Tak Setuju Staf Khusus Jadi Permanen, Refly Harun: Cukup Dikasih Honor
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyayangkan keputusan Presiden Jokowi memilih 7 staf khusus dari kalangan millennial . Seharusnya yang dipilih merupakan ahli di bidangnya yang tidak diikat jam kerja.
"Padahal pekerjaan mereka hanya memberikan opini dan pendapat saja. Kalau hanya itu, lebih baik presiden dibantu oleh ahli-ahli yang tidak perlu diikat oleh jam kerja, cukup diikat kode etik, tidak perlu diberikan kompensasi puluhan juta. Cukup diberikan honor ketika pendapat mereka diminta, tapi mimbar akademik mereka tidak boleh diganggu," ujar Refly dalam diskusi di kawasan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
Dia menambahkan, tentu beban anggaran negara lebih besar dan beban stafsus lebih tinggi dalam kehidupan sehari-hari. (Baca juga: Jokowi Perkenalkan Tujuh Staf Khusus Baru Generasi Milenial)
"Tentu nanti akan diikuti dengan fasilitas seperti lazimnya. Padahal tidak setiap saat pendapat mereka diperlukan. Menurut saya tidak perlu dipermanenkan, kalau koordinator stafsus mungkin bisa ada," jelasnya.
Refly menilai, anak-anak muda alias milenial yang jadi stafsus Presiden Jokowi banyak dari kalangan yang mampu. Menurutnya, belum tentu stafsus millennial itu mampu memberikan masukan.
"Belum tentu presiden dapat masukan yang sesuai, mereka kan belum tentu ahli dalam bidangnya. Presiden juga tidak butuh pendapat mereka setiap hari dan setiap saat. Lebih baik presiden melibatkan mereka dalam waktu-waktu tertentu saja saat dibutuhkan," ungkapnya.
Oleh karena itu, Refly juga meminta Presiden Jokowi tegas dalam memberikan gaji bagi stafsus millennial. Sebab uang yang diberikan untuk menggaji stafsus millennial dari uang rakyat. (Baca juga: PAN: Stafsus Presiden Kontradiktif dengan Efisiensi Anggaran)
"Karena ini baru, kita lihat perkembangannya. Presiden juga harus bisa menghitung uang yang dikeluarkan sesuai enggak sama manfaat yang dihasilkan oleh mereka. Soalnya ini uang rakyat," tuturnya.
Mengacu pada Pasal 5 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 144 Tahun 2015, maka seorang staf khusus presiden akan menerima pendapatan Rp51 juta per bulan. Termasuk di dalamnya gaji pokok, tunjangan kinerja, dan tunjangan pajak penghasilan.
"Padahal pekerjaan mereka hanya memberikan opini dan pendapat saja. Kalau hanya itu, lebih baik presiden dibantu oleh ahli-ahli yang tidak perlu diikat oleh jam kerja, cukup diikat kode etik, tidak perlu diberikan kompensasi puluhan juta. Cukup diberikan honor ketika pendapat mereka diminta, tapi mimbar akademik mereka tidak boleh diganggu," ujar Refly dalam diskusi di kawasan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
Dia menambahkan, tentu beban anggaran negara lebih besar dan beban stafsus lebih tinggi dalam kehidupan sehari-hari. (Baca juga: Jokowi Perkenalkan Tujuh Staf Khusus Baru Generasi Milenial)
"Tentu nanti akan diikuti dengan fasilitas seperti lazimnya. Padahal tidak setiap saat pendapat mereka diperlukan. Menurut saya tidak perlu dipermanenkan, kalau koordinator stafsus mungkin bisa ada," jelasnya.
Refly menilai, anak-anak muda alias milenial yang jadi stafsus Presiden Jokowi banyak dari kalangan yang mampu. Menurutnya, belum tentu stafsus millennial itu mampu memberikan masukan.
"Belum tentu presiden dapat masukan yang sesuai, mereka kan belum tentu ahli dalam bidangnya. Presiden juga tidak butuh pendapat mereka setiap hari dan setiap saat. Lebih baik presiden melibatkan mereka dalam waktu-waktu tertentu saja saat dibutuhkan," ungkapnya.
Oleh karena itu, Refly juga meminta Presiden Jokowi tegas dalam memberikan gaji bagi stafsus millennial. Sebab uang yang diberikan untuk menggaji stafsus millennial dari uang rakyat. (Baca juga: PAN: Stafsus Presiden Kontradiktif dengan Efisiensi Anggaran)
"Karena ini baru, kita lihat perkembangannya. Presiden juga harus bisa menghitung uang yang dikeluarkan sesuai enggak sama manfaat yang dihasilkan oleh mereka. Soalnya ini uang rakyat," tuturnya.
Mengacu pada Pasal 5 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 144 Tahun 2015, maka seorang staf khusus presiden akan menerima pendapatan Rp51 juta per bulan. Termasuk di dalamnya gaji pokok, tunjangan kinerja, dan tunjangan pajak penghasilan.
(shf)