Dibutuhkan Masyarakat, PPP Minta BPJS Kesehatan Lakukan Banyak Perbaikan
A
A
A
JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tengah menjadi sorotan. Adanya defisit anggaran dan juga kenaikan iuran yang mencapai 100%, menuai polemik. Di sisi lain, masalah data kepesertaan belum beres.
Belakangan dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (6/11/2019) lalu, DPR terang-terangan menolak kenaikan iuran premi BPJS Kesehatan untuk kelas III, karena dinilai memberatkan masyarakat.
Wakil Ketua Umum PPP Ermalena menyebutkan bahwa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan BPJS Kesehatan sangat diperlukan untuk masyarakat Indonesia, sehingga harus didukung. Tapi dalam pelaksanaannya perlu banyak perbaikan. Apalagi masalah BPJS Kesehatan kerap menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
“Polemik itu misalnya berasal dari data tentang jumlah orang yang berhak menerima subsidi iuran BPJS Kesehatan dari pemerintah. Ada orang tidak mampu yang tidak masuk dalam data subsidi, sementara ada yang orang mampu masih dalam data tersebut,” kata Ermalena saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bertema “Kebijakan BPJS Kesehatan, Solusi atau Polemik?" di Kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 8 November 2019.
Ermalena mengatakan, data yang digunakan BPJS Kesehatan bersumber dari Kementerian Sosial yang kemudian diserahkan kepada Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan. Karena itu, Ermalene meminta agar Kemensos untuk menyajikan data yang lebih baik agar layanan BPJS Kesehatan bisa semakin baik.
Dari sisi jumlah, masyarakat yang disubsidi pemerintah sebenarnya jauh di atas angka kemiskinan yang sekitar 25 juta jiwa. Jumlah yang disubsidi pemerintah sebesar 133 juta orang. Jika ditambah dengan jumlah PNS dan TNI/Polri, ada 155 juta orang yang iuran BPJS Kesehatannya dibayarkan oleh pemerintah.
“Saat ini ada sekitar 92 juta orang yang disubsidi APBN dan jika ditambah dengan yang di-over APBD mencapai 133 juta orang,” Ermalena yang sebelumnya menjadi Wakil Ketua Komisi IX DPR RI periode 2014-2019 tersebut.
Sumber polemik lainnya, kata Ermalena, kurang pahamnya masyarakat tentang pentingnya JKN. Banyak orang katergori mampu yang hanya mendaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan hanya ketika sakit atau saat membutuhkan layanan kesehatan. Setelah mendapatkan layanan kesehatan, mereka kembali tidak membayar iuran. Hal ini membuat BPJS Kesehatan mengalami defisit dalam jumlah besar.
“Polemik ini perlu direspons dengan baik oleh BPJS Kesehatan, di antaranya dengan gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Masyarakat perkotaan saja masih banyak yang belum mengetahui, apa lagi yang di daerah,” kata Ermalena.
Di usia yang baru berusia 5 tahun, BPJS Kesehatan diminta untuk belajar dari sejumlah polemik yang ada agar bisa memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Belakangan dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (6/11/2019) lalu, DPR terang-terangan menolak kenaikan iuran premi BPJS Kesehatan untuk kelas III, karena dinilai memberatkan masyarakat.
Wakil Ketua Umum PPP Ermalena menyebutkan bahwa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan BPJS Kesehatan sangat diperlukan untuk masyarakat Indonesia, sehingga harus didukung. Tapi dalam pelaksanaannya perlu banyak perbaikan. Apalagi masalah BPJS Kesehatan kerap menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
“Polemik itu misalnya berasal dari data tentang jumlah orang yang berhak menerima subsidi iuran BPJS Kesehatan dari pemerintah. Ada orang tidak mampu yang tidak masuk dalam data subsidi, sementara ada yang orang mampu masih dalam data tersebut,” kata Ermalena saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bertema “Kebijakan BPJS Kesehatan, Solusi atau Polemik?" di Kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 8 November 2019.
Ermalena mengatakan, data yang digunakan BPJS Kesehatan bersumber dari Kementerian Sosial yang kemudian diserahkan kepada Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan. Karena itu, Ermalene meminta agar Kemensos untuk menyajikan data yang lebih baik agar layanan BPJS Kesehatan bisa semakin baik.
Dari sisi jumlah, masyarakat yang disubsidi pemerintah sebenarnya jauh di atas angka kemiskinan yang sekitar 25 juta jiwa. Jumlah yang disubsidi pemerintah sebesar 133 juta orang. Jika ditambah dengan jumlah PNS dan TNI/Polri, ada 155 juta orang yang iuran BPJS Kesehatannya dibayarkan oleh pemerintah.
“Saat ini ada sekitar 92 juta orang yang disubsidi APBN dan jika ditambah dengan yang di-over APBD mencapai 133 juta orang,” Ermalena yang sebelumnya menjadi Wakil Ketua Komisi IX DPR RI periode 2014-2019 tersebut.
Sumber polemik lainnya, kata Ermalena, kurang pahamnya masyarakat tentang pentingnya JKN. Banyak orang katergori mampu yang hanya mendaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan hanya ketika sakit atau saat membutuhkan layanan kesehatan. Setelah mendapatkan layanan kesehatan, mereka kembali tidak membayar iuran. Hal ini membuat BPJS Kesehatan mengalami defisit dalam jumlah besar.
“Polemik ini perlu direspons dengan baik oleh BPJS Kesehatan, di antaranya dengan gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Masyarakat perkotaan saja masih banyak yang belum mengetahui, apa lagi yang di daerah,” kata Ermalena.
Di usia yang baru berusia 5 tahun, BPJS Kesehatan diminta untuk belajar dari sejumlah polemik yang ada agar bisa memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat.
(thm)