Polisi Dilarang Hedonis
A
A
A
Instruksi Kapolri Jenderal Idham Azis yang melarang seluruh anggota kepolisian mengumbar gaya hidup mewah alias berperilaku hedonis mengundang banyak reaksi masyarakat.
Banyak yang pesimistis itu bisa terlaksana dan dipatuhi oleh anggota kepolisian karena menganggap perintah seperti itu bukan hal baru. Sebelumnya sudah ada surat edaran serupa. Sebagian lainnya memilih merespons positif karena menilai ini sebagai bagian dari upaya mewujudkan reformasi kultur di internal kepolisian.
Terlepas dari pro-kontra, instruksi Kapolri melalui telegram rahasia yang dikeluarkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri ini cukup menarik. Apalagi, ini diperintahkan oleh seorang kapolri yang baru saja memangku jabatan pimpinan tertinggi korps baju cokelat.
Idham seolah ingin menyampaikan kepada publik bahwa salah satu program prioritasnya di masa awal kepemimpinan adalah melakukan reformasi internal. Salah satu bentuknya adalah melakukan reformasi kultural.
Urusan mentalitas oknum polisi memang kerap menjadi bahan perbincangan publik. Tanpa bermaksud mengecilkan peran Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban masya-rakat, kenyataannya dan sudah jadi rahasia umum bahwa saat ini masih saja ada oknum polisi yang menerima, bahkan meminta suap.
Praktik ini terutama sering terjadi di jalan raya dengan melibatkan pengguna kendaraan yang melanggar peraturan lalu lintas. Ini salah satu praktik oknum yang sedikit banyak membuat citra polisi kurang baik di mata masyarakat. Ditambah lagi dengan adanya kecenderungan oknum polisi bergaya hidup mewah dan memamerkannya secara terbuka di media sosial, tentu ini makin menambah persepsi negatif masyarakat.
Untuk itu, terbitnya telegram dari Kapolri ini sangat penting sebagai bahan koreksi dan evaluasi bagi oknum anggota Polri. Pasalnya, perilaku hedonisme tidak saja berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial, tetapi juga menampakkan betapa minimnya sensitivitas sebagian anggota kepolisian sebagai aparatur negara, di tengah sulitnya keadaan ekonomi yang dialami sebagian masyarakat Indonesia saat ini.
Propam Polri menerbitkan telegram soal larangan hidup mewah polisi ini pada 15 November 2015. Dari TR No ST/30/11/HUM/3.4/2019/DIVPROV tersebut, para anggota polisi antara lain diminta tidak menunjukkan, memakai, memamerkan barang-barang mewah dalam kehidupan sehari-hari baik dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik.
Tak hanya itu, polisi juga diminta menjaga diri, menempatkan diri pola hidup sederhana di lingkungan institusi Polri maupun kehidupan bermasyarakat. Bahkan, mereka juga dilarang mengunggah foto atau video di medsos yang menunjukkan gaya hidup karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Larangan tampil bermewah-mewahan tidak hanya berlaku bagi polisi, tetapi juga bagi anggota keluarganya.
Banyak yang sangsi perintah Kapolri ini akan berjalan efektif jika hanya bersifat surat edaran. Salah satunya Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane. Menurutnya, Polri tak cukup hanya dengan membuat aturan.
Dia justru mendorong Propam untuk berani mendata dan mengungkapkan siapa saja anggota Polri yang selama ini digolongkan suka memamerkan kekayaannya ke publik. Hal tersebut dinilai penting karena cukup banyak anggota Polri, terutama para istri jenderal, yang suka pamer kekayaan dengan memperlihatkan barang-barang supermahalnya.
Sesungguhnya hal yang wajar jika masyarakat mendambakan polisi dan anggota keluarganya bisa menampakkan sisi humanisnya. Pengertian humanis seyogianya tidak hanya menyangkut pelayanan yang ramah kepada masyarakat, tetapi juga pada tampilan yang sederhana, yang mencerminkan kehidupan kelompok masyarakat pada umumnya.
Kita masih menunggu sejauh mana instruksi Kapolri ini berlaku efektif dan dipatuhi para anggotanya. Memang bukan pekerjaan mudah untuk mengubah hal yang sudah menjadi kebiasaan, tapi justru di sini tantangannya. Jika selama ini surat edaran serupa cenderung tidak dihiraukan, semoga kali ini perintah Kapolri lebih diindahkan oleh para anggotanya.
Beberapa waktu lalu kepolisian Indonesia sukses memopulerkan slogan Turn Back Crime sebagai kampanye memerangi kriminalitas. Sekarang ada tantangan baru bagi polisi, yakni Turn Back Hedonism. Saatnya aparat kepolisian “memukul balik” kebiasaan untuk pamer harta dan kemewahan dengan tampil dan berperilaku sewajarnya.
Banyak yang pesimistis itu bisa terlaksana dan dipatuhi oleh anggota kepolisian karena menganggap perintah seperti itu bukan hal baru. Sebelumnya sudah ada surat edaran serupa. Sebagian lainnya memilih merespons positif karena menilai ini sebagai bagian dari upaya mewujudkan reformasi kultur di internal kepolisian.
Terlepas dari pro-kontra, instruksi Kapolri melalui telegram rahasia yang dikeluarkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri ini cukup menarik. Apalagi, ini diperintahkan oleh seorang kapolri yang baru saja memangku jabatan pimpinan tertinggi korps baju cokelat.
Idham seolah ingin menyampaikan kepada publik bahwa salah satu program prioritasnya di masa awal kepemimpinan adalah melakukan reformasi internal. Salah satu bentuknya adalah melakukan reformasi kultural.
Urusan mentalitas oknum polisi memang kerap menjadi bahan perbincangan publik. Tanpa bermaksud mengecilkan peran Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban masya-rakat, kenyataannya dan sudah jadi rahasia umum bahwa saat ini masih saja ada oknum polisi yang menerima, bahkan meminta suap.
Praktik ini terutama sering terjadi di jalan raya dengan melibatkan pengguna kendaraan yang melanggar peraturan lalu lintas. Ini salah satu praktik oknum yang sedikit banyak membuat citra polisi kurang baik di mata masyarakat. Ditambah lagi dengan adanya kecenderungan oknum polisi bergaya hidup mewah dan memamerkannya secara terbuka di media sosial, tentu ini makin menambah persepsi negatif masyarakat.
Untuk itu, terbitnya telegram dari Kapolri ini sangat penting sebagai bahan koreksi dan evaluasi bagi oknum anggota Polri. Pasalnya, perilaku hedonisme tidak saja berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial, tetapi juga menampakkan betapa minimnya sensitivitas sebagian anggota kepolisian sebagai aparatur negara, di tengah sulitnya keadaan ekonomi yang dialami sebagian masyarakat Indonesia saat ini.
Propam Polri menerbitkan telegram soal larangan hidup mewah polisi ini pada 15 November 2015. Dari TR No ST/30/11/HUM/3.4/2019/DIVPROV tersebut, para anggota polisi antara lain diminta tidak menunjukkan, memakai, memamerkan barang-barang mewah dalam kehidupan sehari-hari baik dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik.
Tak hanya itu, polisi juga diminta menjaga diri, menempatkan diri pola hidup sederhana di lingkungan institusi Polri maupun kehidupan bermasyarakat. Bahkan, mereka juga dilarang mengunggah foto atau video di medsos yang menunjukkan gaya hidup karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Larangan tampil bermewah-mewahan tidak hanya berlaku bagi polisi, tetapi juga bagi anggota keluarganya.
Banyak yang sangsi perintah Kapolri ini akan berjalan efektif jika hanya bersifat surat edaran. Salah satunya Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane. Menurutnya, Polri tak cukup hanya dengan membuat aturan.
Dia justru mendorong Propam untuk berani mendata dan mengungkapkan siapa saja anggota Polri yang selama ini digolongkan suka memamerkan kekayaannya ke publik. Hal tersebut dinilai penting karena cukup banyak anggota Polri, terutama para istri jenderal, yang suka pamer kekayaan dengan memperlihatkan barang-barang supermahalnya.
Sesungguhnya hal yang wajar jika masyarakat mendambakan polisi dan anggota keluarganya bisa menampakkan sisi humanisnya. Pengertian humanis seyogianya tidak hanya menyangkut pelayanan yang ramah kepada masyarakat, tetapi juga pada tampilan yang sederhana, yang mencerminkan kehidupan kelompok masyarakat pada umumnya.
Kita masih menunggu sejauh mana instruksi Kapolri ini berlaku efektif dan dipatuhi para anggotanya. Memang bukan pekerjaan mudah untuk mengubah hal yang sudah menjadi kebiasaan, tapi justru di sini tantangannya. Jika selama ini surat edaran serupa cenderung tidak dihiraukan, semoga kali ini perintah Kapolri lebih diindahkan oleh para anggotanya.
Beberapa waktu lalu kepolisian Indonesia sukses memopulerkan slogan Turn Back Crime sebagai kampanye memerangi kriminalitas. Sekarang ada tantangan baru bagi polisi, yakni Turn Back Hedonism. Saatnya aparat kepolisian “memukul balik” kebiasaan untuk pamer harta dan kemewahan dengan tampil dan berperilaku sewajarnya.
(maf)