualitas lulusan yang tidak semegah statusnya.

Ini yang menjadi keluh kesah bagi sebagian masyarakat untuk mengajukan judicial reviewPasal 50 ayat 3 UU No 20 Tahun 2003. Masyarakat pun kadang tersilaukan oleh embel-embel internasional yang ada di sebuah sekolah. Sangat disayangkan masih banyak masyarakat yang seolah bangga dengan anaknya yang fasih berbahasa Inggris di tingkat sekolah dasar (SD),tetapi pengetahuan tentang bahasa Indonesia dan bahasa daerah sangat cekak.

Seolah ketika sudah bisa berbahasa Inggris dan bersekolah bertaraf internasional, anaknya bisa menjadi pintar. Padahal anggapan itu tidak benar.Masyarakat kita masih silau dengan kata “internasional”, padahal produk nasional lebih banyak yang berkualitas. MK memang benar. Kenyataan di lapangan justru menunjukkan pendidikan sudah menjadi ajang profit oriented ketika adanya status internasional.

Padahal tujuan awalnya bisa jadi baik, tetapi pelaksanaannya justru diakal-akali. Memang, tujuan dan pelaksanaan terkadang jauh panggang dari api. Banyak sekolah berlomba mendapatkan status internasional agar dapat menaikkan tarifnya. Parahnya lagi, sekolah-sekolah tersebut menelan mentah-mentah kurikulum internasional tanpa menyesuaikannya dengan kondisi di Tanah Air.

Hasilnya, proses belajar mengajar dan lulusan mereka jauh dari sistem pendidikan di negeri ini. Kita patut bersyukur dengan putusan MK. Karena putusan tersebut justru akan membuat pendidikan di negeri ini bisa dirasakan secara merata oleh masyarakat. Putusan ini seperti menyelamatkan masa depan generasi Indonesia yang seolah tidak bisa mandiri dan harus terus bersandar penuh pada kata internasional.

Putusan MK ini membawa kembali pendidikan sebagai hak semua rakyat,bukan hanya hak rakyat yang berduit. Kualitas pembuat kurikulum di negeri ini tidak kalah hebat dengan standar internasional. Kurikulum 2013 yang tahun ini akan diterapkan di 30% sekolah-sekolah di negeri ini juga bernapas sama dengan putusan MK.Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan landasan pada kurikulum 2013 ini bahwa bahasa Indonesia menjadi pengantar transfer ilmu pengetahuan pada semua siswa.

Kurikulum 2013 ini juga mengajak semua siswa tidak hanya pintar atas dasar angka rapor, tetapi juga berdasarkan perilaku dan penalaran mereka. Kita berharap putusan MK dan kurikulum 2013 ini akan membawa pendidikan di Tanah Air sesuai dengan jati diri bangsa,bukan jati diri bangsa lain.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5227 seconds (0.1#10.140)