DKPP Pecat Evi Novida Manik, Citra KPU Kembali Tercoreng

Kamis, 19 Maret 2020 - 07:45 WIB
DKPP Pecat Evi Novida...
DKPP Pecat Evi Novida Manik, Citra KPU Kembali Tercoreng
A A A
JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan secara tetap Evi Novida Ginting Manik dari jabatannya sebagai komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. Evi dinilai terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Kasus pemecatan komisioner Evi menjadi pukulan berat kedua kalinya bagi KPU di tengah upaya lembaga penyelenggara pemilu ini meraih kepercayaan publik. Sebelumnya KPU diterpa badai saat salah satu komisionernya, Wahyu Setiawan, tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dugaan penerimaan suap dari salah satu calon anggota legislatif (caleg) pada Januari lalu.

Di saat KPU mencoba memulihkan integritas menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 September mendatang, DKPP membuat putusan pemecatan yang kembali mencoreng lembaga penyelenggara pemilu ini.

Pemecatan Evi tertuang dalam putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 yang dibacakan di Jakarta kemarin. Dalam putusan tersebut Evi dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu terkait kasus perolehan suara calon legislatif (caleg) Partai Gerindra untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat 6. “Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan,” demikian bunyi isi dari salinan putusan DKPP.

Selain Evi, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada seluruh komisioner KPU, yakni teradu I Ketua KPU merangkap anggota Arief Budiman, teradu II Pramono Ubaid Tanthowi, teradu IV Ilham Saputra, teradu V Viryan Azis, dan teradu VI Hasyim Asy’ari. Sanksi berupa peringatan juga diberikan kepada komisioner KPU Provinsi Kalimantan Barat."Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini terhadap teradu VIII, teradu IX, teradu X, dan teradu XI paling lama tujuh hari sejak putusan ini dibacakan," demikian putusan DKPP.

Putusan ini dibacakan dalam sidang kode etik terbuka untuk umum kemarin oleh Muhammad selaku pelaksana tugas ketua merangkap anggota DKPP, serta Alfitra Salamm, Teguh Prasetyo, dan Ida Budhiati masing-masing sebagai anggota.

DKPP berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menindaklanjuti putusan pemberhentian tetap terhadap Evi paling lambat 7 (tujuh) hari sejak putusan dibacakan.

Digugat Caleg

Kasus ini bermula saat terjadi perubahan suara atas calon anggota legislatif (caleg) nomor urut 1 dari Fraksi Gerindra di Daerah Pemilihan (Dapil) Kalbar VI atas nama Hendri Makaluasc dan caleg lain bernomor urut 7, Cok Hendri Ramapon. Kejadian terjadi di sembilan desa di dalam dapil tersebut. Terjadi penggelembungan suara atas Cok Hendri 2.414 suara yang dilakukan oleh ketua dan anggota PPK Kecamatan Meliau. (Baca: DKPP Berhentikan Komisioner KPU Evi Novida Manik)

Hendri sudah melaporkan hal ini ke Bawaslu Kabupaten Sanggau yang memutuskan agar KPU kabupaten Sanggau melakukan koreksi terhadap perolehan suara kedua caleg Gerindra tersebut. Setelah koreksi, Hendri mendapatkan 2.551 di Sanggau dan 2.833 di Kabupaten Sekadau dengan total suara 5.384. Sementara Cok Hendri mendapatkan 3.964 di Sanggau dan 221 di Sekadau dengan total 4.185 suara.

Hendri pun menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang keputusannya memperkuat hasil koreksi dari KPU Sanggau. Namun, KPU Kalbar hanya memperbaiki perolehan suara Hendri, sementara milik Cok Hendri tidak diperbaiki. Dengan hasil koreksi itu, Cok Hendri ditetapkan menjadi salah satu caleg terpilih dari Dapil Kalbar VI dengan perolehan 6.599 suara.

Hendri pun menggugat KPU Kalbar kepada Bawaslu RI pada 14 Agustus 2019. Bawaslu RI lalu memperkuat putusan MK dan berita acara dari KPU Kabupaten Sanggau. Kemudian, KPU Kalbar bersurat pada KPU RI meminta arahan terkait putusan tersebut. Sayangnya, KPU RI memberikan jawaban agar KPU Kalbar tidak mengikuti putusan Bawaslu RI.

Hasil sidang DKPP, semua teradu dinyatakan bersalah. Namun, berhubung Evi Novida Ginting Manik menjabat sebagai koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu di KPU RI, dia dinilai memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya. “Selain itu, teradu VII juga menjawab wakil koordinator wilayah untuk Provinsi Kalimantan Barat,” ujar Muhammad dalam petikan pertimbangannya.

Ujian KPU

Pengamat politik Adi Prayitno menilai pemecatan komisioner KPU pusat untuk pertama kalinya ini menjadi kabar buruk bagi lembaga tersebut di tengah upaya mereka memulihkan kepercayaan publik karena kasus suap atas Wahyu Setiawan beberapa waktu lalu. Menurut Adi, KPU terlihat rapuh dan tidak profesional dalam menjalankan tugas. ”Coba bayangkan dalam waktu berdekatan ada dua kasus yang mencoreng wajah KPU. Kasus Wahyu dan Evi ini,” ucap Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini.

Kasus ini dinilai akan berdampak tebal pada kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu. Apalagi pada 2020 ini ada 270 pilkada serentak. “Ini kan mengkhawatirkan bagi proses politik elektoral kita,” ujarnya.

Menurut Adi, mestinya KPU menjaga integritas dan keprofesionalan mereka sebagai penyelenggara pemilu. KPU yang seharusnya memosisikan diri bagaikan “manusia setengah dewa” yang tidak pernah salah malah kembali tergelincir. “Kasus Wahyu dan Evi mencoreng citra KPU sebagai lembaga independen dan profesional,” katanya. (Kiswondari)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1250 seconds (0.1#10.140)