Sanksi Tegas bagi Pelanggar Jalur Sepeda
A
A
A
TERHITUNG mulai hari ini seluruh pengguna kendaraan bermotor di Kota Jakarta yang melintas di jalur sepeda akan dikenai denda tilang. Ancaman dendanya cukup besar, yakni Rp500.000 untuk pengguna mobil dan Rp250.000 untuk pengguna sepeda motor. Ini berlaku akumulatif setiap harinya jika pelanggar tidak segera membayar dendanya.
Bahkan denda tidak hanya dalam bentuk uang. Mengacu pada Pasal 284 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat ancaman pidana kurungan bagi pengguna kendaraan bermotor yang kedapatan masuk jalur sepeda.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan aturan ini menyusul terbitnya Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 128 Tahun 2019 tentang Penyediaan Jalur Sepeda pada 20 November 2019. Denda tilang berlaku setelah dilakukan sosialisasi dan uji coba jalur sepeda selama sebulan lamanya, yakni dari 20 Oktober hingga 19 November 2019. Jalur sepeda di Ibu Kota terdapat di 17 titik, membentang sepanjang 63 km.
Jika Jakarta ingin mendapatkan predikat sebagai kota ramah sepeda sebagaimana kota-kota besar lain di dunia, aturan memang harus ditegakkan. Salah satu faktor penyebab penggunaan sepeda sebagai alat transportasi di Jakarta belum masif adalah jalur yang tidak steril dari motor dan mobil.
Kesadaran pengendara motor dan mobil untuk menaati aturan masih rendah sehingga tak jarang membahayakan pengguna sepeda. Saatnya Jakarta meniru kota-kota besar di dunia yang sangat menghargai hak pesepeda di jalan raya. Majalah Travelounge pada 2012 pernah membuat peringkat kota-kota dunia yang ramah sepeda. Kota terbaik di antaranya Amsterdam, Berlin, Chicago, Kopenhagen, Paris, Perth, dan Ottawa.
Ambil contoh Berlin. Kota di Jerman ini bahkan boleh disebut menjadikan pesepeda sebagai raja jalan raya dengan menyediakan jalur yang lebar dan steril. Kebiasaan bersepeda pun menjadi bagian gaya hidup warga kota.
Sedikitnya 400.000 warga Berlin mengayuh sepeda ke tempat kerja setiap harinya. Perbandingannya, dari 1.000 penduduk Berlin, 710 orang di antaranya adalah pengayuh sepeda. Panjang jalur sepeda di kota ini pun hampir sepuluh kali lipat dari Jakarta, yakni mencapai 620 km. Saking nyamannya bersepeda di Berlin, turis yang datang ke kota ini bisa berkeliling kota menggunakan sepeda sewaan.
Membandingkan Jakarta dengan Berlin dan kota lain di dunia memang masih terlalu jauh. Namun dengan adanya niat Pemprov DKI menjadikan Jakarta sebagai kota ramah sepeda, hal itu perlu didukung. Warga kota memang perlu didorong untuk lebih sering bersepeda karena manfaatnya baik bagi kesehatan, selain hemat biaya.
Kebiasaan bersepeda juga akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang kita tahu menjadi penyumbang kemacetan di jalan raya. Semakin banyak warga yang beralih ke sepeda juga membuat udara lebih sehat karena emisi gas buang kendaraan bermotor jadi berkurang.
Hal yang terpenting sekarang ini adalah konsistensi dalam menegakkan aturan. Tindakan tegas bagi pelanggar jalur sepeda, termasuk memaksanya membayar denda, akan menciptakan efek jera. Namun sebelum berbicara penegakan aturan, Pemprov DKI juga perlu memastikan rambu-rambu atau penanda jalur sepeda mudah dikenali.
Pada masa awal penindakan ini jalur sepeda bahkan perlu diberi batas yang jelas. Selain memberi warna hijau pada jalur sepeda, pembatas berupa cone yang dipasangi tali sebaiknya dipasang membentang di sepanjang jalur sepeda. Pembatas tali tersebut akan membiasakan pengendara bermotor tidak melanggar jalur, termasuk jika cone nanti dihilangkan.
Hal yang tak kalah penting adalah penyediaan fasilitas lain yang dibutuhkan oleh pesepeda. Fasilitas dimaksud antara lain tempat parkir sepeda, rambu-rambu atau petunjuk khusus bagi pesepeda, dan kamar mandi khusus. Kamar mandi sangat penting, terutama bagi pekerja kantoran, karena mereka perlu membersihkan diri sebelum beraktivitas.
Sudahkah setiap kantor, khususnya instansi pemerintah, menyediakan kamar mandi khusus bagi pesepeda ini? Tanpa adanya fasilitas seperti yang disebutkan, tetap akan sulit untuk mengajak warga kota, khususnya kalangan pekerja, untuk menggunakan sepeda ke tempat kerja. Jadi kebijakan menerapkan sanksi tegas terhadap pelanggar jalur sepeda harus pula dibarengi dengan penyediaan fasilitas yang nyaman bagi pesepeda. Jika dua hal ini bisa dilaksanakan secara konsisten, impian untuk melihat Jakarta sebagai kota ramah sepeda pada saatnya akan terwujud.
Bahkan denda tidak hanya dalam bentuk uang. Mengacu pada Pasal 284 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat ancaman pidana kurungan bagi pengguna kendaraan bermotor yang kedapatan masuk jalur sepeda.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan aturan ini menyusul terbitnya Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 128 Tahun 2019 tentang Penyediaan Jalur Sepeda pada 20 November 2019. Denda tilang berlaku setelah dilakukan sosialisasi dan uji coba jalur sepeda selama sebulan lamanya, yakni dari 20 Oktober hingga 19 November 2019. Jalur sepeda di Ibu Kota terdapat di 17 titik, membentang sepanjang 63 km.
Jika Jakarta ingin mendapatkan predikat sebagai kota ramah sepeda sebagaimana kota-kota besar lain di dunia, aturan memang harus ditegakkan. Salah satu faktor penyebab penggunaan sepeda sebagai alat transportasi di Jakarta belum masif adalah jalur yang tidak steril dari motor dan mobil.
Kesadaran pengendara motor dan mobil untuk menaati aturan masih rendah sehingga tak jarang membahayakan pengguna sepeda. Saatnya Jakarta meniru kota-kota besar di dunia yang sangat menghargai hak pesepeda di jalan raya. Majalah Travelounge pada 2012 pernah membuat peringkat kota-kota dunia yang ramah sepeda. Kota terbaik di antaranya Amsterdam, Berlin, Chicago, Kopenhagen, Paris, Perth, dan Ottawa.
Ambil contoh Berlin. Kota di Jerman ini bahkan boleh disebut menjadikan pesepeda sebagai raja jalan raya dengan menyediakan jalur yang lebar dan steril. Kebiasaan bersepeda pun menjadi bagian gaya hidup warga kota.
Sedikitnya 400.000 warga Berlin mengayuh sepeda ke tempat kerja setiap harinya. Perbandingannya, dari 1.000 penduduk Berlin, 710 orang di antaranya adalah pengayuh sepeda. Panjang jalur sepeda di kota ini pun hampir sepuluh kali lipat dari Jakarta, yakni mencapai 620 km. Saking nyamannya bersepeda di Berlin, turis yang datang ke kota ini bisa berkeliling kota menggunakan sepeda sewaan.
Membandingkan Jakarta dengan Berlin dan kota lain di dunia memang masih terlalu jauh. Namun dengan adanya niat Pemprov DKI menjadikan Jakarta sebagai kota ramah sepeda, hal itu perlu didukung. Warga kota memang perlu didorong untuk lebih sering bersepeda karena manfaatnya baik bagi kesehatan, selain hemat biaya.
Kebiasaan bersepeda juga akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang kita tahu menjadi penyumbang kemacetan di jalan raya. Semakin banyak warga yang beralih ke sepeda juga membuat udara lebih sehat karena emisi gas buang kendaraan bermotor jadi berkurang.
Hal yang terpenting sekarang ini adalah konsistensi dalam menegakkan aturan. Tindakan tegas bagi pelanggar jalur sepeda, termasuk memaksanya membayar denda, akan menciptakan efek jera. Namun sebelum berbicara penegakan aturan, Pemprov DKI juga perlu memastikan rambu-rambu atau penanda jalur sepeda mudah dikenali.
Pada masa awal penindakan ini jalur sepeda bahkan perlu diberi batas yang jelas. Selain memberi warna hijau pada jalur sepeda, pembatas berupa cone yang dipasangi tali sebaiknya dipasang membentang di sepanjang jalur sepeda. Pembatas tali tersebut akan membiasakan pengendara bermotor tidak melanggar jalur, termasuk jika cone nanti dihilangkan.
Hal yang tak kalah penting adalah penyediaan fasilitas lain yang dibutuhkan oleh pesepeda. Fasilitas dimaksud antara lain tempat parkir sepeda, rambu-rambu atau petunjuk khusus bagi pesepeda, dan kamar mandi khusus. Kamar mandi sangat penting, terutama bagi pekerja kantoran, karena mereka perlu membersihkan diri sebelum beraktivitas.
Sudahkah setiap kantor, khususnya instansi pemerintah, menyediakan kamar mandi khusus bagi pesepeda ini? Tanpa adanya fasilitas seperti yang disebutkan, tetap akan sulit untuk mengajak warga kota, khususnya kalangan pekerja, untuk menggunakan sepeda ke tempat kerja. Jadi kebijakan menerapkan sanksi tegas terhadap pelanggar jalur sepeda harus pula dibarengi dengan penyediaan fasilitas yang nyaman bagi pesepeda. Jika dua hal ini bisa dilaksanakan secara konsisten, impian untuk melihat Jakarta sebagai kota ramah sepeda pada saatnya akan terwujud.
(cip)