Guru matematika ajukan pembatalan UU Tipikor

Jum'at, 07 September 2012 - 17:03 WIB
Guru matematika ajukan pembatalan UU Tipikor
Guru matematika ajukan pembatalan UU Tipikor
A A A
Sindonews.com - Seorang guru matematika Pungki Harmoko mengajukan Judicial Review (JR) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tahun 2001 karena dianggap tidak memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Pungki juga meminta MK merevisi UU Tipikor yang sudah relevan dengan keadaan.

Pungki berpendapat, keberadaan hukum seharusnya mampu menjaga setiap warga negara dan melindungi, agar secara sadar masyarakat takut untuk melanggarnya. Namun menurutnya, hal ini tidak berlaku dalam UU Tipikor. Hal ini dikarenakan sanksi yang diberikan berupa hukuman kurungan dan denda tidak memberikan efek jera bagi pelakunya.

"Kita lihat saja dengan adanya sanksi yang seperti ini, angka pelanggaran semakin meningkat setiap tahunnya," ucap Pungki Harmoko dalam ruang persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (7/9/2012).

Pungki menjelaskan, alasan diajukannya gugatan ke MK itu, berdasarkan fakta yang terjadi di masyarakat. Dia tidak menjelaskan pasal berapa yang menjadi penguji dalam UUD 1945, yang telah terlanggar oleh UU Tipikor.

"Memang dalam JR ini saya menggunakan pembukaan alinea ke-4 sebagai penguji," terang Pungki.

Menanggapi permohonan itu, Ketua Majelis Hakim Achmad Sodiki mengatakan permohonan untuk membatalkan UU Tipikor adalah hal keliru. Menurutnya, jika UU Tipikor ini dibatalkan maka tidak ada lagi landasan hukum yang digunakan Lembaga hukum untuk menghukum para pelaku korupsi.

"Secara logika, kalau saudara menginginkan UU ini dibatalkan, justru maka korupsi tidak akan diberantas lagi," jelas Hakim Sodiki dalam ruang persidangan.

Ditambahkan Sodiki, Pungki tidak bisa menjelaskan kerugian konstitusional yang diderita secara spesifik. "Di sini memang anda menjelaskan fakta sosiologis yang ada, tapi kurang menjelaskan secara spesifik," tambahnya.

Sementara itu, Hakim Ahmad Fadli Sumadi menyarankan, pemohon mengubah dasar-dasar permohonan yang diajukan, dengan tetap menjelaskan bahwa UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945. Menurutnya jika pemohon ingin tetap meneruskan permohonan ini, maka permohonan pemohon harus sesuai dengan ketentuan Mahkamah.

Mengenai revisi UU, MK dengan tegas menjelaskan, wewenang untuk merevisi sebuah UU bukanlah kewenangan MK, tetapi kewenangan legislatif.

"Saya mengakspresiasi sikap saudara terhadap permasalahan korupsi. Tapi apa yang anda tempuh melalui gugatan ini MK tidak dapat mewenangi ini, lebih tepat jika anda ajukan ke DPR, karena MK tidak ada hak untuk merevisi UU, tetapi hanya menguji UU," jelas Hakim Fadlil.

Ditemui seusai persidangan, Pungki mengakui kelemahannya dalam mengajukan permohonan itu, yang hanya didasarkan pada penjabaran fakta sosiologis yang terjadi di masyarakat. Tapi dirinya berkeyakinan akan meneruskan permohonan ini dengan mengubah dasar-dasar permohonnya seperti yang telah disampaikan oleh hakim MK.

"Sebenarnya sih memang dengan dibatalkan UU ini maka tidak akan ada lagi landasan hukumnya, namun dengan adanya pembatalan berarti ada kekosongan UU yang mau tidak mau harus segera diselesaikan oleh DPR dengan UU yang baru, itu saja," jelas Pungki seusai persidangan.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7025 seconds (0.1#10.140)