Menata Wajah Pelayanan Publik

Jum'at, 13 Maret 2020 - 06:00 WIB
Menata Wajah Pelayanan Publik
Menata Wajah Pelayanan Publik
A A A
Masrully
Pemerhati Kebijakan Publik, ASN pada Puslatbang PKASN Lembaga Administrasi Negara RI


WAJAH pelayanan publik di Indonesia tampaknya masih perlu ditata lagi sedemikian rupa agar lebih baik. Pasalnya, menurut laporan tahunan Ombudsman RI 2019, masih terdapat 7.903 pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik di Tanah Air. Aduan tersebut didominasi oleh malaadministrasi berupa penundaan berlarut-larut, yakni 1.837 pengaduan (33,62%), kemudian pengaduan terkait penyimpangan prosedur 1.583 laporan (28,97%), dan pengaduan kategori tidak memberikan layanan 967 pengaduan (17,7 %).

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelayanan publik di Indonesia masih belum sesuai harapan. Masih banyak masyarakat yang mengeluh terhadap pelayanan publik dikarenakan misalnya tidak ramahnya petugas, pelayanan yang lambat, merasa "dipingpong", hingga masih adanya praktik pungutan liar. Hal tersebut dapat ditemukan langsung di lapangan maupun melalui informasi media massa dan media sosial.

Padahal, sejatinya pemerintah itu ada sebagai pelayan masyarakat. Para pelayan publik digaji untuk melayani kebutuhan masyarakat. Selain merupakan amanat UUD 1945 juga karena memang gaji mereka diambil dari uang negara yang salah satu sumbernya adalah pajak dan pendapatan negara bukan pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Karena itu, paradigma yang memandang pemerintah sebagai pelayan masyarakat adalah sesuatu yang wajar.

Upaya untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik ke depan tidak bisa hanya diselesaikan oleh satu pihak, namun membutuhkan kontribusi banyak pihak. Di antaranya pemerintah sendiri sebagai pelayan publik dari jenjang atas hingga aparat yang langsung berinteraksi dengan masyarakat (street level bureaucracy). Kemudian juga membutuhkan peran masyarakat sebagai lingkungan birokrasi.

Kebijakan

Kebijakan publik adalah salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk mengatur jalannya penyelenggaraan negara, termasuk soal pelayanan publik. Sebenarnya pemerintah telah mengatur tentang pelayanan publik dengan menerbitkan UU Nomor 25/2009. Di dalam undang-undang telah diatur sedemikian rupa agar tercipta pelayanan publik yang prima/berkualitas. Misalnya dengan mewajibkan penyelenggara pelayanan publik menyusun dan memublikasikan standar pelayanan, maklumat pelayanan, menyediakan sarana prasarana yang memadai, memberikan pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan standar pelayanan, membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya.

Selain itu, diatur bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik, selain melaksanakan pelayanan publik, juga harus melakukan pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, dan pengawasan internal. Hal ini dalam rangka memastikan terciptanya pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat.

Hak masyarakat sebagai pengguna layanan juga telah ditetapkan secara jelas di Pasal 18 undang-undang tersebut. Masyarakat berhak di antaranya mengetahui kebenaran isi standar pelayanan, mengawasi pelaksanaan standar pelayanan, mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan, mendapatkan advokasi, perlindungan dan/atau pemenuhan pelayanan.

Kebijakan tersebut sudah diatur sedemikian rupa untuk menjaga kualitas pelayanan publik. Tinggal bagaimana implementasinya (baca: pelaksanaannya) di lapangan. Ini yang masih menjadi PR bersama, baik bagi pemerintah, khususnya unit penyelenggara pelayanan maupun bagi masyarakat sebagai pihak eksternal yang diberi hak untuk melakukan pengawasan eksternal, bagaimana agar sistem yang sudah dirancang tersebut berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Standar Pelayanan

Setiap penyelenggara layanan publik sebenarnya diwajibkan untuk menyusun standar pelayanan. Hal ini untuk menjamin agar pelaksanaan pelayanan publik di lingkungan mereka terstandar dan berkualitas. Selain itu, agar terdapat persepsi yang sama antara petugas dan masyarakat pengguna layanan misalnya dalam hal durasi waktu yang dibutuhkan, persyaratan, biaya, dsb. Lalu apa saja seharusnya yang terdapat dalam sebuah standar pelayanan?

Standar pelayanan memuat dasar hukum pelayanan, persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, jangka waktu pelayanan, biaya/tarif, produk pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan pengaduan/saran/masukan, jumlah pelaksana, dan jaminan pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, dan evaluasi kinerja pelaksanaan. Informasi-informasi tersebut perlu ditetapkan dan disampaikan ke publik agar publik dapat mengetahui dan mengawasi proses pelayanan publik.

Namun, yang menjadi persoalan, terkadang informasi-informasi tersebut tidak ditampilkan oleh penyedia layanan sehingga pengguna layanan tidak mengetahui dan tidak dapat mengawasi. Akhirnya mereka hanya menunggu saja dengan pasrah. Hal inilah yang terkadang menyebabkan masih adanya proses pelayanan yang lambat, berbelit-belit, bahkan tidak jelas. Ini yang harus diperbaiki ke depan, bagaimana penyelenggara layanan publik menampilkan kepada publik standar layanan mereka baik dalam bentuk spanduk, banner , dsb.

Hal lain yang menarik adalah tentang pengelolaan pengaduan masyarakat. Di beberapa kasus terkadang di ruang pelayanan publik tidak tersedia media untuk melaporkan pengaduan. Ini tentu akan memengaruhi ada tidaknya masukan/keluhan yang masuk. Jika memang berniat untuk menerima keluhan, mestinya penyelenggara pelayanan publik harus melengkapi peralatan yang dibutuhkan. Jangan sampai kesannya kotak keluhan seakan hanya sebagai formalitas atau pajangan.

Komitmen Pemimpin

Salah satu hal lain yang penting dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik adalah komitmen pemimpin unit. Bagaimanapun banyaknya instrumen yang diciptakan, baik itu standar pelayanan, maklumat pelayanan, kotak keluhan dan sebagainya, dampaknya cenderung sulit dirasakan jika komitmen pemimpin unitnya tidak kuat.

Terkadang standar pelayanan sudah dibuat, berbagai spanduk tentang komitmen untuk menciptakan pelayanan publik terbaik pun sudah dicetak dan dipajang di ruang pelayanan, tetapi tetap saja praktik-praktik yang tidak pro-pelayanan dilakukan. Untuk itu, dalam hal ini dibutuhkan komitmen dan ketegasan pimpinannya bagaimana mengawasi anak buahnya sampai bawah. Bagaimana agar sistem yang diciptakan berjalan dengan baik.

Upaya menjamin kualitas pelayanan publik tidak akan selesai hanya dengan mencetak berbagai spanduk/banner yang memuat maklumat pelayanan, moto organisasi, standar pelayanan, tetapi dibutuhkan upaya untuk memastikan hal tersebut berjalan di lapangan.

Dukungan Masyarakat

Selain komitmen birokrasi, juga dibutuhkan dukungan dan pengawasan dari masyarakat. Nah , untuk dapat mengawasi pelayanan publik, masyarakat juga sebaiknya berinisiatif mencari informasi terlebih dulu tentang layanan yang ia urus dari sumber resmi. Persyaratannya apa, prosesnya bagaimana, berapa lama, serta biayanya berapa.

Hal ini dapat membantu untuk mengantisipasi agar tidak jadi korban penyimpangan dalam prosedur pelayanan. Jika masyarakat tidak tahu proses suatu layanan, dia akan cenderung menurut saja dengan pasrah, meskipun terkadang merasa ada yang tidak benar dalam suatu proses pelayanan. Misalnya masyarakat yang mau mengurus SIM, dan ingin tahu berapa biaya yang harus dia bayarkan, dapat membaca Peraturan Pemerintah Nomor 60/2016. Di sana masyarakat dapat mengecek berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk penerbitan SIM, dsb.

Kemudian, jika menemukan proses/permintaan di luar dari yang dipersyaratkan, atau ada pelanggaran terhadap proses pelayanan, baik itu penundaan, maupun pemungutan liar, masyarakat harus dengan tegas menolak atau setidaknya mempertanyakan. Bukannya malah menoleransi dengan dalih nominalnya hanya sedikit. Hal yang menjadi masalah bukan besar kecilnya nominal, tetapi "nilai negatif " di belakang perbuatan tersebut, yaitu "pungutan liar ". Jika hal-hal kecil tersebut ditoleransi, kejadian tersebut akan terus terjadi berulang-ulang dan akhirnya malah menjadi budaya.

Pada akhirnya, jika kita memang berniat untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik ke depan, sudah seyogianya kerja sama antarpihak ditingkatkan. Karena permasalahan klasik ini tidak hanya akan selesai dengan peran satu pihak saja. Semoga ke depan pelayanan publik di Indonesia semakin baik, dengan peran birokrasi yang bersih melayani berkolaborasi dengan masyarakat sipil yang aktif mengawasi
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4700 seconds (0.1#10.140)