Penjelasan PDIP Terkait Isu yang Diangkat di Rakernas I
A
A
A
JAKARTA - Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengakui isu 'jalur rempah' yang diangkat dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I sekaligus HUT PDIP ke-47 menentang arus.
Hasto juga menyebut isu itu tidak seksi dalam konteks politik nasional. Namun demikan, Hasto menyadari sepenuhnya bahwa politik nasional tidak melulu bicara politik elektoral dan perebutan kekuasaan.
"Di mana media lebih suka melihat sesuatu yang bertarung berhadap-hadapan, meributkan gagasan-gagasan yang bisa memecah belah bangsa. Kami justru melihat bangsa kita sebenarnya lebih butuh gagasan yang menggelorakan kemajuan dan semangat berdikari," kata Hasto saat membuka diskusi sebagai rangkaian acara acara menuju peringatan HUT ke-47 dan Rakernas I, Senin (23/12/2019).
Untuk itu, PDIP mengajak semua pihak kembali ke politik nasional dengan mengangkat isu-isu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia seperti rempah dan kuliner. Pesan politik ini sebagaimana yang ditulis Presiden RI pertama, Soekarno dengan bukunya 'Mustika Rasa' di sana diuraikan ribuan resep makanan yang cita rasa khas Indonesia.
"Saking kayanya, bahkan makanan terenak di dunia versi CNN.com itu adalah rendang. Dan nomor dua adalah nasi goreng. Dan keduanya dari Indonesia," ujarnya.
Berbicara topik demikian akan membuat rakyat Indonesia mengingat lagi, bahwa kayu cendana, kayu manis, pala, kapulaga, cengkeh, dan lainnya, merupakan potensi pengembangan hulu hilir dapat hadir sebagai keuanggulan produk nusantara.
"Aroma cendana misalnya, ini memiliki fungsi healing, menyembuhkan. Jadi ketika jalanan macet, pusing mendengar Taman Ismail Marzuki dibangun hotel tanpa mengingat kebudayaan kerakyatan, aromanya bisa menyembuhkan," kata Hasto sambil tersenyum.
Dengan mengangkat tema yang tidak mainstream sama sekali seperti itu, kata Hasto, pihaknya justru sedang berusaha mengajak Indonesia untuk melihat keluar. Ada pesan kuat bahwa daripada terus ribut di dalam negeri sendiri, saling mencaci dan mengkafirkan, Indonesia justru butuh kemajuan untuk bisa bersaing di tingkat dunia.
"Maka kami mengajak untuk outward looking," imbuhnya.
Lewat kajian jalur rempah, PDIP ingin mengajak masyarakat melihat politik dari aspek substansi kekuatan sumber daya sendiri. Ke depan, yang disasar adalah bukan ukuran kemakmuran berdasarkan indeks Bank Dunia, namun kemampuan riil masyarakat untuk hidup sehari-hari.
"Kita memilih tanah subur, cuaca yang mendukung. Maka berpolitik bagi kami adalah dalam pengertian membumi, bagaimana membentuk kehidupan kita berdasar apa yang kita punya itu," kata Hasto.
"Jadi ilmu yang kita gali bukan ilmu ke Mars, tapi bagaimana mengolah rempah dan sumber daya kita dengan berbasis ilmu dan teknologi kita sendiri. Dan kami mencari ruang berpolitik bukan berantam demi kekuasaan. Jadi politik yang substansi," tegas pria asal Yogyakarta itu.
Untuk diketahui, mayoritas ajang rapat kerja partai politik di Indonesia memang banyak menyangkut isu kekuasaan dan bagi-bagi jabatan. PDIP memang tercatat sebagai parpol yang pertama kali mengangkat isu seperti jalur rempah ini.
Diskusi itu sendiri bertema "Potensi Rempah Nusantara untuk Kemajuan Indonesia", dilaksanakan di Kantor DPP PDI Perjuangan Jln Diponegoro 58, Jakarta Pusat. Hadir sebagai narasumber adalah Prihasto Setyanto dari Kementerian Pertanian, Devita Agus dari Mustika Ratu, dan Fadly Rahman dari Universitas Padjajaran. Hadir juga Ketua DPP PDIP Sri Rahayu.
Hasto juga menyebut isu itu tidak seksi dalam konteks politik nasional. Namun demikan, Hasto menyadari sepenuhnya bahwa politik nasional tidak melulu bicara politik elektoral dan perebutan kekuasaan.
"Di mana media lebih suka melihat sesuatu yang bertarung berhadap-hadapan, meributkan gagasan-gagasan yang bisa memecah belah bangsa. Kami justru melihat bangsa kita sebenarnya lebih butuh gagasan yang menggelorakan kemajuan dan semangat berdikari," kata Hasto saat membuka diskusi sebagai rangkaian acara acara menuju peringatan HUT ke-47 dan Rakernas I, Senin (23/12/2019).
Untuk itu, PDIP mengajak semua pihak kembali ke politik nasional dengan mengangkat isu-isu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia seperti rempah dan kuliner. Pesan politik ini sebagaimana yang ditulis Presiden RI pertama, Soekarno dengan bukunya 'Mustika Rasa' di sana diuraikan ribuan resep makanan yang cita rasa khas Indonesia.
"Saking kayanya, bahkan makanan terenak di dunia versi CNN.com itu adalah rendang. Dan nomor dua adalah nasi goreng. Dan keduanya dari Indonesia," ujarnya.
Berbicara topik demikian akan membuat rakyat Indonesia mengingat lagi, bahwa kayu cendana, kayu manis, pala, kapulaga, cengkeh, dan lainnya, merupakan potensi pengembangan hulu hilir dapat hadir sebagai keuanggulan produk nusantara.
"Aroma cendana misalnya, ini memiliki fungsi healing, menyembuhkan. Jadi ketika jalanan macet, pusing mendengar Taman Ismail Marzuki dibangun hotel tanpa mengingat kebudayaan kerakyatan, aromanya bisa menyembuhkan," kata Hasto sambil tersenyum.
Dengan mengangkat tema yang tidak mainstream sama sekali seperti itu, kata Hasto, pihaknya justru sedang berusaha mengajak Indonesia untuk melihat keluar. Ada pesan kuat bahwa daripada terus ribut di dalam negeri sendiri, saling mencaci dan mengkafirkan, Indonesia justru butuh kemajuan untuk bisa bersaing di tingkat dunia.
"Maka kami mengajak untuk outward looking," imbuhnya.
Lewat kajian jalur rempah, PDIP ingin mengajak masyarakat melihat politik dari aspek substansi kekuatan sumber daya sendiri. Ke depan, yang disasar adalah bukan ukuran kemakmuran berdasarkan indeks Bank Dunia, namun kemampuan riil masyarakat untuk hidup sehari-hari.
"Kita memilih tanah subur, cuaca yang mendukung. Maka berpolitik bagi kami adalah dalam pengertian membumi, bagaimana membentuk kehidupan kita berdasar apa yang kita punya itu," kata Hasto.
"Jadi ilmu yang kita gali bukan ilmu ke Mars, tapi bagaimana mengolah rempah dan sumber daya kita dengan berbasis ilmu dan teknologi kita sendiri. Dan kami mencari ruang berpolitik bukan berantam demi kekuasaan. Jadi politik yang substansi," tegas pria asal Yogyakarta itu.
Untuk diketahui, mayoritas ajang rapat kerja partai politik di Indonesia memang banyak menyangkut isu kekuasaan dan bagi-bagi jabatan. PDIP memang tercatat sebagai parpol yang pertama kali mengangkat isu seperti jalur rempah ini.
Diskusi itu sendiri bertema "Potensi Rempah Nusantara untuk Kemajuan Indonesia", dilaksanakan di Kantor DPP PDI Perjuangan Jln Diponegoro 58, Jakarta Pusat. Hadir sebagai narasumber adalah Prihasto Setyanto dari Kementerian Pertanian, Devita Agus dari Mustika Ratu, dan Fadly Rahman dari Universitas Padjajaran. Hadir juga Ketua DPP PDIP Sri Rahayu.
(maf)