Gunakan Dua Metode, Sensus 2020 Akan Atasi Kesimpangsiuran Data
A
A
A
JAKARTA - Sensus Penduduk 2020 diharapkan dapat digunakan untuk mengoptimalkan manfaat bonus demografi yang dinikmati Indonesia. Hasil sensus penduduk yang ketujuh kalinya dalam sejarah bangsa ini juga diharapkan menjadi solusi dalam mengatasi kesimpangsiuran data kependudukan.
Sensus Penduduk 2020 dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan dua metode, daring (online ) dan wawancara langsung dengan petugas. Metode daring dilakukan secara mandiri mulai 15 Februari-31 Maret 2020. Adapun metode konvensional mulai Juli 2020 untuk masyarakat yang belum terdata secara daring.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Margo Yuwono mengatakan, Sensus Penduduk 2020 akan menjadi penentu dalam perencanaan berbagai kebijakan peme rintah ke depan. Hasil sensus tersebut akan menjadi basis data yang akurat untuk menentukan kebijakan-kebijakan pemerintah. “Inilah pentingnya sensus, untuk memotret bagaimana jumlah komposisi penduduk sehingga bisa digunakan pemerintah untuk merancang kebijakan di setiap bidang, dari kebutuhan perumahan, sekolah, guru, kesehatan, pangan, dan lainnya,” ujar Margo Yuwono dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertajuk “SP2020: Satu Data Indonesia” di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, kemarin.
Margo melanjutkan, data yang dihasilkan dari kegiatan Sensus Penduduk 2020 juga dapat digunakan sebagai acuan untuk menciptakan lapangan kerja yang baik di berbagai daerah. “Bonus demografi mulai terbuka pada 2012 dan tertutup pada 2036. Puncak bonus demografi terjadi pada 2021,” ungkapnya.
Margo Yuwono menuturkan, hasil sensus akan mengungkap jumlah lansia yang diprediksi meningkat dari 22,99 juta pada 2019 menjadi 63,31 juta atau sekitar 19,85% pada 2045.
Sensus juga tidak hanya mendapatkan informasi kapan dimulainya bonus demografi, tetapi juga apa yang harus dilakukan pemerintah.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Pungky Sumadi mengungkapkan, sensus penduduk akan mendapatkan data-data terkait kondisi penduduk seluruh Indonesia. Salah satu yang paling nyata dari sensus penduduk adalah mengetahui data kemiskinan penduduk. “Ini karena masalah di Indonesia saat ini adalah kesimpangsiuran data kemiskinan,” ungkapnya.
Selama ini masalah data kemiskinan dinilai kurang akurat sehingga harus ada kolaborasi dari pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan akurasi data ini. “Jadi, kolaborasi yang luar biasa antara data Dukcapil dan BPS untuk sensus tahun ini akan menjadi terobosan baru,” kata Pungky.
Pemerintah sebenarnya sudah menyadari pentingnya sistem satu data sejak dulu. Hal ini agar ketika merancang program bantuan langsung tunai, misalnya, semua data seragam. Faktanya, ketika bicara data, ada sekitar lima lembaga pemerintahan yang memiliki data tentang kemiskinan. “Ini menjadi masalah karena keakuratan data kemiskinan rendah. Kalau data-datanya berbeda-beda tapi tujuannya sama, akan susah,” tutur Pungky.
Data Dijamin Aman
Pada kesempatan yang sama Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) I Gede Suratha mengatakan, Sensus Penduduk 2020 akan membuat perencanaan hidup kaum milenial lebih matang. Dengan begitu, peluang sukses di masa depan akan terbuka lebih luas di berbagai sektor. “Perencanaan yang baik akan membuat kehidupan anak muda ke depan lebih baik,” ujar nya.
Pihaknya juga menjamin keamanan data yang digunakan pada Sensus Penduduk 2020 dari gangguan siber yang rawan terjadi di dunia maya karena akan menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). “Kami jamin akan aman karena dibantu keamanannya oleh lembaga BSSN,” katanya.
Menurut dia, lembaga tersebut akan mengecek setiap aplikasi yang digunakan sebagai medium Sensus Penduduk 2020. Tujuannya, dengan mengaman setiap detail informasi yang terdiri atas data diri supaya tidak bocor ke ranah publik. “Jangan sampai ada data bocor karena BSSN memeriksa aplikasi-aplikasi yang dibangun untuk pencatatan sipil,” imbuhnya.
Terkait keamanan data, Margo Yuwono menambahkan bahwa sistem dan infrastruktur sensus sudah diuji dengan melibatkan sejumlah pihak. Para ahli dari kalangan akademisi hingga biro statistik dari negara lain, dalam hal ini Australia, sebagai acuan. “Khusus Australia ini kita jadikan contoh karena mereka pernah melakukannya dan mengalami kegagalan. Dari situ kita adopsi sistem mana yang andal dan mana yang lemah, lalu kita perbaiki,” ujarnya.
Margo menambahkan, sensus tahun ini tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Ada 54 negara yang juga melakukan sensus. Amerika Serikat, China, Jepang, Singapura, Malaysia, Filipina, dan lainnya. “Dan ini rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ini berlaku untuk seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia,” kata Margo.
Sementara itu, Gede Suratha menambahkan, seluruh registrasi penduduk yang dimiliki oleh Kemendagri sudah diserahkan untuk dikelola oleh BPS. Informasi pribadi tersebut menyangkut 266 juta warga negara Indonesia yang akan menjadi modal utama dalam melakukan Sensus Penduduk 2020. “Sebanyak hampir 267 juta data sudah diserahkan November tahun lalu kepada BPS,” ujarnya.
Sensus Penduduk 2020 merupakan terobosan baru BPS dengan menerapkan metode kombinasi konvensional (door to door) dengan metode berbasis registrasi (online) administrasi penduduk. Data administrasi yang tersedia pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri akan dikombinasikan dengan pencacahan lapangan.
Dengan demikian, data kependudukan yang dihasilkan nantinya tidak hanya didapatkan secara de jure berdasarkan administrasi dan kartu keluarga, tetapi juga secara de facto berdasarkan tempat tinggal dan kondisi kehidupan penduduk. (Oktiani Endarwati/Binti Mufaridah)
Sensus Penduduk 2020 dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan dua metode, daring (online ) dan wawancara langsung dengan petugas. Metode daring dilakukan secara mandiri mulai 15 Februari-31 Maret 2020. Adapun metode konvensional mulai Juli 2020 untuk masyarakat yang belum terdata secara daring.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Margo Yuwono mengatakan, Sensus Penduduk 2020 akan menjadi penentu dalam perencanaan berbagai kebijakan peme rintah ke depan. Hasil sensus tersebut akan menjadi basis data yang akurat untuk menentukan kebijakan-kebijakan pemerintah. “Inilah pentingnya sensus, untuk memotret bagaimana jumlah komposisi penduduk sehingga bisa digunakan pemerintah untuk merancang kebijakan di setiap bidang, dari kebutuhan perumahan, sekolah, guru, kesehatan, pangan, dan lainnya,” ujar Margo Yuwono dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertajuk “SP2020: Satu Data Indonesia” di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, kemarin.
Margo melanjutkan, data yang dihasilkan dari kegiatan Sensus Penduduk 2020 juga dapat digunakan sebagai acuan untuk menciptakan lapangan kerja yang baik di berbagai daerah. “Bonus demografi mulai terbuka pada 2012 dan tertutup pada 2036. Puncak bonus demografi terjadi pada 2021,” ungkapnya.
Margo Yuwono menuturkan, hasil sensus akan mengungkap jumlah lansia yang diprediksi meningkat dari 22,99 juta pada 2019 menjadi 63,31 juta atau sekitar 19,85% pada 2045.
Sensus juga tidak hanya mendapatkan informasi kapan dimulainya bonus demografi, tetapi juga apa yang harus dilakukan pemerintah.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Pungky Sumadi mengungkapkan, sensus penduduk akan mendapatkan data-data terkait kondisi penduduk seluruh Indonesia. Salah satu yang paling nyata dari sensus penduduk adalah mengetahui data kemiskinan penduduk. “Ini karena masalah di Indonesia saat ini adalah kesimpangsiuran data kemiskinan,” ungkapnya.
Selama ini masalah data kemiskinan dinilai kurang akurat sehingga harus ada kolaborasi dari pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan akurasi data ini. “Jadi, kolaborasi yang luar biasa antara data Dukcapil dan BPS untuk sensus tahun ini akan menjadi terobosan baru,” kata Pungky.
Pemerintah sebenarnya sudah menyadari pentingnya sistem satu data sejak dulu. Hal ini agar ketika merancang program bantuan langsung tunai, misalnya, semua data seragam. Faktanya, ketika bicara data, ada sekitar lima lembaga pemerintahan yang memiliki data tentang kemiskinan. “Ini menjadi masalah karena keakuratan data kemiskinan rendah. Kalau data-datanya berbeda-beda tapi tujuannya sama, akan susah,” tutur Pungky.
Data Dijamin Aman
Pada kesempatan yang sama Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) I Gede Suratha mengatakan, Sensus Penduduk 2020 akan membuat perencanaan hidup kaum milenial lebih matang. Dengan begitu, peluang sukses di masa depan akan terbuka lebih luas di berbagai sektor. “Perencanaan yang baik akan membuat kehidupan anak muda ke depan lebih baik,” ujar nya.
Pihaknya juga menjamin keamanan data yang digunakan pada Sensus Penduduk 2020 dari gangguan siber yang rawan terjadi di dunia maya karena akan menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). “Kami jamin akan aman karena dibantu keamanannya oleh lembaga BSSN,” katanya.
Menurut dia, lembaga tersebut akan mengecek setiap aplikasi yang digunakan sebagai medium Sensus Penduduk 2020. Tujuannya, dengan mengaman setiap detail informasi yang terdiri atas data diri supaya tidak bocor ke ranah publik. “Jangan sampai ada data bocor karena BSSN memeriksa aplikasi-aplikasi yang dibangun untuk pencatatan sipil,” imbuhnya.
Terkait keamanan data, Margo Yuwono menambahkan bahwa sistem dan infrastruktur sensus sudah diuji dengan melibatkan sejumlah pihak. Para ahli dari kalangan akademisi hingga biro statistik dari negara lain, dalam hal ini Australia, sebagai acuan. “Khusus Australia ini kita jadikan contoh karena mereka pernah melakukannya dan mengalami kegagalan. Dari situ kita adopsi sistem mana yang andal dan mana yang lemah, lalu kita perbaiki,” ujarnya.
Margo menambahkan, sensus tahun ini tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Ada 54 negara yang juga melakukan sensus. Amerika Serikat, China, Jepang, Singapura, Malaysia, Filipina, dan lainnya. “Dan ini rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ini berlaku untuk seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia,” kata Margo.
Sementara itu, Gede Suratha menambahkan, seluruh registrasi penduduk yang dimiliki oleh Kemendagri sudah diserahkan untuk dikelola oleh BPS. Informasi pribadi tersebut menyangkut 266 juta warga negara Indonesia yang akan menjadi modal utama dalam melakukan Sensus Penduduk 2020. “Sebanyak hampir 267 juta data sudah diserahkan November tahun lalu kepada BPS,” ujarnya.
Sensus Penduduk 2020 merupakan terobosan baru BPS dengan menerapkan metode kombinasi konvensional (door to door) dengan metode berbasis registrasi (online) administrasi penduduk. Data administrasi yang tersedia pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri akan dikombinasikan dengan pencacahan lapangan.
Dengan demikian, data kependudukan yang dihasilkan nantinya tidak hanya didapatkan secara de jure berdasarkan administrasi dan kartu keluarga, tetapi juga secara de facto berdasarkan tempat tinggal dan kondisi kehidupan penduduk. (Oktiani Endarwati/Binti Mufaridah)
(ysw)