Kelincahan Menunggangi Covid-19

Jum'at, 03 April 2020 - 06:30 WIB
Kelincahan Menunggangi Covid-19
Kelincahan Menunggangi Covid-19
A A A
Prof Bramantyo Djohanputro Direktur Eksekutif PPM Manajemen

Meskipun tidak sama, dampak yang dihasilkan Covid-19 memiliki kemiripan dengan krisis 1998. Bagi dunia bisnis, perlu langkah cepat untuk memanfaatkan kondisi dampak tersebut supaya tidak terpuruk bahkan supaya tidak sampai tutup alias bangkrut.

Ini sorotan untuk Indonesia saja, tidak mengeksplorasi kondisi global. Rupiah sama-sama melorot melewati Rp16.000 per dolar Amerika, baik di krisis 1998 maupun di Covid-19. Dampak langsungnya, impor terganggu karena harga beli menjadi sangat mahal. Produktivitas korporasi juga melorot karena kurangnya bahan baku. Bedanya, dampak Covid-19 tidak sampai membuat luluh lantak dunia usaha. Semoga saja wabah korona segera berakhir sehingga dunia usaha bangkit lagi.Beberapa hari lalu saya mengikuti forum para pakar dan pelaku industri properti, termasuk beberapa mortgage bankers . Pelaku industri properti pada prinsipnya optimistis kebangkitan ekonomi sejak awal tahun. Namun, gara-gara korona, transaksi properti banyak tertunda. Konsumen menunggu kondisi aman kembali untuk melangsungkan transaksi properti. Risikonya, bila wabah terlalu lama, tabungan menipis, bayang-bayang PHK muncul, barulah transaksi properti bisa terganggu.

Ada usaha yang mengerut, ada yang terpaksa tutup sementara. Tapi, dari pemantauan, tidak sampai bangkrut. Sektor pariwisata terpukul karena perjalanan wisata terhenti. Tingkat hunian hotel melorot, restoran kehilangan omzet. Secara makro, sektor keuangan jauh lebih bagus dan tetap beroperasi. Beda jauh dengan kondisi krisis 1998 yang menghancurkan sektor keuangan, apalagi perbankan. OJK mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan sektor keuangan dan bisnis perkreditan perbankan. Pemerintah mengambil langkah bantuan bagi masyarakat, termasuk subsidi listrik.

Bagaimana dengan dunia usaha skala mikro? Berikut beberapa catatan pentingnya. Langkah awal dalam kondisi krisis, menyelamatkan arus kas jauh lebih penting daripada memikirkan profitabilitas. Beberapa perusahaan memproduksi barang-barang kebutuhan tenaga medis maupun masyarakat untuk mengatasi Covid-19. Fokus sebagian dari mereka bukan mencari laba. Fokus lebih kepada menjual barang agar cashflow tetap sehat, perusahaan berputar, dan karyawan bekerja.

Sebagian produsen dan industri mendapat manfaat dari kondisi Covid-19. Seperti disebut di atas, perusahaan yang secara langsung menghasilkan produk-produk terkait penanganan Covid-19, mulai dari vitamin C, D, dan E; paracetamol; sarung tangan, masker, APD, sanitizer , dan lainnya.

Lalu, bagi yang terdampak negatif, apa yang seharusnya dilakukan? Kata kuncinya adalah kelincahan, being agile . Kelincahan pertama berupa kemampuan mengubah produk dari yang tidak berurusan dengan Covid-19 menjadi corona-linked products . Ada perusahaan yang tiba-tiba membuat kamar sanitizer dengan memanfaatkan bengkel yang ada. Dan, ada yang memproduksi sanitizer , padahal bisnis utamanya selama ini adalah peralatan olahraga.

Perubahan bisnis tersebut bisa sementara, namun bisa juga permanen. Perubahan sementara bila hanya memanfaatkan fasilitas yang ada tanpa perubahan fasilitas maupun organisasi. Hanya perubahan penggunaan alat plus proses kerja. Terkait SDM, perubahan penugasan. Dengan demikian, bila situasi sudah kembali normal, kegiatan kembali seperti semula.

Perubahan akan menjadi permanen jauh melewati periode krisis dampak Covid-19 bila terjadi beberapa hal. Pertama , ternyata pasar dari produk baru tersebut tetap menjanjikan di masa datang. Sanitizer bisa tetap diperlukan bila sudah menjadi kebisaaan, habit untuk cuci tangan. Masker juga bisa menjadi kebiasaan. Maka, permintaan produk-produk tersebut akan tetap tinggi.

Kedua , bila perubahan fasilitas, mekanisme kerja, dan penugasan SDM cenderung sulit dikembalikan ke keadaan awal, terutama perubahan fasilitas. Non-reversible, maka mau tidak mau harus diteruskan. Kelincahan kedua terjadi bagi perusahaan yang memiliki portofolio produk yang baik. Ojol , ojek online, misalnya, terdampak besar oleh Covid-19 karena jumlah penumpang yang turun drastis. Namun, lini lain meningkat, pengantaran barang dan makanan, terutama makanan. Sebagian orang enggan membeli makanan ke luar, juga mulai bosan dengan masakan sendiri. Langkah yang diambil, pesan makanan secara online . Maka, ojol tetap lalu lalang dengan aktivitas yang bergeser.

Hal yang mirip dialami oleh lembaga pendidikan seperti kami. Beruntung, produk-produk online kami sudah dijalankan sejak beberapa waktu lalu, termasuk pendidikan S-1, pelatihan, dan assessment . Dengan adanya situasi saat ini, kami tinggal menaikkan kapasitas dan penggunaannya, scale-up .

Alhasil, seluruh perkuliahan, baik S-1 maupun S-2 menggunakan sarana online . Pelatihan, seminar, juga begitu. Assessment pun semakin intensif dengan menggunakan online . Bagi kami, perubahan ke pendekatan online bukan pilihan. Perubahan menuju online bukan karena korona semata, namun karena perkembangan dan tuntutan. korona hanya mempercepat intensitasnya saja. Bagi kami, penggunaan online adalah reversible, namun juga akan tetap pada jalur penggunaan online ke depannya.

Bagi perusahaan yang tidak memiliki banyak produk atau bahkan produk tunggal dan terkena dampak korona, ekstremnya bisa berubah bisnis. Dalam bahasa literatur, kita sebut transformasi. Yang paling rendah tingkatannya adalah transformasi operasional. Mengubah cara kerja, cara mengambil keputusan, supaya lebih efisien namun tetap efektif. Transformasi operasional dilakukan dengan BPR, business process reengineering .

Transformasi yang lebih tinggi tingkatannya adalah transformasi inti, core transformation . Yang dilakukan adalah mengubah model bisnis. Bisa mengubah konsumen target, misalnya, dari domestik ke negara lain yang tidak atau minim terdampak korona. Bisa juga mengubah proposisi nilai, produk diberi tambahan manfaat, misalnya, berguna untuk pencegahan korona. Atau, pengiriman lebih aman dengan menggunakan pengiriman langsung ke tangan pembeli.

Transformasi yang lebih ekstrem berupa transformasi strategis. Mengubah bisnis secara total. Produk berubah, strategis grup berganti. Mencari celah yang diyakini berkembang ke depan dengan menghindari keterpurukan saat ini.

Apa pun yang dilakukan, yang perlu dipastikan adalah dalam jangka pendek mengamankan arus kas, jangka menengah mendapatkan laba, jangka panjang pertumbuhan nilai perusahaan dan keberlanjutan, growth and sustainability .
(zil)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5018 seconds (0.1#10.140)