Wacana Masyumi Reborn Dinilai sebagai Koreksi untuk Partai Islam

Kamis, 05 Maret 2020 - 08:57 WIB
Wacana Masyumi Reborn Dinilai sebagai Koreksi untuk Partai Islam
Wacana Masyumi Reborn Dinilai sebagai Koreksi untuk Partai Islam
A A A
JAKARTA - Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menganggap, wacana menghidupkan Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) dengan istilah Masyumi Reborn dengan niat mengembalikan kejayaan Masyumi era Soekarno terus disosialisasikan.

(Baca juga: Berusaha Bangkit, Partai Era Soekarno Ini Ingin Ulangi Kejayaan)

Salah satunya disuarakan mantan Politikus PPP, Ahmad Yani. "Sebagai sebuah ide membangun kembali gerakan politik masyumi sah-sah saja, tapi rancu," kata Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Kamis (5/3/2020).

Menurut Sulthan, bukankah selama ini gerakan Masyumi condong ke Partai Bulan Bintang (PBB)? Namun, faktanya PBB kurang mendapat dukungan dari rakyat. Dengan bekal basis dukungan yang relatif kecil, tentu saja efek kejut partai masyumi reborn diprediksi biasa saja.

Sulthan menyarankan, sesekali partai-partai Islam perlu koreksi diri atau 'bermuhasabah', agar melahirkan perjuangan politik kongkret keumatan yang berbeda dengan partai nasionalis.

Jika jelas perbedaannya, maka peluang kejayaan partai Islam terbuka lebar. "Akan tetapi selama ini kesalahan partai Islam ada di penentuan sikap-sikap politik. Kesan pragmatisme kekuasaan semata masih sukar dilepaskan begitu saja dari ingatan publik," ujarnya.

Alhasil lanjut dia, partai Islam tidak pernah sekalipun memenangkan pemilu, bahkan sejak zaman Soekarno. Ia mengingatkan, jangan sampai wacana partai Masyumi Reborn ini terkesan hanya sekadar menambah koleksi partai-partai Islam. Sehingga, ini justru memperkecil Masyumi itu sendiri.

"Hemat saya, masyumi sebagai sebuah gerakan politik Islam perlu terus dikampanyekan. Bukankah selama ini Ide-ide berkualitas kerap lahir dari tokoh-tokoh masyumi pada zamannya," tutur Analis Politik asal UIN Jakarta ini.

Lebih lanjut Sulthan menyatakan, dalam situasi saat ini, lebih baik arah konsolidasi politik Masyumi agar memperkuat partai-partai Islam saja yang sudah ada seperti, PBB, PPP, PKS bahkan PKB.

"Pilih mana yang cocok untuk menjadi corong perjuangan. Ingat, sejak pemilu di era reformasi partai Islam gagal menembus dua besar perolehan suara," ujarnya.

"Ini tanda bahwa politik identitas mulai ditinggalkan. Sekarang eranya menciptakan perubahan dengan tidak melihat lagi dari mana ide perubahan tersebut," imbuh Alumni S2 UGM ini.

Ditambahkan Sulthan, politik adaptif dan solutif lebih dibutuhkan generasi milenial. Memahami karakter dan kehendak pemilih itu penting agar dapat memenangkan pemilu, daripada sekedar membentuk partai yang ujung-ujungnya hanya menambah ukuran kertas suara saja.

"Berkaca pada pemilu 2019 silam, pemilih dari golongan Islam condong menentukan pilihan politiknya pada partai nasionalis. Ini bukti bahwa narasi yang ditawarkan partai nasionalis lebih diterima daripada narasi dari partai Islam," ujarnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1865 seconds (0.1#10.140)