Ketua MPR Minta Masyarakat Waspadai Penipuan Berkedok Kerajaan
A
A
A
JAKARTA - Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai modus yang menjurus penipuan dan tindak pidana lainnya dari berbagai orang yang mengatasnamakan sebagai pendiri kerajaan atau keraton tertentu.
Menurutnya, pondasi masyarakat Nusantara pada masa pra-kemerdekaan memang terdiri dari berbagai kerajaan/keraton. Namun menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, raja-raja se-Nusantara telah mendeklarasikan dirinya melebur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Baca juga: Pengacara Pendiri Negara Rakyat Nusantara Ajukan Penangguhan Penahanan )
”Setelah Indonesia merdeka, praktis tidak ada lagi pembentukan kerajaan/keraton baru karena seluruh elemen masysrakat menyatu dalam NKRI,” ujar Bamsoet menanggapi maraknya kemunculan Keraton/Kerajaan di Jakarta, Jumat (31/1/2020).
Dikatakan Bamsoet, keraton yang sudah ada sejak pra-kemerdekaan dan turut membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia, seperti Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat; Keraton Kasunanan Surakarta di Solo; maupun Keraton Kasepuhan Cirebon di Cirebon, dan masih banyak lainnya, kini menjadi tempat melestarikan adat dan budaya lokal, serta peninggalan bersejarah lainnya, tanpa ada kekuasaan politik.
”Hanya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat saja karena ada keistimewaan yang diberikan melalui undang-undang. Rajanya punya kekuasaan politik dan pemerintahan menjadi Gubernur Yogyakarta,” ujar Bamsoet.
Menurutnya, jika ada orang yang mendirikan keraton/kerajaan dan mendeklarasikan dirinya sebagai raja, apalagi dengan meminta sumbangan kepada masyarakat, patut diduga ia sedang menjalankan penipuan. “Alih-alih melestarikan adat dan budaya, orang seperti ini justru mencoreng nama baik keraton/kerajaan yang sejak dulu sudah berkiprah demi Indonesia,” urainya.
Keraton/kerajaan yang sudah berdiri sejak pra-kemerdekaan Indonesia dan sampai saat ini masih eksis, kata Bamsoet, mereka tergabung dalam berbagai wadah. Misalnya, Forum Silaturahmi Keraton se-Nusantara (FSKN) yang dibentuk pada 2006 atas fasilitas Kementerian Budaya dan Pariwisata, maupun Majelis Agung Raja Sultan (MARS) Indonesia yang dikukuhkan Kementerian Dalam Negeri pada 2017.
Wakil Ketua Umum SOKSI ini juga mengapresiasi langkah cepat kepolisian yang telah mengamankan berbagai orang yang berdalih mendirikan keraton/kerajaan, namun sebenarnya sedang melakulan penipuan publik. Seperti Sunda Empire dan Keraton Agung Sejagat. (Baca juga: Video tentang Negara Rakyat Nusantara Disebut Hanya untuk Penelitian )
”Jika polisi tak bergerak cepat, khawatir kedua keraton/kerajaan fiktif tersebut mendatangkan preseden buruk bagi masyarakat. Lama-lama bisa muncul berbagai keraton/kerajaan dengan argumentasi pendirian yang sumir. Yang pada akhirnya, masyarakatlah yang menjadi korban. Baik sebagai korban penipuan finansial maupun penipuan sejarah," pungkas Bamsoet.
Menurutnya, pondasi masyarakat Nusantara pada masa pra-kemerdekaan memang terdiri dari berbagai kerajaan/keraton. Namun menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, raja-raja se-Nusantara telah mendeklarasikan dirinya melebur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Baca juga: Pengacara Pendiri Negara Rakyat Nusantara Ajukan Penangguhan Penahanan )
”Setelah Indonesia merdeka, praktis tidak ada lagi pembentukan kerajaan/keraton baru karena seluruh elemen masysrakat menyatu dalam NKRI,” ujar Bamsoet menanggapi maraknya kemunculan Keraton/Kerajaan di Jakarta, Jumat (31/1/2020).
Dikatakan Bamsoet, keraton yang sudah ada sejak pra-kemerdekaan dan turut membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia, seperti Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat; Keraton Kasunanan Surakarta di Solo; maupun Keraton Kasepuhan Cirebon di Cirebon, dan masih banyak lainnya, kini menjadi tempat melestarikan adat dan budaya lokal, serta peninggalan bersejarah lainnya, tanpa ada kekuasaan politik.
”Hanya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat saja karena ada keistimewaan yang diberikan melalui undang-undang. Rajanya punya kekuasaan politik dan pemerintahan menjadi Gubernur Yogyakarta,” ujar Bamsoet.
Menurutnya, jika ada orang yang mendirikan keraton/kerajaan dan mendeklarasikan dirinya sebagai raja, apalagi dengan meminta sumbangan kepada masyarakat, patut diduga ia sedang menjalankan penipuan. “Alih-alih melestarikan adat dan budaya, orang seperti ini justru mencoreng nama baik keraton/kerajaan yang sejak dulu sudah berkiprah demi Indonesia,” urainya.
Keraton/kerajaan yang sudah berdiri sejak pra-kemerdekaan Indonesia dan sampai saat ini masih eksis, kata Bamsoet, mereka tergabung dalam berbagai wadah. Misalnya, Forum Silaturahmi Keraton se-Nusantara (FSKN) yang dibentuk pada 2006 atas fasilitas Kementerian Budaya dan Pariwisata, maupun Majelis Agung Raja Sultan (MARS) Indonesia yang dikukuhkan Kementerian Dalam Negeri pada 2017.
Wakil Ketua Umum SOKSI ini juga mengapresiasi langkah cepat kepolisian yang telah mengamankan berbagai orang yang berdalih mendirikan keraton/kerajaan, namun sebenarnya sedang melakulan penipuan publik. Seperti Sunda Empire dan Keraton Agung Sejagat. (Baca juga: Video tentang Negara Rakyat Nusantara Disebut Hanya untuk Penelitian )
”Jika polisi tak bergerak cepat, khawatir kedua keraton/kerajaan fiktif tersebut mendatangkan preseden buruk bagi masyarakat. Lama-lama bisa muncul berbagai keraton/kerajaan dengan argumentasi pendirian yang sumir. Yang pada akhirnya, masyarakatlah yang menjadi korban. Baik sebagai korban penipuan finansial maupun penipuan sejarah," pungkas Bamsoet.
(kri)