Legislatif kompak tutupi kasus korupsinya
A
A
A
Sindonews.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada semester II 2012 melalui risetnya menyatakan, anggota legislatif periode 2009-2014 terindikasi paling tinggi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Mixil Mina Munir salah satu aktivis mahasiswa 98 dari Forum Kota (Forkot) mengatakan, sebenarnya beberapa waktu lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sudah memberikan sinyal. Bahwa sebenarnya, lembaga legislatif terindikasi adanya kegiatan pemerasan dan korupsi.
"Seperti kasus Menteri BUMN Dahlan Iskan, sebenarnya Dahlan sudah memberikan sinyal, bahwa ada tindakan pemerasan. Namun dalam kasus pemerasan susah untuk membuktikan, karena para anggota DPR ini berusaha untuk saling menutup-nutupi. Sebab, kalau satu saja yang terungkap, maka semuanya akan terungkap," kata Mixil, saat dihubungi Sindonews, Rabu (2/1/2013) malam.
Menurut aktivis yang pernah dipenjara diera Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini mengatakan, hal itu bisa dilihat dalam kasus mantan Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Wa Ode Nurhayati yang dijatuhkan hukuman penjara enam tahun penjara dan denda Rp500 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Bisa kita contonhkan seperti kasusnya Wa Ode Nurhayati, maupun Miranda Swaray Goeltom. Kalau mau jujur para anggota yang terlibat dalam kasus tersebut, bisa banyak yang terlibat. Namun mereka seakan sudah kompak untuk menutupi hal tersebut," tukasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, anggota legislatif periode 2009-2014 terindikasi paling tinggi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Hal itu berdasarkan hasil riset tipologi PPATK pada semester II 2012.
"Periode jabatan anggota legislatif sejak 1999, berdasarkan hasil analisis ditemukan yang terbanyak terindikasi tindak pidana korupsi adalah periode 2009 hingga 2014, yaitu sebesar 42,71 persen," ungkap Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam Refleksi Akhir Tahun 2012 PPATK di Kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat.
Menurutnya, anggota legislatif cenderung lebih tinggi melakukan dugaan korupsi ketimbang mereka yang bekerja di komisi legislatif.
"Indikasi korupsi dilakukan anggota legislatif, presentasenya sebesar 69,7 persen, sedangkan komisi legislatif sebesar 10,4 persen," ujarnya.
Mixil Mina Munir salah satu aktivis mahasiswa 98 dari Forum Kota (Forkot) mengatakan, sebenarnya beberapa waktu lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sudah memberikan sinyal. Bahwa sebenarnya, lembaga legislatif terindikasi adanya kegiatan pemerasan dan korupsi.
"Seperti kasus Menteri BUMN Dahlan Iskan, sebenarnya Dahlan sudah memberikan sinyal, bahwa ada tindakan pemerasan. Namun dalam kasus pemerasan susah untuk membuktikan, karena para anggota DPR ini berusaha untuk saling menutup-nutupi. Sebab, kalau satu saja yang terungkap, maka semuanya akan terungkap," kata Mixil, saat dihubungi Sindonews, Rabu (2/1/2013) malam.
Menurut aktivis yang pernah dipenjara diera Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini mengatakan, hal itu bisa dilihat dalam kasus mantan Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Wa Ode Nurhayati yang dijatuhkan hukuman penjara enam tahun penjara dan denda Rp500 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Bisa kita contonhkan seperti kasusnya Wa Ode Nurhayati, maupun Miranda Swaray Goeltom. Kalau mau jujur para anggota yang terlibat dalam kasus tersebut, bisa banyak yang terlibat. Namun mereka seakan sudah kompak untuk menutupi hal tersebut," tukasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, anggota legislatif periode 2009-2014 terindikasi paling tinggi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Hal itu berdasarkan hasil riset tipologi PPATK pada semester II 2012.
"Periode jabatan anggota legislatif sejak 1999, berdasarkan hasil analisis ditemukan yang terbanyak terindikasi tindak pidana korupsi adalah periode 2009 hingga 2014, yaitu sebesar 42,71 persen," ungkap Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam Refleksi Akhir Tahun 2012 PPATK di Kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat.
Menurutnya, anggota legislatif cenderung lebih tinggi melakukan dugaan korupsi ketimbang mereka yang bekerja di komisi legislatif.
"Indikasi korupsi dilakukan anggota legislatif, presentasenya sebesar 69,7 persen, sedangkan komisi legislatif sebesar 10,4 persen," ujarnya.
(maf)