Wabah dan Diplomasi

Rabu, 29 Januari 2020 - 06:43 WIB
Wabah dan Diplomasi
Wabah dan Diplomasi
A A A
Dinna Wisnu PhDPraktisi dan Pengajar Hubungan Internasional@dinnawisnu

WABAH penyakit seperti yang terjadi di China dapat menimbulkan ketegangan diplomasi apabila tidak diselesaikan dengan baik. Urusan virus korona menjadi perhatian warga dunia dalam satu bulan terakhir karena daya tularnya yang sangat cepat antarmanusia.

Penyebaran virus yang penularannya sudah masuk dalam kategori manusia ke manusia dapat lebih mudah menular dan tersebar karena mobilitas manusia yang pada hari ini lebih cepat dibandingkan dengan flu Spanyol yang menginfeksi lebih dari 500 juta orang dan membunuh 50 juta orang pada 1918-1919.

Boin, Hart, Stern, dan Sundelius (2005) mengatakan ada empat tahap yang perlu dilakukan pemimpin ketika menghadapi krisis. Pertama adalah sense-making. Pada tahap ini pemimpin perlu memahami sifat, keparahan, dan kemungkinan konsekuensi dari krisis yang sedang berlangsung.

Pada tahap ini Pemerintah China telah belajar dari kasus SARS pada 2002. SARS atau Sindrom Pernafasan Akut Parah adalah penyakit pernapasan yang juga disebabkan oleh coronavirus SARS (SARS-CoV) yang terjadi antara November 2002 dan Juli 2003.Para ilmuwan China melacak asal-usul SARS dan menemukan bahwa virus itu berpindah melalui perantaraan musang (mamalia kecil seperti kucing) hingga kelelawar penghuni tapal kuda di Provinsi Yunnan di China Selatan, yang berbatasan dengan Myanmar.
Kasus SARS pada 2002 baru dipahami konsekuensi seriusnya dapat menyebabkan kematian oleh Pemerintah China lima bulan setelah kasus pertama yang mematikan terjadi. Sikap pemerintah pada virus korona Wuhan jauh lebih cepat yaitu kurang satu bulan setelah kasus pertama yang terjadi di pertengahan Desember 2019. Meskipun masih dirasa belum cepat karena telah menimbulkan dua korban kematian dari 45 kasus dalam waktu dua minggu dan sekarang meroket menjadi 106 dari 4.400 kasus yang ditemukan.

Tahap kedua adalah decision-making yaitu tahap menetapkan di mana kejadian atau krisis terjadi, siapa yang bertanggung jawab, apa, dan kapan bagaimana strategi atau reaksi terhadap krisis harus disepakati. Pada tahap ini Pemerintah China masih berupaya untuk lari dari tanggung jawab. Kritik kurang cepatnya sentimen dari krisis dari pandemik flu ini diarahkan oleh pemerintah pusat China kepada pemerintah daerah Wuhan.

Hal ini terungkap dari berita-berita utama media nasional dan disertai dengan pengakuan dari wali Kota Wuhan yang mengatakan bahwa penanganan memang relatif lambat. Sejumlah forum diskusi online dan media sosial yang mempersoalkan merebaknya virus misterius dengan menaikkan hastag #wuhanSARS dibungkam oleh penyedia layanan tersebut.

Pemerintah pusat China mulai sulit mengendalikan isu merebaknya virus ini setelah ditemukan kasus serupa di Hong Kong. Pemerintah pusat kemudian mengakui bahwa memang terjadi kasus seperti SARS di Wuhan.

Keputusan untuk menyatakan kejadian di Wuhan sebagai pandemik tentu tidak mudah karena berimplikasi pada ekonomi dan kredibilitas China. Hal ini telah terjadi kepada jaringan industri yang terkait dengan pariwisata mulai dari hotel hingga transportasi angkutan udara.

Sejumlah hotel-hotel besar seperti Hilton, Marriott, Accor, dan InterContinental telah mengumumkan akan membebaskan biaya pembatalan hingga 8 Februari. Beberapa maskapai penerbangan termasuk Garuda juga telah mengurangi dan membatalkan perjalanan ke Wuhan dan beberapa provinsi di China walaupun daerah tersebut tidak terjangkiti oleh wabah virus tersebut.

Pendapatan per kapita Wuhan saja hampir mencapai USD250 miliar atau kira-kira seukuran Vietnam atau Portugal. PDB itu setara dengan 2,5% PDB Tiongkok. Wuhan adalah kota terbesar dan terpadat di China Tengah di Provinsi Hubei.

Kota ini terkenal karena terletak di sisi Sungai Yangtze, suasananya yang romantis dan kaya seni, merupakan kota tua peninggalan Inggris tempat perdagangan terkenal pada masanya. Kita dapat membayangkan bahwa krisis ini akan mengganggu perekonomian karena kota ini tergantung dari pariwisata dan rekreasi, manufaktur, dan pendidikan.

Tahap ketiga adalah membangun narasi atau memproduksi makna dengan mempertimbangkan harapan masyarakat. Pemerintah China berusaha untuk memenuhi harapan dunia dengan memberikan kesan positif bahwa mereka bertanggung jawab dalam mengelola wabah ini.

Misalnya, Pemerintah China melalui jaringan berita dan media sosial memberitakan langkah cepat tanggap untuk menanggulangi wabah virus ini. Mereka misalnya telah membangun rumah sakit yang dinamakan Huoshenshan atau Fire God Mountain Hospital yang ditargetkan selesai dalam dua minggu.

Rumah sakit tersebut akan memiliki 1.000 tempat tidur dan akan dibangun empat rumah sakit serupa. Mereka juga telah mengisolasi penduduk Wuhan agar tidak bepergian termasuk menutup “wet market” atau pasar tempat menyembelih hewan untuk langsung diperjualbelikan di tempat.

Narasi ini pada awalnya telah berhasil meyakinkan WHO untuk tidak menyatakan virus korona Wuhan sebagai a public health emergency of international concern (PHEIC). PHEIC adalah sebuah istilah teknis yang dipakai untuk menandai terjadinya “krisis kesehatan” yang serius, tidak biasa, atau tidak terduga.

Krisis itu harus memiliki risiko kesehatan masyarakat ke negara lain melalui penyebarannya secara internasional sehingga membutuhkan atau diramalkan memerlukan koordinasi respons internasional yang segera dan cepat. Apabila WHO mendeklarasikan status itu, maka WHO mendapat mandat untuk mengoordinasikan respons itu dengan berbagai cara, termasuk dengan mengeluarkan rekomendasi tentang apakah negara-negara harus memberlakukan pembatasan perdagangan dan perjalanan.

WHO mengatakan bahwa virus korona Wuhan belum dapat dinyatakan sebagai PHEIC karena menganggap sedikitnya kasus yang terjadi di luar negeri, adanya tindakan pencegahan yang kuat termasuk di China. Pendapat ini yang kemudian dikritisi oleh banyak pihak sehingga WHO pada Senin (27/1) mengoreksi pendapat mereka sebelumnya.

WHO menjelaskan bahwa mereka telah menyatakan “salah” dalam laporan sebelumnya pada Kamis, Jumat, dan Sabtu bahwa risiko global “moderat”. WHO saat ini menilai bahwa wabah virus adalah risiko yang sangat tinggi di China, dan risikonya juga tinggi secara regional dan global. Meski demikian, masih menjadi tanda tanya mengapa penilaian itu tidak menjadi alasan untuk mendeklarasikan PHIEC.

Apakah keputusan WHO dipengaruhi oleh China saja atau oleh beberapa negara? Banyak perekonomian negara yang akan terpengaruh apabila krisis di China dinyatakan menjadi krisis global.

Contoh negara tetangga kita, Australia. Wabah virus ini dapat berpotensi buruk bagi perekonomian Australia karena akan memengaruhi hingga 20.000 pekerjaan di bisnis kecil dan pendidikan tinggi di mana banyak warga China menjadi turis dan pelajar.

Warga China membuka bisnis atau membayar studi di sana sehingga ada kekhawatiran bahwa wabah virus ini bisa menghapus potensi USD2,3 miliar dari ekonomi Australia yang masih berjuang bertahan pascabencana kekeringan dan kebakaran hutan. Saya tidak mengatakan bahwa Australia yang memengaruhi WHO, tetapi hanya sebagai contoh ada sebagian negara yang sangat menggantungkan perekonomiannya pada China sehingga akan kesulitan bila WHO mengumumkan krisis kesehatan global.

Tahap keempat adalah terminasi atau penutupan sebuah krisis yang meliputi respons politis dan operasional terhadap krisis. Pemerintah China belum masuk dalam tahap ini karena bahaya virus korona masih belum dapat dikontrol sepenuhnya.

Ada pelajaran menarik dari kejadian ini yakni bahwa Pemerintah China ingin menunjukkan pada dunia segala hal yang dilakukannya untuk menanggulangi masalah, baik melalui jalur diplomasi, jalur penanganan kesehatan, isolasi kota, menutup pasar, sampai membangun rumah sakit secara cepat. Kita masih perlu terus mencermati bagaimana Pemerintah China nanti, terutama menghadapi kritik dari negara-negara lain.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5968 seconds (0.1#10.140)