Koalisi Partai Islam Bisa Mempengaruhi Politik Hukum Islam di DPR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana koalisi partai Islam yang digulirkan PPP dan PKS disambut positif sejumlah partai berbasis dan berasaskan Islam. Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyatakan siap mendukung secara aktif jika PPP dan PKSmenginisiasi poros atau koalisi partai-partai Islam.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, menilai gagasan koalisi partai Islam potensial memberi pengaruh dalam politik hukum Islam, khususnya di DPR.
"Koalisi partai Islam yang basisnya pada nilai atau value keislaman maka akan memberi dampak pada kebijakan politik hukum Islam di Indonesia," ujar Tholabi kepada wartawan, Jumat (16/4/2021).
Menurut dia, tanpa ikatan koalisi antarpartai Islam, kenyataannya kerja sama politik dalam kebijakan publik yang bernuansa norma hukum Islam secara alamiah terbentuk.
"Seperti saat menanggapi lampiran PP No 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang isinya terkait dengan investasi minuman keras, fraksi-fraksi Islam secara kompak menolak, padahal tidak ada ikatan kerjasama politik," tutur Tholabi.
Lebih lanjut Tholabi mengatakan, secara teoretis kerjasama partai-partai Islam itu memudahkan langkah penyusunan kebijakan hukum yang bernuansa Islam dapat masuk melalui DPR. Bahkan, kerjasama itu diyakininya akan berjalan secara signifikan karena munculnya kesadaran antarpartai islam.
Sebagai contoh, Tholabi menyebutkan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang dilandasi spirit Islam dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2021 seperti RUU Larangan Minuman Beralkohol, RUU Perlindungan Tokoh Agama, dan Simbol Agama secara teoritis akan mudah dibahas dan disahkan.
"Namun kembali pada kreativitas dan komunikasi politik fraksi Islam di DPR," ujar dosen yang juga Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia itu.
Di sisi lain, Tholabi mengingatkan kerjasama politik yang diikat oleh ikatan keislaman harus tetap mengusung isu universal, sebagaimana tertuang dalam tujuan adanya syariat atau maqashid al-syariah.
"Islam itu mendorong keadilan atau 'adalah, persamaan atau al-musawah, kebebasan atau al-hurriyah, dan kemanusiaan. Prinsip universal ini harus tetap menjadi pedoman. Dengan demikian, tidak mesti kerjasama pada RUU yang bernuansa Islam saja, tapi semua produk UU harus dilandasi nilai keislaman yang universal itu," pungkas dia.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, menilai gagasan koalisi partai Islam potensial memberi pengaruh dalam politik hukum Islam, khususnya di DPR.
"Koalisi partai Islam yang basisnya pada nilai atau value keislaman maka akan memberi dampak pada kebijakan politik hukum Islam di Indonesia," ujar Tholabi kepada wartawan, Jumat (16/4/2021).
Menurut dia, tanpa ikatan koalisi antarpartai Islam, kenyataannya kerja sama politik dalam kebijakan publik yang bernuansa norma hukum Islam secara alamiah terbentuk.
"Seperti saat menanggapi lampiran PP No 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang isinya terkait dengan investasi minuman keras, fraksi-fraksi Islam secara kompak menolak, padahal tidak ada ikatan kerjasama politik," tutur Tholabi.
Lebih lanjut Tholabi mengatakan, secara teoretis kerjasama partai-partai Islam itu memudahkan langkah penyusunan kebijakan hukum yang bernuansa Islam dapat masuk melalui DPR. Bahkan, kerjasama itu diyakininya akan berjalan secara signifikan karena munculnya kesadaran antarpartai islam.
Sebagai contoh, Tholabi menyebutkan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang dilandasi spirit Islam dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2021 seperti RUU Larangan Minuman Beralkohol, RUU Perlindungan Tokoh Agama, dan Simbol Agama secara teoritis akan mudah dibahas dan disahkan.
"Namun kembali pada kreativitas dan komunikasi politik fraksi Islam di DPR," ujar dosen yang juga Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia itu.
Di sisi lain, Tholabi mengingatkan kerjasama politik yang diikat oleh ikatan keislaman harus tetap mengusung isu universal, sebagaimana tertuang dalam tujuan adanya syariat atau maqashid al-syariah.
"Islam itu mendorong keadilan atau 'adalah, persamaan atau al-musawah, kebebasan atau al-hurriyah, dan kemanusiaan. Prinsip universal ini harus tetap menjadi pedoman. Dengan demikian, tidak mesti kerjasama pada RUU yang bernuansa Islam saja, tapi semua produk UU harus dilandasi nilai keislaman yang universal itu," pungkas dia.
(muh)