Artis dan Ancaman Narkoba
A
A
A
Kasus artis terlibat narkoba tak pernah berhenti. Penangkapan artis Ibra Azhari beberapa hari lalu menjadi bukti betapa sulitnya orang keluar dari jebakan barang haram tersebut. Hukum yang tidak tegas dan menggiurkannya bisnis narkoba dinilai menjadi pemicu maraknya peredaran narkoba di Tanah Air. Tanpa good will dan upaya total dari pemerintah serta aparat hukum, pemberantasan narkoba di Indonesia tak akan pernah berhasil.
Ibra Azhari contoh kasus pelaku residivis narkoba. Dia telah empat kali ditangkap aparat hukum dalam kasus yang sama. Keterlaluan memang. Di kalangan artis ada beberapa yang kembali terjerumus mengonsumsi narkoba. Misalnya Polo, Jupiter Fortissimo, Roy Marten, dan sejumlah artis lainnya. Bahkan, ada di antara artis yang tak hanya menjadi pengguna, melainkan juga berbisnis narkoba. Misalnya Zul Zivilia yang ditangkap di apartemen Jakarta Utara dengan barang bukti 9,54 kg sabu-sabu dan ekstasi 24.000 butir. Pada 2019 saja, ada banyak artis ditangkap karena narkoba mulai dari pelawak Srimulat Tri Retno Prayudati alias Nunung, pencipta lagu Yanto Sari, selebriti Instagram Reva Alexa, artis FTV Agung Saudaga alias Agung Saga, dan masih banyak lagi.
Menariknya adalah mengapa artis ini gampang sekali masuk dalam kehidupan narkoba? Ada sejumlah faktor. Pertama, gaya hidup yang glamor. Kehidupan yang mewah dengan banyak harta membuat para artis sangat rawan terjerat masalah narkoba. Kedua, tuntutan kerja yang berlebihan. Banyak artis bekerja hampir 24 jam karena banyaknya tawaran di berbagai acara, baik televisi, main film, hingga program off air . Hal itulah yang menjadi alasan kebanyakan mereka menggunakan narkoba untuk menjaga stamina dan agar terus merasa lebih baik.
Ketiga, menghindari stres. Persaingan yang tinggi dalam dunia hiburan secara tidak langsung membuat tingkat stres tinggi di kalangan para artis. Mereka takut kehilangan pasar karena digantikan artis lainnya yang mungkin lebih muda atau lebih berbakat. Narkoba dinilai mampu membuat para pemakainya bisa membuat tenang. Keempat, maraknya peredaran narkoba. Sudah menjadi rahasia umum peredaran narkoba di Indonesia sangat tinggi. Harus diakui bahwa di Indonesia sangat gampang membeli narkoba. Apalagi di kota besar seperti Jakarta. Mulai di lokasi hiburan malam hingga rumah biasa.
Kasus artis adalah secuil dari jutaan pengguna narkoba di Indonesia yang harus mendapatkan perhatian serius. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), data pengguna narkoba di Indonesia antara 4-4,5 juta jiwa. Bahkan menurut survei mereka bersama LIPI, ada sekitar 2,3 juta siswa dan mahasiswa pernah menggunakan narkoba. Angka yang sangat besar!
Pemerintah memang telah menetapkan Indonesia darurat narkoba sejak 1971. Tapi, status kedaruratan tersebut ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberantasan narkoba. Bahkan, kalau mau jujur peredaran narkoba justru makin masif terjadi di segala lini dan masuk pada kehidupan masyarakat. Mengapa? Karena pemerintah dan aparat hukum kurang serius. Hukuman terhadap pelaku masih terbilang sangat rendah. Misalnya yang baru saja terjadi Mahkamah Agung (MA) menggunting vonis bandar narkoba di Jambi dari 10 tahun menjadi 1 tahun penjara. Memang ada beberapa yang sampai divonis mati. Namun, sekali lagi, eksekusinya pun terkatung-katung. Ada banyak terpidana mati narkoba yang masih belum dieksekusi meski sudah berkekuatan hukum tetap. Ada apa ini? Belum lagi banyak bisnis narkoba yang dikendalikan dari dalam penjara.
Ringannya hukuman dan tidak tegasnya pemerintah serta aparat hukum dalam menangani kasus narkoba menjadi penyebab utama makin maraknya peredaran narkoba di Indonesia. Selain merenggut nyawa 30 orang yang terdampak, kerugian secara ekonomi juga besar. Tahun 2018 saja, misalnya, BNN menyebut potensi kerugian ekonomi mencapai Rp74,4 triliun.
Karena itu, berbagai fakta di atas seharusnya tak boleh dianggap sebelah mata. Pemerintah harus segera sadar bahwa bahaya narkoba perlahan tapi pasti sudah merusak sendi kehidupan bangsa ini. Indonesia bisa meniru Malaysia dan Singapura yang sangat tegas terhadap kejahatan narkoba. Kita bisa meniru semangat Filipina dalam menumpas kejahatan narkoba.
Namun, kita tidak bisa mengandalkan pemberantasan narkoba pada pemerintah dan aparat hukum saja. Butuh peran serta masyarakat untuk menghilangkan narkoba melalui pengawasan dan pembinaan di lingkungan masing-masing. Ingat, narkoba ada di sekitar kita. Ayo kita mulai dari diri kita untuk berkata tidak pada narkoba.
Ibra Azhari contoh kasus pelaku residivis narkoba. Dia telah empat kali ditangkap aparat hukum dalam kasus yang sama. Keterlaluan memang. Di kalangan artis ada beberapa yang kembali terjerumus mengonsumsi narkoba. Misalnya Polo, Jupiter Fortissimo, Roy Marten, dan sejumlah artis lainnya. Bahkan, ada di antara artis yang tak hanya menjadi pengguna, melainkan juga berbisnis narkoba. Misalnya Zul Zivilia yang ditangkap di apartemen Jakarta Utara dengan barang bukti 9,54 kg sabu-sabu dan ekstasi 24.000 butir. Pada 2019 saja, ada banyak artis ditangkap karena narkoba mulai dari pelawak Srimulat Tri Retno Prayudati alias Nunung, pencipta lagu Yanto Sari, selebriti Instagram Reva Alexa, artis FTV Agung Saudaga alias Agung Saga, dan masih banyak lagi.
Menariknya adalah mengapa artis ini gampang sekali masuk dalam kehidupan narkoba? Ada sejumlah faktor. Pertama, gaya hidup yang glamor. Kehidupan yang mewah dengan banyak harta membuat para artis sangat rawan terjerat masalah narkoba. Kedua, tuntutan kerja yang berlebihan. Banyak artis bekerja hampir 24 jam karena banyaknya tawaran di berbagai acara, baik televisi, main film, hingga program off air . Hal itulah yang menjadi alasan kebanyakan mereka menggunakan narkoba untuk menjaga stamina dan agar terus merasa lebih baik.
Ketiga, menghindari stres. Persaingan yang tinggi dalam dunia hiburan secara tidak langsung membuat tingkat stres tinggi di kalangan para artis. Mereka takut kehilangan pasar karena digantikan artis lainnya yang mungkin lebih muda atau lebih berbakat. Narkoba dinilai mampu membuat para pemakainya bisa membuat tenang. Keempat, maraknya peredaran narkoba. Sudah menjadi rahasia umum peredaran narkoba di Indonesia sangat tinggi. Harus diakui bahwa di Indonesia sangat gampang membeli narkoba. Apalagi di kota besar seperti Jakarta. Mulai di lokasi hiburan malam hingga rumah biasa.
Kasus artis adalah secuil dari jutaan pengguna narkoba di Indonesia yang harus mendapatkan perhatian serius. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), data pengguna narkoba di Indonesia antara 4-4,5 juta jiwa. Bahkan menurut survei mereka bersama LIPI, ada sekitar 2,3 juta siswa dan mahasiswa pernah menggunakan narkoba. Angka yang sangat besar!
Pemerintah memang telah menetapkan Indonesia darurat narkoba sejak 1971. Tapi, status kedaruratan tersebut ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberantasan narkoba. Bahkan, kalau mau jujur peredaran narkoba justru makin masif terjadi di segala lini dan masuk pada kehidupan masyarakat. Mengapa? Karena pemerintah dan aparat hukum kurang serius. Hukuman terhadap pelaku masih terbilang sangat rendah. Misalnya yang baru saja terjadi Mahkamah Agung (MA) menggunting vonis bandar narkoba di Jambi dari 10 tahun menjadi 1 tahun penjara. Memang ada beberapa yang sampai divonis mati. Namun, sekali lagi, eksekusinya pun terkatung-katung. Ada banyak terpidana mati narkoba yang masih belum dieksekusi meski sudah berkekuatan hukum tetap. Ada apa ini? Belum lagi banyak bisnis narkoba yang dikendalikan dari dalam penjara.
Ringannya hukuman dan tidak tegasnya pemerintah serta aparat hukum dalam menangani kasus narkoba menjadi penyebab utama makin maraknya peredaran narkoba di Indonesia. Selain merenggut nyawa 30 orang yang terdampak, kerugian secara ekonomi juga besar. Tahun 2018 saja, misalnya, BNN menyebut potensi kerugian ekonomi mencapai Rp74,4 triliun.
Karena itu, berbagai fakta di atas seharusnya tak boleh dianggap sebelah mata. Pemerintah harus segera sadar bahwa bahaya narkoba perlahan tapi pasti sudah merusak sendi kehidupan bangsa ini. Indonesia bisa meniru Malaysia dan Singapura yang sangat tegas terhadap kejahatan narkoba. Kita bisa meniru semangat Filipina dalam menumpas kejahatan narkoba.
Namun, kita tidak bisa mengandalkan pemberantasan narkoba pada pemerintah dan aparat hukum saja. Butuh peran serta masyarakat untuk menghilangkan narkoba melalui pengawasan dan pembinaan di lingkungan masing-masing. Ingat, narkoba ada di sekitar kita. Ayo kita mulai dari diri kita untuk berkata tidak pada narkoba.
(pur)