Menunggu Pansus Jiwasraya

Jum'at, 24 Januari 2020 - 06:00 WIB
Menunggu Pansus Jiwasraya
Menunggu Pansus Jiwasraya
A A A
KASUS dugaan korupsi dan penyimpangan dana nasabah di Asuransi Jiwasraya terus bergulir. Kasus dengan nilai kerugian negara yang ditaksir Kejaksaan Agung (Kejagung) sebesar Rp13,7 triliun itu, juga membuat derita para nasabahnya. Tentu sangat penting untuk menyelamatkan uang negara dan dana nasabah yang diselewengkan. Juga menjadi hal yang penting untuk membuat BUMN itu kembali sehat dengan tidak mengesampingkan penegakan hukum yang perlu ditegakkan dengan tanpa pandang bulu.

Skandal Jiwasraya mendapat perhatian serius DPR RI. Bahkan, awal bulan ini lima fraksi di DPR yakni Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai NasDem, Fraksi PKS, dan Fraksi Demokrat sepakat untuk membentuk panitia khusus (pansus) yang akan membahas Jiwasraya. Namun, satu per satu rontok dan kini tinggal Fraksi Demokrat saja yang tetap tegas ingin membentuk pansus.

Mayoritas fraksi di DPR kini sepakat skandal Jiwasraya hanya diselesaikan melalui panitia kerja (panja). DPR berdalih tak ingin mengganggu proses penegakan hukum yang dijalankan Kejagung dan Polri. DPR juga beralasan tak ingin mengganggu pemerintah dalam upaya menyehatkan Jiwasraya.

Padahal, melalui pansus bisa diketahui dengan jelas apa sebenarnya yang terjadi di perusahaan asuransi pelat merah ini, sehingga DPR bisa memberikan rekomendasi yang memiliki "daya tekan" kepada pemerintah untuk membuat kebijakan baru ataupun mengambil langkah-langkah konkret dalam rangka mengembalikan kerugian negara dan dana nasabah. Rekomendasi panja juga bisa disalurkan kepada lembaga-lembaga yang memang punya otoritas atau kewenangan untuk mengambil keputusan strategis.

Berbeda dengan panja, yang hanya bekerja dengan mengumpulkan informasi, memeriksa, lalu menghasilkan keputusan yang nantinya hanya akan menjadi rekomendasi ke komisi terkait di DPR. Sejatinya, dalam penyelesaian skandal keuangan yang merugikan negara dengan nilai besar, DPR tercatat beberapa kali membentuk pansus.

Saat mencuatnya kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 2001 lalu misalnya, melalui Sidang Paripurna, DPR membentuk Pansus BLBI yang bertujuan meningkatkan recovery rate aset-aset yang dikelola Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) saat itu. Maksud dari dibentuknya pansus itu sendiri untuk meminimalkan kerugian yang diderita negara. Dalam skandal BLBI itu, mengacu pada audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara diperkirakan mencapai Rp138 triliun.

Rekomendasi Pansus BLBI membuat mantan petinggi BBPN yang sudah dibubarkan hampir satu dekade silam harus mempertanggungjawabkan keputusannya di pengadilan, meskipun akhirnya lolos dai jeratan hukum.

Bukan hanya Pansus BLBI, DPR juga membentuk pansus terkait skandal Bailout Bank Century yang diduga merugikan negara Rp6,8 triliun. Skandal Century bermula dari krisis yang terjadi Oktober hingga November 2008, salah satunya dampak dari kondisi perekonomian global yang tidak menentu saat itu. Alasan melakukan bailout karena apa yang menimpa Bank Century akan berdampak sistemik dan berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Belakangan, diketahui ada penyimpangan yang merugikan negara dalam proses bailout tersebut.

Di skandal Century, pansus memberikan rekomendasi Dewan Gubernur BI dan pejabat di Komite Kebijakan Sektor Keuangan saat kasus itu terjadi bertanggung jawab. Alhasil, beberapa pejabat Bank Indonesia harus menghuni hotel prodeo, juga salah satu petinggi Bank Century.

Skandal di lembaga keuangan bank ataupun nonbank disinyalir melibatkan banyak pihak dengan strategi tingkat tinggi. Adanya permainan yang sangat canggih dari para oknum pejabat di internal perusahaan membuat terjadinya fraud terlambat untuk dideteksi. Namun demikian, dengan adanya pansus, seperti yang sudah dilakukan untuk skandal BLBI dan Century, masyarakat menjadi tahu siapa sebenarnya yang salah dan harus bertanggung jawab.

Hingga kini skandal Jiwasraya belum terurai secara jelas, meskipun masyarakat sudah mendapatkan informasi ke mana dana dari Jiwasraya mengalir. BPK pun sudah memberikan pemaparan soal skandal terbesar di industri asuransi itu. Namun, perincian ataupun data-data yang lengkap dan jelas tidak pernah diungkapkan kepada masyarakat. Yang pasti, Jiwasraya diketahui menempatkan investasinya pada saham-saham perusahaan dengan kinerja tidak baik. Salah satunya pada saham PT Inti Agri Resources Tbk, perusahaan yang bergerak dalam bidang budi daya, distribusi, dan perdagangan ikan arwana. Dana Jiwasraya yang ditempatkan di perusahaan itu nilainya fantastis, mencapai Rp6 triliun.

Berkaca dari kasus BLBI dan Bank Century, alangkah lebih baik jika penanganan kasus Jiwasraya mendapat prioritas tinggi, termasuk oleh DPR. Selain agar kasus tersebut tidak menguap dan terjadi lagi di masa depan, juga untuk mengembalikan lagi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan baik bank maupun nonbank. (*)
(jon)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4028 seconds (0.1#10.140)