Banyak Perda Hambat Investasi, Kemendagri Dorong Legislative Review
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus berupaya meningkatkan kualitas Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang ramah investasi.
”Maping akan terus dilakukan. Simultan dengan itu, Perda dan Perkada yang sudah teridentifikasi akan dilakukan review yang hasilnya akan disampaikan ke daerah. Selanjutnya daerah diminta segera melakukan perbaikan atau pencabutan sesuai dengan mekanisme yang ada,” ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah (OTDA) Akmal Malik di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Menurutnya, langkah tersebut perlu dilakukan mengingat kewenangan pembatalan Perda telah dicabut oleh MK berdasarkan putusan Nomor 137 Tahun 2015 dan Nomor 56 Tahun 2016. Selain itu, lanjut Akmal, untuk meminimalisir obesitas perda dan perkada, Kemendagri menetapkan analisis kebutuhan perda (AKP) dalam pembentukan program perda.
”AKP merupakan suatu metode untuk membentuk propemperda berbasiskan kebutuhan riil, termasuk investasi. Dengan demikian, propemperda yang dibentuk tidak lagi berdasarkan jumlah, tapi lebih ditekankan pada kualitas,” tandasnya.
Saat ditanya daerah atau provinsi mana yang paling banyak perda dan perkadanya tumpang tindih, Akmal mengatakan, pihaknya tengah menginventarisir hal tersebut. ”Sedang didata, jadi masih dalam proses pengumpulan data perda seluruh provinsi, termasuk kabupaten/kota. Kalau data sudah terkumpul, baru dilakukan review materi muatannya. Kami sedang mendata perda-perda tumpang tindih."
"Tapi secara umum bisa disampaikan bahwa perda-perda itu dibentuk karena ada perintah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan sejak 2015 kami cukup selektif dalam pelaksanaan fasilitasi rancangan perda maupun perkada,” sambungnya.
Akmal juga menegaskan bahwa Kemendagri tidak punya kapasitas untuk membatalkan suatu peraturan yang dibuat daerah. ”Sekali lagi, Kemendagri tidak punya wewenang untuk membatalkan Perda. Kita sifatnya hanya mendorong daerah melakukan legislative review terhadap perda-perda yang telah ditetapkan,” paparnya.
”Maping akan terus dilakukan. Simultan dengan itu, Perda dan Perkada yang sudah teridentifikasi akan dilakukan review yang hasilnya akan disampaikan ke daerah. Selanjutnya daerah diminta segera melakukan perbaikan atau pencabutan sesuai dengan mekanisme yang ada,” ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah (OTDA) Akmal Malik di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Menurutnya, langkah tersebut perlu dilakukan mengingat kewenangan pembatalan Perda telah dicabut oleh MK berdasarkan putusan Nomor 137 Tahun 2015 dan Nomor 56 Tahun 2016. Selain itu, lanjut Akmal, untuk meminimalisir obesitas perda dan perkada, Kemendagri menetapkan analisis kebutuhan perda (AKP) dalam pembentukan program perda.
”AKP merupakan suatu metode untuk membentuk propemperda berbasiskan kebutuhan riil, termasuk investasi. Dengan demikian, propemperda yang dibentuk tidak lagi berdasarkan jumlah, tapi lebih ditekankan pada kualitas,” tandasnya.
Saat ditanya daerah atau provinsi mana yang paling banyak perda dan perkadanya tumpang tindih, Akmal mengatakan, pihaknya tengah menginventarisir hal tersebut. ”Sedang didata, jadi masih dalam proses pengumpulan data perda seluruh provinsi, termasuk kabupaten/kota. Kalau data sudah terkumpul, baru dilakukan review materi muatannya. Kami sedang mendata perda-perda tumpang tindih."
"Tapi secara umum bisa disampaikan bahwa perda-perda itu dibentuk karena ada perintah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan sejak 2015 kami cukup selektif dalam pelaksanaan fasilitasi rancangan perda maupun perkada,” sambungnya.
Akmal juga menegaskan bahwa Kemendagri tidak punya kapasitas untuk membatalkan suatu peraturan yang dibuat daerah. ”Sekali lagi, Kemendagri tidak punya wewenang untuk membatalkan Perda. Kita sifatnya hanya mendorong daerah melakukan legislative review terhadap perda-perda yang telah ditetapkan,” paparnya.
(kri)