Data Corona Berbeda, Pemerintah Harus Hilangkan Ego Sektoral
A
A
A
JAKARTA - Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 haruslah terjalin dengan baik.
Adanya ketidaksesuaian data kasus corona atau COVID-19 seperti diungkapkan Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo, menunjukkan bahwa masing-masing lembaga masih mengedepankan ego sektoral, sehingga tidak terbangun koordinasi dengan baik. (Baca juga: Ada Kesenjangan Pikiran Antara Elite dan Rakyat di Tengah Wabah Corona)
Menurut Wakil Ketua Komisi IX Melkiades Laka Lena, dengan banyaknya daerah dan rumah sakit yang bisa melakukan tes PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mengetahui status pasien COVID-19, maka seharusnya tidak ada lagi kendala dalam pendataan pasien.
"Gugus Tugas Balitbangkes itu melakukan proses swab dengan pola PCR, dan itu yang menjadi rujukan kita positif di Indonesia. Sekarang Balitbangkes daerah ada 10. Juga ada 22 rumah sakit lain yang boleh melakukan tes PCR, seharusnya data tak lagi menjadi kendala," katanya dihubungi SINDOnews, Senin (6/4/2020).
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, perbedaan data pusat dengan daerah soal jumlah pasien COVID-19 sebenarnya bisa dimaklumi karena pola pemeriksaan pasien di daerah masih banyak yang hanya menggunakan rapid test.
Padahal, rapid test tidak bisa dijadikan ukuran seseorang positif atau tidak. Sementara acuan Kemenkes adalah pemeriksaan dengan PCR. "Metodenya berbeda, jadi kalau angkanya berbeda masuk akal," katanya.
Hal yang menjadi persoalan sebenarnya, kata Melki, yakni mengapa data dari Kemenkes yang diberikan kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO) tidak seperti yang diberikan kepada Gugus Tugas. "Ini yang membuat mereka (Gugus Tugas) kaget karena data Kemenkes ke WHO yang begitu detail, dan itu Gugus Tugas gak dapat. Harusnya data yang sama," tuturnya.
Menurut Melki, hal inilah yang perlu disinkronkan. Menurutnya, karena Presiden dalam hal penanganan kasus COVID-19 sudah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang terdiri dari berbagai lembaga dan kementerian, maka semua data, SDM, dan lainnya seharusnya tunduk di bawah kendali Gugus Tugas.
"Kemenkes dan daerah harusnya kooperatif dengan Gugus Tugas. Semua data daerah harus masuk ke Gugus Tugas. Semua operasional dalam penanganan COVID-19 harus di bawah kendali Gugus Tugas. Ini yang terjadi ego sektoral masih tinggi," katanya.
Diketahui, Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Agus Wibowo membenarkan bahwa data kasus positif corona yang selama ini disajikan pemerintah pusat tidak sinkron dengan milik pemerintah daerah. Dia berdalih data yang diterima dari Kemenkes terbatas.
Adanya ketidaksesuaian data kasus corona atau COVID-19 seperti diungkapkan Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo, menunjukkan bahwa masing-masing lembaga masih mengedepankan ego sektoral, sehingga tidak terbangun koordinasi dengan baik. (Baca juga: Ada Kesenjangan Pikiran Antara Elite dan Rakyat di Tengah Wabah Corona)
Menurut Wakil Ketua Komisi IX Melkiades Laka Lena, dengan banyaknya daerah dan rumah sakit yang bisa melakukan tes PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mengetahui status pasien COVID-19, maka seharusnya tidak ada lagi kendala dalam pendataan pasien.
"Gugus Tugas Balitbangkes itu melakukan proses swab dengan pola PCR, dan itu yang menjadi rujukan kita positif di Indonesia. Sekarang Balitbangkes daerah ada 10. Juga ada 22 rumah sakit lain yang boleh melakukan tes PCR, seharusnya data tak lagi menjadi kendala," katanya dihubungi SINDOnews, Senin (6/4/2020).
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, perbedaan data pusat dengan daerah soal jumlah pasien COVID-19 sebenarnya bisa dimaklumi karena pola pemeriksaan pasien di daerah masih banyak yang hanya menggunakan rapid test.
Padahal, rapid test tidak bisa dijadikan ukuran seseorang positif atau tidak. Sementara acuan Kemenkes adalah pemeriksaan dengan PCR. "Metodenya berbeda, jadi kalau angkanya berbeda masuk akal," katanya.
Hal yang menjadi persoalan sebenarnya, kata Melki, yakni mengapa data dari Kemenkes yang diberikan kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO) tidak seperti yang diberikan kepada Gugus Tugas. "Ini yang membuat mereka (Gugus Tugas) kaget karena data Kemenkes ke WHO yang begitu detail, dan itu Gugus Tugas gak dapat. Harusnya data yang sama," tuturnya.
Menurut Melki, hal inilah yang perlu disinkronkan. Menurutnya, karena Presiden dalam hal penanganan kasus COVID-19 sudah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang terdiri dari berbagai lembaga dan kementerian, maka semua data, SDM, dan lainnya seharusnya tunduk di bawah kendali Gugus Tugas.
"Kemenkes dan daerah harusnya kooperatif dengan Gugus Tugas. Semua data daerah harus masuk ke Gugus Tugas. Semua operasional dalam penanganan COVID-19 harus di bawah kendali Gugus Tugas. Ini yang terjadi ego sektoral masih tinggi," katanya.
Diketahui, Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Agus Wibowo membenarkan bahwa data kasus positif corona yang selama ini disajikan pemerintah pusat tidak sinkron dengan milik pemerintah daerah. Dia berdalih data yang diterima dari Kemenkes terbatas.
(nbs)