BNPT: Hasil Pemetaan Wilayah, 10 Provinsi Target Aksi Teror
A
A
A
JAKARTA - Sepuluh wilayah provinsi di tanah air rawan menjadi target aksi terorisme. Sepuluh provinsi ini didominasi oleh wilayah-wilayah dengan jumlah penduduk yang relatif padat. Kesepuluh provinsi rawan teror tersebut adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Selain mengincar wilayah-wilayah dengan jumlah penduduk besar, aksi teror juga mengincar titik-titik strategis yakni wilayah ibu kota, kantor pemerintahan, kantor kepolisian, obyek wisata, dan obyek vital lainnya.
“Dari hasil pemetaan wilayah yang kami lakukan ada 10 provinsi dan beberapa titik strategis yang diincar oleh pelaku teror sebagai tempat aksi,” ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius, dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR, di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin. Dia menjelaskan BNPT terus mendalami modus-modus pergerakan sel terorisme. Khususnya, setelah insiden ledakan bom di Medan, Sumatera Utara (Sumut) beberapa waktu lalu.
“Jadi sekarang ini kita masih bekerjasama terus sama Densus 88. Kan sudah 70 lebih kan diambil, jadi sekarang dari satu sel itu nereka sekarang tentunya akan hati-hati bergerak. Mereka bergerak kelompok-kelompok dan dia tidak bunyiin, dan kalau bunyi pasti akan segera diambil oleh kelompok dan bertemu baru mereka mendiskusikan hal semacam itu,” katanya.
Suhardi menuturkan, itu merupakan contoh modus-modus baru yang harus diwaspadai. Dan pihaknya terus memonitor sel sel itu serta modus-modus yang terus berubah. Itu semua akan terus diwaspadai. “Tapi yang paling penting adalah mindset itu masih ada harus kita waspadai, ini perlu serta masyarakat semuanya,” ujar Suhardi.
Selain itu, Suhardi merasa bersyukur karena dirinya bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sudah dipanggil oleh Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Sehingga, lintas kementerian/lembaga (K/L) akan terus bergerak aktif dan BNPT nanti akan bergerak sebagai koordinator. “Nanti kita akan bertindak sebagai koordinator lagi. Ini harapan kita sebetulnya BNPT semua kementrian aktif,” imbuh Suhardi.
Terlebih, dia menambahkan, Mendagri juga sudah membuat perintah untuk jajaran institusinya sampai ke tingkat RT/RW bahwa mereka semua punya kewajiban perihal terorisme ini, bukan sekedar awarness atau kesadaran saja.
“Artinya, mereka (aparat pemerintahan desa) juga punya tindak kewajiban jangan cuma nggak punya awarnes, wajib melaporkan ketika ada hal yang tidak lazim atau membahayakan. Itu harus cepat dikomunikasikan dengan aparat. Itu bagian daripada kita punya imunitas, megaktifkan lagi agar program bnpt sampai ke semua, kan kita kadang terbatas,” ujarnya.
Selain itu, Suhardi menambahkan, ada dua tindakan yang dilakukan oleh BNPT. Pertama, BNPT bergerak di bidang pencegahan yang ditindakannya dibantu oleh Densus 88 bersama Deputi II BNPT. Lalu, BNPT memonitor dan itu dilakukan oleh bidang pencegahan agar bagaimana masyarakat memiliki resilience atau imunitas terhadap terorisme.
“Kan sudah sekian lama ini kita diamkan. Contohnya pasca reformasi pendidikan karakter bangsa sudah mulai hilang semuanya. Padahal kita punya sejarah kelam dengan DITII, Kahar Muzakar dan sebagainya, dan sebagainya, itu kan sleeping cell l. Nah inilah hasilnya kita ke balikan lagi buruh waktu memang, tapu kita harus tepat untuk ini. Yang paling penting adalah bagaimana K/L itu bisa sama-sama,” terangnya.
Direktur Penindakan BNPT Hamli menjelaskan bahwa, jaringan terorisme berskala besar itu terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi Tenggara. “Itu yang sudah jadi,” kata Hamli dalam rapat dengar pendapat (RDP) BNPT dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Hamli menjelaskan, bahwa jaringan terorisme besar di 8 provinsi itu berafiliasi dengan 3 kelompok terorisme besar yakni Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Khiflafah (JAK), serta Jamaah Islamiyah (JI). Namun, lanjut Hamli, pihaknya sudah memetakan sejumlah sosok dari jaringan-jaringan tersebut. Namun, sosok di jaringan tersebut belum terdeteksi karena masih berada di dalam kelompoknya.
“Kalau sudah jaringan ini yang sudah kita petakan dan itu tinggal mereka menunggu apakah mereka mau melakukan atau tidak, tetapi sudah sudah masuk jaringan JAD, JAK, atau JI. (Orang-orangnya) Ada yang sudah teridentifikasi ada yang masih dalam kelompoknya, kalau yang sudah jadi teroris ini,” ucap Hamli.
Selain mengincar wilayah-wilayah dengan jumlah penduduk besar, aksi teror juga mengincar titik-titik strategis yakni wilayah ibu kota, kantor pemerintahan, kantor kepolisian, obyek wisata, dan obyek vital lainnya.
“Dari hasil pemetaan wilayah yang kami lakukan ada 10 provinsi dan beberapa titik strategis yang diincar oleh pelaku teror sebagai tempat aksi,” ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius, dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR, di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin. Dia menjelaskan BNPT terus mendalami modus-modus pergerakan sel terorisme. Khususnya, setelah insiden ledakan bom di Medan, Sumatera Utara (Sumut) beberapa waktu lalu.
“Jadi sekarang ini kita masih bekerjasama terus sama Densus 88. Kan sudah 70 lebih kan diambil, jadi sekarang dari satu sel itu nereka sekarang tentunya akan hati-hati bergerak. Mereka bergerak kelompok-kelompok dan dia tidak bunyiin, dan kalau bunyi pasti akan segera diambil oleh kelompok dan bertemu baru mereka mendiskusikan hal semacam itu,” katanya.
Suhardi menuturkan, itu merupakan contoh modus-modus baru yang harus diwaspadai. Dan pihaknya terus memonitor sel sel itu serta modus-modus yang terus berubah. Itu semua akan terus diwaspadai. “Tapi yang paling penting adalah mindset itu masih ada harus kita waspadai, ini perlu serta masyarakat semuanya,” ujar Suhardi.
Selain itu, Suhardi merasa bersyukur karena dirinya bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sudah dipanggil oleh Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Sehingga, lintas kementerian/lembaga (K/L) akan terus bergerak aktif dan BNPT nanti akan bergerak sebagai koordinator. “Nanti kita akan bertindak sebagai koordinator lagi. Ini harapan kita sebetulnya BNPT semua kementrian aktif,” imbuh Suhardi.
Terlebih, dia menambahkan, Mendagri juga sudah membuat perintah untuk jajaran institusinya sampai ke tingkat RT/RW bahwa mereka semua punya kewajiban perihal terorisme ini, bukan sekedar awarness atau kesadaran saja.
“Artinya, mereka (aparat pemerintahan desa) juga punya tindak kewajiban jangan cuma nggak punya awarnes, wajib melaporkan ketika ada hal yang tidak lazim atau membahayakan. Itu harus cepat dikomunikasikan dengan aparat. Itu bagian daripada kita punya imunitas, megaktifkan lagi agar program bnpt sampai ke semua, kan kita kadang terbatas,” ujarnya.
Selain itu, Suhardi menambahkan, ada dua tindakan yang dilakukan oleh BNPT. Pertama, BNPT bergerak di bidang pencegahan yang ditindakannya dibantu oleh Densus 88 bersama Deputi II BNPT. Lalu, BNPT memonitor dan itu dilakukan oleh bidang pencegahan agar bagaimana masyarakat memiliki resilience atau imunitas terhadap terorisme.
“Kan sudah sekian lama ini kita diamkan. Contohnya pasca reformasi pendidikan karakter bangsa sudah mulai hilang semuanya. Padahal kita punya sejarah kelam dengan DITII, Kahar Muzakar dan sebagainya, dan sebagainya, itu kan sleeping cell l. Nah inilah hasilnya kita ke balikan lagi buruh waktu memang, tapu kita harus tepat untuk ini. Yang paling penting adalah bagaimana K/L itu bisa sama-sama,” terangnya.
Direktur Penindakan BNPT Hamli menjelaskan bahwa, jaringan terorisme berskala besar itu terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi Tenggara. “Itu yang sudah jadi,” kata Hamli dalam rapat dengar pendapat (RDP) BNPT dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Hamli menjelaskan, bahwa jaringan terorisme besar di 8 provinsi itu berafiliasi dengan 3 kelompok terorisme besar yakni Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Khiflafah (JAK), serta Jamaah Islamiyah (JI). Namun, lanjut Hamli, pihaknya sudah memetakan sejumlah sosok dari jaringan-jaringan tersebut. Namun, sosok di jaringan tersebut belum terdeteksi karena masih berada di dalam kelompoknya.
“Kalau sudah jaringan ini yang sudah kita petakan dan itu tinggal mereka menunggu apakah mereka mau melakukan atau tidak, tetapi sudah sudah masuk jaringan JAD, JAK, atau JI. (Orang-orangnya) Ada yang sudah teridentifikasi ada yang masih dalam kelompoknya, kalau yang sudah jadi teroris ini,” ucap Hamli.
(don)