Gerindra: Kewenangan PPATK seharusnya ditambah
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu laiknya sebuah intelijen. Karena itu, menurutnya adanya PPATK menjadi sangat penting.
"Ya temuan PPATK itu harus dilanjutkan, karena PPATK itu bagian intelijen dan harus di follow up," kata Fadli Zon usai mengikuti Polemik Sindo Radio bertema Tahun Berburu Politik di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/1/2013).
Namun dirinya menyayangkan terbatasnya kewenangan PPATK dalam melaporkan hasil analisis dan temuan yang mencurigakan terkait transaksi keuangan. Karena itu, dia berharap agar Undang-undang (UU) mengenai PPATK ditambah.
"Sayangnya PPATK tidak punya kewenangan untuk penyelidikan dan penyidikan, harusnya undang-undang yang mengatur PPATK harus ditambah," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, anggota legislatif periode 2009-2014 terindikasi paling tinggi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Hal itu berdasarkan hasil riset tipologi PPATK pada semester II 2012.
"Periode jabatan anggota legislatif sejak 1999, berdasarkan hasil analisis ditemukan yang terbanyak terindikasi tindak pidana korupsi adalah periode 2009 hingga 2014, yaitu sebesar 42,71 persen," ungkap Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam Refleksi Akhir Tahun 2012 PPATK di Kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Rabu 2 Januari 2013.
Menurutnya, anggota legislatif cenderung lebih tinggi melakukan dugaan korupsi ketimbang mereka yang bekerja di komisi legislatif.
"Indikasi korupsi dilakukan anggota legislatif, presentasenya sebesar 69,7 persen, sedangkan komisi legislatif sebesar 10,4 persen," ujarnya.
"Ya temuan PPATK itu harus dilanjutkan, karena PPATK itu bagian intelijen dan harus di follow up," kata Fadli Zon usai mengikuti Polemik Sindo Radio bertema Tahun Berburu Politik di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/1/2013).
Namun dirinya menyayangkan terbatasnya kewenangan PPATK dalam melaporkan hasil analisis dan temuan yang mencurigakan terkait transaksi keuangan. Karena itu, dia berharap agar Undang-undang (UU) mengenai PPATK ditambah.
"Sayangnya PPATK tidak punya kewenangan untuk penyelidikan dan penyidikan, harusnya undang-undang yang mengatur PPATK harus ditambah," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, anggota legislatif periode 2009-2014 terindikasi paling tinggi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Hal itu berdasarkan hasil riset tipologi PPATK pada semester II 2012.
"Periode jabatan anggota legislatif sejak 1999, berdasarkan hasil analisis ditemukan yang terbanyak terindikasi tindak pidana korupsi adalah periode 2009 hingga 2014, yaitu sebesar 42,71 persen," ungkap Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam Refleksi Akhir Tahun 2012 PPATK di Kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Rabu 2 Januari 2013.
Menurutnya, anggota legislatif cenderung lebih tinggi melakukan dugaan korupsi ketimbang mereka yang bekerja di komisi legislatif.
"Indikasi korupsi dilakukan anggota legislatif, presentasenya sebesar 69,7 persen, sedangkan komisi legislatif sebesar 10,4 persen," ujarnya.
(maf)