Kejagung akui belum optimal ungkap korupsi

Jum'at, 31 Agustus 2012 - 22:14 WIB
Kejagung akui belum optimal ungkap korupsi
Kejagung akui belum optimal ungkap korupsi
A A A
Sindonews.com - Kejaksaan Agung rupanya lamban dalam mengungkap dan menyelesaikan sejumlah kasus tindak pidana korupsi. Hal tersebut terlihat dari jumlah perkara yang berhasil ditangani.

Data yang dirilis oleh Kejagung selama periode Januari - Juni 2012, perkara korupsi yang disidik Kejaksaan seluruh Indonesia sebanyak 450 perkara. Jumlah itu relatif kecil karena hanya 33 persen dari target sebanyak 1.380 perkara.

Jaksa Agung Basrief Arief mengakui kurang optimalnya mengungkap atau menemukan kasus-kasus korupsi kejaksaan selama semester I 2012.

Namun, dia yakin bawahannya bisa menyelesaikan ratusan perkara korupsi yang masih mangkrak di institusinya.

“Target kan belum selesai, masih bulan Desmeber, tenang saja,” kata Basrief saat ditemui seusai Shalat Jumat, di Kejagung, Jakarta, Jumat (31/8/2012).

Sebelumnya, kejaksaan juga dinilai lambat dalam menyidik kasus-kasus korupsi yang menjadi perhatian masyarakat.

Terdapat sejumlah kasus korupsi yang ditangani Kejagung yang berlarut-larut penyelesaiannya, antara lain kasus korupsi proyek bioremediasi pada PT Chevron Pasific Indonesia; dan kasus korupsi jaringan internet pada PT IM2, anak usaha PT Indosat Tbk.

Selain itu, ada pula kasus korupsi pengadaan alat laboratorium pada Universitas Sriwijaya; kasus proyek pengadaan alat laboratorium IPA madrasah Tsanawiah dan Aliah pada Kementarian Agama; Kasus proyek pengadaan alat laboratorium pada Universitas Negeri Jakarta; dan proyek pengadaan alat bantu pendidikan dokter pada Kementerian Kesehatan.

Basrief berjanji akan lebih mengoptimalkan penanganan perkara korupsi, sehingga pada semester ke II tahun 2012, penanganan korupsi lebih maksimal.

Dengan begitu, lanjut dia, ratusan perkara yang masih mandek bisa segera terselesaikan, termasuk perkara yang masih dalam tahap penyelidikan. “Saya sudah instruksikan agar penyidik tidak main-main,” ujarnya.

Kejaksaan dalam penanganan perkara korupsi, tidak bisa terlepas dari persoalan internal dan eksternal.

Hambatan-hambatan seperti proses pengumpulan keterangan dan bukti-bukti dokumen, laporan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta keterangan dari sejumlah ahli kerap terjadi.

“Nah, hambatan-hambatan ini yang akan segera kami atasi,” tegasnya.

Guna mengatasi lambanya penanganan perkara korupsi di Institusinya, Basrief sudah memerintahkan bawahannya untuk melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait, seperti BPK, dan BPKP.

Hal sama disampaikan, Wakil Jaksa Agung Darmono mengakui, kinerja penyidikan belum mencapai target. Namun, Darmono optimistis hingga akhir tahun ini, Kejaksaan bisa mencapai target tersebut. “Masih ada beberapa bulan untuk mengoptimalkan kinerja,” kata Darmono.

Menurut Darmono, ada sejumlah hal yang menghambat sehingga kinerja kejaksaan dalam mengungkap kasus-kasus korupsi tidak optimal. Hambatan tersebut antara lain keterbatasan biaya dan ketergantungan pada BPKP dalam menghitung kerugian negara.

Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Choky Risda Ramadhan mengatakan, kondisi tersebut menambah buruk kinerja Kejaksaan mengingat sebelumnya kejaksaan juga dinilai lambat dalam menyidik kasus korupsi.

“Kinerja Kejaksaan tersebut sangat bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2012 tentang strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang dan jangka menengah yang diterbitkan untuk mendorong kinerja penegak hukum,” kata Choky.

Dalam Perpres tersebut, terdapat instruksi untuk menyusun indeks penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi. Artinya, kinerja masing-masing penegak hukum akan dinilai.

Adapun hal-hal yang dinilai antara lain jumlah penanganan perkara, persentase penyelidikan yang ditingkatkan menjadi penyidikan, dan persentase penyidikan yang menjadi penuntutan.

“Kalau kinerja Kejaksaan seperti itu, Presiden harus mengingatkan jaksa agung untuk meningkatkan kinerjanya agar sesuai dengan semangat Perpres 55/2012,” kata Choky.

Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosein berpendapat, lambanya penanganan perkara di kejaksaan karena kemampuan manajerial penyelesaian perkara masih kurang.

Menurut Halius, disetiap Jaksa Agung Muda (JAM) Kejagung memiliki satgas. Dari satgas-satgas itulah, minimal ada target, misalnya penyelesaikan perkara korupsi. Dengan begitu, perkara korupsi yang tengah ditangani akan bisa terselesaikan dengan cepat.

“Maka seharusnya Jaksa Agung memberdayakan Satgas di JAM lainnya. Ini semata-mata ditargetkan untuk percepatan penyelesaian perkara. Jadi tidak ada antrean perkara di satu JAM. Kalau Jaksa Agung berbuat seperti itu maka saya yakin tidak ada perkara yang mangkrak,” kata Halius di Jakarta, kemarin.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7135 seconds (0.1#10.140)