Hak Veto Menko Berpotensi Abuse of Power
A
A
A
JAKARTA - Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus memandang, ide hak veto bagi Menteri Koordinator (Menko) menunjukkan adanya persoalan besar manajemen internal pemerintah.
"Perlu diketahui presiden adalah pimpinan kabinet, bukan Menko," kata Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Rabu (30/10/2019).
Menurut Sulthan, mengenai payung hukumnya masih debatable meskipun akan dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres). Sehingga masih rancu, apakah cukup hanya dengan perpres atau melalui revisi UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. (Baca juga: Hak Veto Menko Terus Dikritik)
"Urgensinya apa hak veto ini. Justru ini memperlihatkan bahwa presiden lemah di depan para pembantunya karena dianggap kewalahan dalam mengontrol aktivitas para pembantunya," ujarnya.
Dia menilai, memberikan hak veto bagi Menko berpotensi abuse of power. Jika untuk memastikan bahwa para menteri melaksanakan visi misi presiden bukankah sudah ada wakil presiden yang bisa membantu presiden dalam mengawasi agenda para menteri. (Baca juga: Hak Veto Menko Jadi Polemik, Mahfud MD: Menteri Harus Terkendali)
Alumni UIN Jakarta ini menilai, dengan kewenangan hak veto di Menko jangan sampai ada kesan bahwa wapres hanya pelengkap agenda seremonial belaka. "Sudahlah, tidak perlu menambah perdebatan yang tidak substantif. Efeknya kedepan bisa terulang adanya konflik antar kementerian yang itu justru mengganggu kerja-kerja pemerintah," ujarnya.
Menurut dia, rakyat sudah menunggu kerja kongkret presiden dengan kabinet kerja jilid II. “Bukan malah dipertontonkan aktivitas bagi-bagi kuasa seperti sekarang. Jangan menjerumuskan diri dalam hal ihwal pragmatisme kekuasaan semata," ucapnya.
"Perlu diketahui presiden adalah pimpinan kabinet, bukan Menko," kata Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Rabu (30/10/2019).
Menurut Sulthan, mengenai payung hukumnya masih debatable meskipun akan dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres). Sehingga masih rancu, apakah cukup hanya dengan perpres atau melalui revisi UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. (Baca juga: Hak Veto Menko Terus Dikritik)
"Urgensinya apa hak veto ini. Justru ini memperlihatkan bahwa presiden lemah di depan para pembantunya karena dianggap kewalahan dalam mengontrol aktivitas para pembantunya," ujarnya.
Dia menilai, memberikan hak veto bagi Menko berpotensi abuse of power. Jika untuk memastikan bahwa para menteri melaksanakan visi misi presiden bukankah sudah ada wakil presiden yang bisa membantu presiden dalam mengawasi agenda para menteri. (Baca juga: Hak Veto Menko Jadi Polemik, Mahfud MD: Menteri Harus Terkendali)
Alumni UIN Jakarta ini menilai, dengan kewenangan hak veto di Menko jangan sampai ada kesan bahwa wapres hanya pelengkap agenda seremonial belaka. "Sudahlah, tidak perlu menambah perdebatan yang tidak substantif. Efeknya kedepan bisa terulang adanya konflik antar kementerian yang itu justru mengganggu kerja-kerja pemerintah," ujarnya.
Menurut dia, rakyat sudah menunggu kerja kongkret presiden dengan kabinet kerja jilid II. “Bukan malah dipertontonkan aktivitas bagi-bagi kuasa seperti sekarang. Jangan menjerumuskan diri dalam hal ihwal pragmatisme kekuasaan semata," ucapnya.
(cip)