Kampanye Kebiasaan Baik
A
A
A
KITA semua tahu, Jepang dikenal dengan masyarakat yang menjaga kebersihan. Tidak mengherankan jika kota-kota di Jepang sangat bersih dari sampah. Bahkan, cermin kebersihan juga dilakukan masyarakat Jepang meskipun bukan berada di negaranya.
Kita kerap disuguhi pemandangan betapa para suporter sepak bola Jepang rela memungut sampah di tribune seusai pertandingan. Begitu juga para pemain sepak bola Jepang membersihkan ruang ganti mereka di stadion lawan.
Biasanya diikuti dengan ucapan terima kasih dalam bahasa Jepang tentunya di sebuah papan tulis. Dan, budaya kebersihan ini yang menyebabkan Tokyo (1), Kyoto (2), dan Osaka (5) dinobatkan sebagai kota terbaik dunia versi Condé Nast Traveler (CNT) beberapa hari lalu.
Kota-kota di Jepang juga dikenal dengan kebersihan udaranya. Tingkat polusi udara cukup rendah. Bahkan, awal tahun Jepang masuk jajaran Kota Tebersih Dunia versi Yale University's Air Quality Results bersama Australia, Kanada, dan Amerika Serikat.
Kualitas udara yang baik cukup nyaman untuk masyarakat beraktivitas di luar gedung. Kebersihan lingkungan dan udara Jepang, juga tingkat kriminal yang rendah, tentu membuat Jepang sebagai negara dambaan untuk ditinggali. Cukupkah? Ternyata masyarakat dan Pemerintah Jepang perlu terus mengampanyekan kota yang nyaman.
Meski sudah mempunyai budaya kebersihan yang tinggi, Jepang saat ini masih mengampanyekan kebersihan kota-kotanya. Kampanye ini untuk menyambut Olimpiade 2020 yang akan digelar di Tokyo, Jepang dan beberapa kota lain. Sampahmu adalah milikmu. Kira-kira seperti itulah kampanye kebersihan yang mereka lakukan.
Arti dari kampanye itu bahwa sampah adalah milik pribadi masyarakat Jepang yang sebaiknya tidak dibuang di tempat sampah umum. Jadi, jangan heran jika kalian yang pergi ke Jepang akan jarang menemui tempat sampah. Pemerintah Jepang mengimbau sampah dibuang di tempat sampah sendiri. Jika di jalan, mereka harus menyimpan terlebih dahulu dan ketika sampai di rumah baru dibuang ke tempat sampah masing-masing.
Selain itu, Jepang juga bukan tempat yang nyaman bagi perokok. Jika beberapa waktu lalu akan mudah merokok di Jepang asal di lokasi udara bebas, sekarang para perokok semakin diisolasi. Bahkan, di salah satu pusat perbelanjaan Jepang, yaitu Ginza, akan sulit dijumpai tempat merokok.
Berbeda dengan kawasan lain yang masih menyediakan spots bagi perokok. Hotel-hotel di Jepang pun mengubah kebijakan mereka bagi perokok. Jika beberapa bulan lalu banyak hotel yang menyediakan kamar atau lantai bagi perokok, saat ini sangat jarang hotel menyediakan ini. Pihak hotel biasanya hanya menyediakan ruang kecil bagi perokok di lantai dasar.
Soal emisi gas buang juga semakin digencarkan. Pemerintah mengimbau sebuah gedung untuk tidak menyalakan AC dengan suhu terlalu rendah. Begitu juga dengan rumah dan hotel. Jadi, meski hotel berbintang lima, tamu tidak perlu berselimut untuk tidur karena kamar hotel sudah di-setting dengan suhu yang cukup nyaman.
Inilah Jepang. Meskipun sudah mempunyai budaya kebersihan yang tinggi dan tingkat polusi udara yang rendah, mereka masih ingin menjamu para tamu-tamu dunia dengan tingkat kenyamanan yang tinggi. Dan, kampanye ini sudah dilakukan jauh-jauh hari atau sekitar satu tahun menjelang Olimpiade 2020 di Tokyo.
Jerman pernah melakukan kampanye kebiasaan baik jelang Piala Dunia 2006. Saat itu Pemerintah Jerman melakukan kampanye bersikap ramah terhadap pendatang. Masyarakat Jerman memang sebagian dikenal sebagai masyarakat yang kurang ramah dengan pendatang, terutama dari Asia dan Afrika.
Bagaimana Indonesia yang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 pada 2021 nanti? Tentu Indonesia tidak hanya harus menargetkan sukses pelaksanaan atau prestasi. Kita berharap kampanye kebiasaan baik seperti yang dilakukan di Jepang atau Jerman juga bisa ditiru Indonesia jauh-jauh hari.Tentu bukan hanya peran pemerintah, kepedulian masyarakat juga perlu ditumbuhkan. Harapannya, Piala Dunia U20 yang akan digelar nanti tidak hanya menumbuhkan budaya sepak bola yang baik, namun budaya kehidupan masyarakat yang baik. Jika Jepang dan Jerman bisa, kenapa Indonesia tidak bisa. Semoga harapan ini bisa benar-benar terwujud.
Kita kerap disuguhi pemandangan betapa para suporter sepak bola Jepang rela memungut sampah di tribune seusai pertandingan. Begitu juga para pemain sepak bola Jepang membersihkan ruang ganti mereka di stadion lawan.
Biasanya diikuti dengan ucapan terima kasih dalam bahasa Jepang tentunya di sebuah papan tulis. Dan, budaya kebersihan ini yang menyebabkan Tokyo (1), Kyoto (2), dan Osaka (5) dinobatkan sebagai kota terbaik dunia versi Condé Nast Traveler (CNT) beberapa hari lalu.
Kota-kota di Jepang juga dikenal dengan kebersihan udaranya. Tingkat polusi udara cukup rendah. Bahkan, awal tahun Jepang masuk jajaran Kota Tebersih Dunia versi Yale University's Air Quality Results bersama Australia, Kanada, dan Amerika Serikat.
Kualitas udara yang baik cukup nyaman untuk masyarakat beraktivitas di luar gedung. Kebersihan lingkungan dan udara Jepang, juga tingkat kriminal yang rendah, tentu membuat Jepang sebagai negara dambaan untuk ditinggali. Cukupkah? Ternyata masyarakat dan Pemerintah Jepang perlu terus mengampanyekan kota yang nyaman.
Meski sudah mempunyai budaya kebersihan yang tinggi, Jepang saat ini masih mengampanyekan kebersihan kota-kotanya. Kampanye ini untuk menyambut Olimpiade 2020 yang akan digelar di Tokyo, Jepang dan beberapa kota lain. Sampahmu adalah milikmu. Kira-kira seperti itulah kampanye kebersihan yang mereka lakukan.
Arti dari kampanye itu bahwa sampah adalah milik pribadi masyarakat Jepang yang sebaiknya tidak dibuang di tempat sampah umum. Jadi, jangan heran jika kalian yang pergi ke Jepang akan jarang menemui tempat sampah. Pemerintah Jepang mengimbau sampah dibuang di tempat sampah sendiri. Jika di jalan, mereka harus menyimpan terlebih dahulu dan ketika sampai di rumah baru dibuang ke tempat sampah masing-masing.
Selain itu, Jepang juga bukan tempat yang nyaman bagi perokok. Jika beberapa waktu lalu akan mudah merokok di Jepang asal di lokasi udara bebas, sekarang para perokok semakin diisolasi. Bahkan, di salah satu pusat perbelanjaan Jepang, yaitu Ginza, akan sulit dijumpai tempat merokok.
Berbeda dengan kawasan lain yang masih menyediakan spots bagi perokok. Hotel-hotel di Jepang pun mengubah kebijakan mereka bagi perokok. Jika beberapa bulan lalu banyak hotel yang menyediakan kamar atau lantai bagi perokok, saat ini sangat jarang hotel menyediakan ini. Pihak hotel biasanya hanya menyediakan ruang kecil bagi perokok di lantai dasar.
Soal emisi gas buang juga semakin digencarkan. Pemerintah mengimbau sebuah gedung untuk tidak menyalakan AC dengan suhu terlalu rendah. Begitu juga dengan rumah dan hotel. Jadi, meski hotel berbintang lima, tamu tidak perlu berselimut untuk tidur karena kamar hotel sudah di-setting dengan suhu yang cukup nyaman.
Inilah Jepang. Meskipun sudah mempunyai budaya kebersihan yang tinggi dan tingkat polusi udara yang rendah, mereka masih ingin menjamu para tamu-tamu dunia dengan tingkat kenyamanan yang tinggi. Dan, kampanye ini sudah dilakukan jauh-jauh hari atau sekitar satu tahun menjelang Olimpiade 2020 di Tokyo.
Jerman pernah melakukan kampanye kebiasaan baik jelang Piala Dunia 2006. Saat itu Pemerintah Jerman melakukan kampanye bersikap ramah terhadap pendatang. Masyarakat Jerman memang sebagian dikenal sebagai masyarakat yang kurang ramah dengan pendatang, terutama dari Asia dan Afrika.
Bagaimana Indonesia yang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 pada 2021 nanti? Tentu Indonesia tidak hanya harus menargetkan sukses pelaksanaan atau prestasi. Kita berharap kampanye kebiasaan baik seperti yang dilakukan di Jepang atau Jerman juga bisa ditiru Indonesia jauh-jauh hari.Tentu bukan hanya peran pemerintah, kepedulian masyarakat juga perlu ditumbuhkan. Harapannya, Piala Dunia U20 yang akan digelar nanti tidak hanya menumbuhkan budaya sepak bola yang baik, namun budaya kehidupan masyarakat yang baik. Jika Jepang dan Jerman bisa, kenapa Indonesia tidak bisa. Semoga harapan ini bisa benar-benar terwujud.
(whb)