Korona Terus Meningkat, Lalu Bagaimana?

Kamis, 12 Maret 2020 - 07:40 WIB
Korona Terus Meningkat, Lalu Bagaimana?
Korona Terus Meningkat, Lalu Bagaimana?
A A A
Abdurachman
Guru Besar FK Unair, Dewan Pakar IDI Jawa Timur, President Asia-Pacific International Congress of Anatomist-6

MENINGKAT dan terus meningkat. Kasus positif virus korona di Indonesia semakin bertambah. Tidak hanya laju pertumbuhan ekonomi yang harus dikoreksi tajam. Sejumlah laga besar olahraga pun harus ditunda akibat keganasan virus korona.

Ditambah lagi sejumlah aktivitas penting lain juga harus berubah jadwal. Di tengah meningkatnya jumlah kasus positif virus korona secara global, fokus aktivitas penanganan yang seimbang secara fisik dan nonfisik merupakan langkah yang sepatutnya dilakukan. Lalu bagaimana?

Opsi Sterilitas dan Imunitas
Menjadikan diri steril, terutama dari droplet/ percikan hidung, lubang saluran napas penderita korona merupakan upaya yang meluas tanpa diminta. Upaya ini paling umum dijalankan masyarakat melalui pemakaian masker (umumnya masker bedah).

Selebihnya menjaga tangan agar tetap steril, mencucinya dengan air dan sabun, serta tidak sesekali menggapai wajah dan mengusap mata dengan tangan. Bisa juga digunakan hand sanitizer. Upaya ini dilakukan serempak di seluruh dunia, terlebih World Health Organization (WHO) turut menyosialisasikan langkah pencegahan ini.

Bukti konkretnya adalah harga masker menjadi tidak wajar, setidaknya di beberapa daerah seperti Depok, Jawa Barat dan Semarang, Jawa Tengah stok habis. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampai harus mengeluarkan fatwa haram bagi siapa pun yang menumpuk masker demi mendapat keuntungan. Demikian juga hand sanitizer.

Anjuran untuk tetap tenang dari pakar virus, agar ketahanan tubuh stabil juga sudah disosialisasikan. Saran pakar lain yang juga ramai dibicarakan adalah rutin mengonsumsi empon-empon karena curcumin yang diteliti mampu meningkatkan imunitas. Kiat ini membuat melambungnya harga kunyit dan jahe di pasaran. Tampak di pinggiran pasar tradisional ibu-ibu antre membawa setumpuk bahan empon tersebut.

Opsi isolasi bagi siapa pun yang positif korona menjadi ketentuan yang pasti bagi rumah sakit rujukan di seluruh Indonesia. Pembatasan perjalanan, baik menuju atau dari daerah terinfeksi korona juga menjadi kebijakan negara. Bahkan, walau kebijakan ini memberikan dampak buruk pada pendapatan negara secara umum.

Korona dan Cinta
Di sisi lain virus korona seperti tak peduli. Korona tidak terpengaruh terhadap seluruh upaya manusia. Bahkan, seandainya vaksin korona nantinya ditemukan, pastilah korona sudah memiliki jurus jitu untuk segera bermutasi, karena virus korona memang mudah bermutasi. Ia berubah menjadi korona baru, yang tidak sesuai dengan vaksin yang telah ditemukan. Lalu bagaimana menyikapinya?

Berbagai upaya menghadang korona dilakukan, sementara itu pula penulis teringat pada kisah-kisah dalam buku international best seller, bertajuk Love, Miracle, and Medicine. Buku itu dibesut oleh Bernie Siegel. Seorang ahli bedah berkebangsaan asli Amerika. Di dalam buku itu Siegel berkisah tentang sejumlah penderita keganasan payudara di negaranya, carcinoma mamma, yang bisa sembuh sempurna bukan karena radioterapi atau pun kemoterapi, tetapi melalui terapi love, kasih sayang.

Siegel menunjukkan sebanyak 57 orang penderita keganasan payudara bisa sembuh total dari penyakitnya setelah mereka mengembangkan sikap dan perilaku kasih sayang. Perilaku itu antara lain adalah kembali ke desa, memulai bertanam, menyayang tanaman, menyayang binatang peliharaan, menyapa dan tersenyum kepada tetangga, menggapai hubungan harmonis, dengan keluarga, teman, dan masyarakat sekitar.

Singkat kata, mereka membiarkan tubuhnya dipenuhi energi positif, energi cinta, energi kasih sayang. Perilaku demikian juga dibuktikan Siegel pada beberapa penderita HIV/AIDS. Penyakit yang disebabkan oleh virus ini sangat sulit ditangani. Banyak dari mereka lalu menjadi orang-orang yang menyeru kepada kebaikan, relawan kesembuhan bagi penyakit serupa, setelah mereka sembuh total dari penyakitnya.

Rupanya Siegel sampai pada kesimpulan bahwa cinta sungguh memiliki keajaiban. Bahkan keajaiban cinta mampu membuktikan kesembuhan terhadap penyakit-penyakit yang dinilai tidak mampu diobati dengan mudah.

Beberapa Riset
Masaru Emoto (2002), peneliti The Hidden Massage in Water ini melakukan sekian banyak riset. Pakar dari Jepang ini mampu membuktikan bahwa hadirnya energi positif manusia mampu menginduksi air menjadi sempurna. Air didinginkan sampai membeku. Pada titik beku Emoto menggunakan teknik mikroskopis untuk melakukan pengirisan (slicing ).

Melalui hasil penguraian mikroskopis, Emoto menemukan ada perbedaan signifikan pada kristal air. Air diinduksi energi positif, dibiarkan sekian waktu lalu dibekukan, memberikan gambaran kristal yang terbentuk sempurna, tersusun kompleks dan indah. Sebaliknya, kristal air yang diperoleh dari air yang disimpan beberapa waktu, sambil diinduksi energi negatif terlihat gambaran kristal air yang rusak. Tidak ada kristal yang terbentuk.

Emoto juga meneliti pengaruh energi positif terhadap benda padat, yaitu nasi. Nasi yang diinduksi energi positif bisa tahan lama, tidak mudah basi. Sebaliknya, nasi yang diinduksi energi negatif cepat membusuk.

Kelompok peneliti Emotional Freedom Technique (EFT) melakukan suatu riset. Riset dilakukan kepada Rebecca Marina, Agustus 2003. Marina dikondisikan menjadi sedih. Darah tepinya dibuat hapusan. Lalu diperiksa di bawah mikroskop cahaya. Hapusan darah Marina menunjukkan gambaran sel-sel darah merah yang berbentuk "tear drop" , tidak bulat sempurna.

Darah yang berbentuk seperti tetes air mata, menimbulkan masalah pada saat melintasi pembuluh darah. Sel-sel darah merah yang berbentuk di luar normal mengganggu kelancaran aliran darah, juga menjadikan sel-sel darah merah itu pecah sebelum waktunya. Masa hidupnya singkat.

Selanjutnya, Marina diinduksi senang, bahagia sebahagia orang jatuh cinta. Hapusan darah tepi Marina menunjukkan gambaran sel-sel darah merah yang berbentuk bulat seperti cakram, bi-concave , berjarak memadai satu dan yang lain. Situasi emosional seseorang (energi seseorang) secara langsung berkorelasi dengan kondisi fisik.

Pengaruh ini pada Rebecca Marina ditunjukkan adanya perubahan bentuk pada sel-sel darahnya. Percobaan Marina dilanjutkan dengan sel-sel darah putih atau dikenal dengan sistem imun tubuh. Hasilnya serupa dengan yang diperoleh terhadap sel-sel darah merah. Energi positif seseorang meningkatkan imunitas, sebaliknya energi negatif menurunkannya.

Energi positif dipancarkan oleh orang yang memiliki sikap, perilaku, dan karakter yang baik. Energi negatif dipancarkan oleh orang yang memiliki sikap dan perilaku buruk. Siegel, Emoto dan Marina menghasilkan bukti yang sama, bahwa kasih sayang yang tulus merupakan puncak energi positif. Ia mampu menghalau penyakit setingkat kanker dan HIV/AIDS.

Jadi, di samping seluruh usaha yang telah dilakukan sejak virus korona muncul di Wuhan, upaya berperilaku positif, perilaku kasih sayang yang tulus merupakan sarana yang ampuh untuk menghindari korona, walaupun korona mudah bermutasi. Upaya kasih sayang yang tulus pasti bukan dengan jalan memborong semua masker, memborong empon-empon, karena itu merupakan perilaku egois yang justru akan melemahkan imun tubuh!
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4627 seconds (0.1#10.140)