Kota dan Ruang Interaksi

Kamis, 05 Desember 2019 - 07:15 WIB
Kota dan Ruang Interaksi
Kota dan Ruang Interaksi
A A A
PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus menata sejumlah kawasan Ibu Kota demi menciptakan ruang kota yang nyaman bagi warga. Khusus penataan wilayah Kemang di Jakarta Selatan, Pemprov DKI mendesainnya menjadi kawasan urban yang dinamis dan berkarakter.

Ini cukup berbeda dengan kawasan lain yang sebelumnya juga ditata. Selain trotoar Kemang diperlebar agar nyaman bagi pejalan kaki, di kawasan elite ini juga akan disiapkan spot-spot untuk kegiatan street art performance. Penataan Kemang bertujuan agar kawasan ini bisa menjadi ruang publik yang nyaman bagi warga untuk berinteraksi.

Kebijakan penataan wilayah seperti Kemang dan kawasan lainnya di Ibu Kota memang sudah selayaknya, karena Jakarta perlu memiliki banyak ruang publik umum. Ruang publik yang dimaksud tentu yang nyaman dan menarik serta bebas diakses oleh semua kalangan. Mengapa penataan kawasan perkotaan dan penciptaan ruang publik yang nyaman penting?

Di tengah berbagai problem sosial yang menghimpit warga kota, di antaranya kemacetan, polusi udara, masalah sampah, dan pengangguran, memang seharusnya tersedia banyak ruang hiburan bagi warga Jakarta. Semakin berkembang kota, maka ruang bermain dan berkreativitas juga semakin dibutuhkan. Megapolitan seperti Jakarta yang terus tumbuh secara fisik memang keniscayaan yang tidak terelakkan.

Kita bisa melihat gedung pencakar langit, pusat-pusat perbelanjaan, moda transportasi modern yang saat ini ada di Jakarta. Infrastruktur seperti itu menjadi simbol kemajuan sebuah kota. Namun, pertumbuhan fisik kota tentu perlu pula dibarengi dengan penyediaan sarana yang bisa membahagiakan warganya.

Di sinilah perlunya ruang publik dan fasilitas umum yang baik. Jakarta memang sudah banyak menyediakan ruang publik lain berupa mal dan wahana tempat berekreasi. Namun, ruang publik seperti ini umumnya milik privat, berbayar, sehingga tidak semua warga bisa mengaksesnya.

Pemprov DKI tampaknya menyadari minimnya ruang publik umum untuk berinteraksi ini. Maka itu, dalam dua tahun terakhir, Pemprov DKI terlihat cukup gencar menyediakannya secara bertahap. Itu di mulai dengan merevitalisasi trotoar, seperti di kawasan Jalan Thamrin-Sudriman, dan Cikini.

Meski baru menyentuh sebagian kecil kawasan di Jakarta, cukup terlihat warga kota menikmati perubahan yang terjadi. Pejalan kaki kini merasa lebih nyaman karena trotoar yang rapi dan lebar. Sebelumnya, perubahan fungsi kawasan Monas menjadi ruang publik dari sebelumnya taman kota, juga berdampak baik. Dengan berstatus ruang publik, Monas kini lebih mudah digunakan oleh warga untuk berbagai kegiatan, baik bertema olahraga, sosial, maupun seni dan budaya.

Salah satu yang cukup tampak dari kebijakan Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan adalah penyediaan ruang publik dan penyediaan fasilitas umum. Dalam model yang berbeda, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat menjabat gubernur juga melakukan hal yang sama.

Hanya bedanya, Ahok lebih fokus pada penyediaan ruang publik bagi anak-anak berupa Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Ada ratusan RPTRA yang dibangun dan berdiri di hampir setiap kelurahan. Selain jadi tempat bermain anak, RPTRA juga jadi sarana warga setempat menggelar berbagai kegiatan.

Bagi anak, ruang seperti ini sangat penting. Kita tahu bermain adalah bagian penting dari perkembangan anak yang akan mendukung pembentukan keterampilan hidupnya ketika ia masa dewasa. Di tempat umum seperti itu, anak akan belajar bekerja, berorganisasi, dan membangun solidaritas. Anak juga bisa belajar tentang soal ketekunan jiwa, keterampilan sosial, kemandirian, hingga menumbuhkan rasa percaya diri.

Di era Anies, pembangunan RPTRA tetap diprogramkan meskipun tidak semasif di zaman Ahok. Meskipun berbeda, yang dilakukan oleh dua gubernur ini sama, yakni membangun fasilitas publik yang nyaman bagi warga. Pada tahun-tahun mendatang, Pemprov DKI Jakarta perlu didorong agar merevitalisasi lebih banyak lagi kawasan. Masih banyak wilayah yang trotoarnya belum tersentuh penataan dan pelebaran.
Ruang terbuka hijau juga perlu terus ditumbuhkan hingga mencapai 30% wilayah kota sebagaimana disyaratkan undang-undang. Tidak kalah penting, membangun kawasan bermain dan berekspresi seperti halnya di Kemang.

Mendorong pembangunan ruang publik tentu tidak lupa mengingatkan pentingnya aspek lingkungan. Di Kemang misalnya, daerah ini sering dilanda banjir saat musim hujan. Seyogianya penataan kota yang berjalan tidak hanya mementingkan keindahan, tetapi juga harus memperhitungkan aspek lingkungan.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8293 seconds (0.1#10.140)