Negeri Darurat Demokrasi

Sabtu, 28 September 2019 - 07:08 WIB
Negeri Darurat Demokrasi
Negeri Darurat Demokrasi
A A A
Neni Nur Hayati Direktur Eksekutif Democracy and Electoral and Empowerment Partnership (DEEP),

Aktivis Nasyiatul Aisyiyah

"DI NEGARA demokrasi kamu bebas bicara apa saja, tapi duit harus cari sendiri. Di negara komunis, makan dicukupi tapi kamu tidak boleh kritik pemerintah. Di Indonesia, kamu dilarang kritik pemerintah, tapi uang harus cari sendiri" (Cak Nun).

Mungkin benar apa yang disampaikan oleh Cak Nun dengan kondisi di Indonesia akhir-akhir ini. Pengesahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) adalah bukti nyata bahwa alam demokrasi ini telah lumpuh secara perlahan. Bagaimana tidak, secara terus-menerus beberapa rancangan undang-undang (RUU) seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pertahanan, RUU Sumber Daya Air juga dilakukan oleh pemerintah dan DPR pada sisa akhir masa jabatannya. Entah apa maksud pemerintah dan DPR melakukan hal yang dinilai menuai kontroversi publik.

Bahkan, kita semua telah mengetahui RUU KPK tersebut tidak masuk dalam program legislasi nasional (Proglegnas) 2019, tapi tetap dipaksakan untuk disahkan. Nyaris tak ada oposisi dalam upaya pelemahan KPK. Hal ini diperparah dengan pengesahan beberapa RUU tersebut tanpa melibatkan masukan dari publik. Pembahasan dan perancangan dilakukan cepat kilat. Jadi, apa artinya keberadaan rakyat ini? Suara rakyat yang sama sekali tak pernah didengar.

Di sisi lain, ada agenda prioritas dan permasalahan bangsa yang mendesak untuk segera diselesaikan, tapi respons dari pemerintah sangat lamban. Semua energi kita ini dihabiskan untuk bergerak melakukan perlawanan terhadap kehilangan akal sehat para wakil rakyat. Perjuangan rakyat untuk melawan kezaliman yang terjadi di negeri ini sangatlah masif. Optimisme mereka tak pernah pupus. Hal ini dapat kita lihat dari aksi massa yang dilakukan oleh mahasiswa di berbagai daerah sejak Senin (23/9) dan berlangsung selama beberapa hari.

Semua dosen di berbagai universitas melakukan instruksi kepada mahasiswanya untuk turun ke jalan. Perkuliahan diganti dengan aksi turun ke lapangan sebagai implementasi dari ilmu yang sudah didapatkan selama perkuliahan. Kita semua masih memiliki harapan kepada kaum muda yang mampu mendobrak ketidakadilan di negeri ini. Slogan "Mahasiswa Menolak Diam" dengan Gerakan #GejayanMemanggil ataupun #MahasiswaBergerak seolah mengingatkan kita pada aksi 1998 silam, ketika memasuki era Reformasi, di mana tercatat perjuangan mahasiswa menjadi sumbu penggerak perjuangan.

Suara kaum muda amatlah berarti dalam melakukan kontrol sosial dengan selalu bersikap kritis. Kaum muda memiliki potensi besar untuk didengar para wakil rakyat dengan menyuarakan kebenaran tanpa ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik. Idealisme mereka masih sangat terjaga, apalagi melihat nasib rakyat yang kian sengsara atas kebijakan yang telah diputuskan. Sesuai dengan ungkapan Tan Malaka bahwa idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh kaum muda.

Kepekaan Pemimpin

Harapan dari seluruh rakyat Indonesia dengan aksi damai yang dilakukan adalah adanya kepekaan dari pemerintah dan DPR. Para wakil rakyat diharapkan mampu mendengar dan menerima seluruh aspirasi rakyatnya. Sejatinya pada sisa akhir masa jabatan, Presiden dan DPR mampu menunjukkan dan memberikan kinerja terbaik sebagai kado terindah untuk rakyatnya. Bagaimanapun, para wakil rakyat yang menang pada Pemilu 2014 dipilih berdasarkan hasil pilihan rakyat. Jangan justru membiarkan rakyat menangis, menjerit, dan merintih.

Pemerintah dan DPR sudah selayaknya terbuka kepada publik akan kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan. Berikan ruang untuk publik sebagai bahan masukan dan pertimbangan. Agar para wakil rakyat tak semena-mena memutuskan kebijakan secara sepihak. Bagaimanapun rakyat yang sangat merasakan implikasi kebijakan yang telah dibuat. Ciptakan rasa keadilan yang setinggi-tingginya. Peka terhadap permasalahan bangsa yang sedang terjadi.

Kabut asap yang tersebar di dua pulau besar, yaitu Sumatera dan Kalimantan, sudah banyak menimbulkan korban. Mereka sangat membutuhkan kepedulian dan uluran tangan pemerintah dan para wakil rakyat. Harus kepada siapa lagi kita berharap dan berkeluh kesah atas segala bencana yang terjadi, kalau tidak kepada pemimpin sendiri? Semua organisasi kemanusiaan telah bergerak untuk memberikan bantuan kepada korban terdampak kabut asap pekat.

Temuilah para aksi demonstran yang dilakukan oleh mahasiswa. Ajaklah komunikasi dengan seluas-luasnya. Mungkin saja ide dan gagasan brilian para mahasiswa dapat membantu dalam mencari solusi permasalahan negeri ini. Dengarkan apa yang menjadi keluh kesahnya selama ini. Jika ada hal yang keliru dengan pemikiran mereka, maka sudah barang tentu forum komunikasi itulah fasilitas yang tepat untuk menyampaikan segalanya. Dialog adalah cara efektif yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan persoalan bangsa ini. Penulis meyakini bahwa kaum muda dapat membawa angin segar dengan segala optimismenya.

Jangan anggap aksi damai mereka mengganggu dan meresahkan. Demi mempertahankan idealisme, mereka rela berpanas-panasan, menahan lapar dan haus, untuk tetap menyuarakan keadilan. Bagaimanapun, mereka adalah pewaris bangsa ini dalam 20-30 tahun ke depan. Jadilah pemimpin yang dapat dijadikan teladan oleh kaum muda nantinya. Demokrasi kita sedang tidak baik-baik saja, bahkan negara Indonesia ini sudah masuk dalam darurat demokrasi, reformasi dikorupsi, dan demokrasi dikebiri.

Para wakil rakyat, ingatlah, janji-janji yang disampaikan pada masa kampanye. Catat, refleksi, dan lakukan evaluasi. Adakah visi misi yang disampaikan pada saat kampanye belum terealisasi? Sudah sejauh mana dapat menyejahterakan rakyat? Apabila memang ada hal-hal yang belum terealisasi dan ditakdirkan tidak kembali memimpin, sampaikan permohonan maaf kepada rakyat bahwa visi misi tidak sepenuhnya dapat direalisasikan sesuai dengan harapan karena pelbagai hal. Publik tentu akan sangat menghargai dan memakluminya.

"Agar perut rakyat terisi, kedaulatan rakyat perlu ditegakkan. Rakyat hampir selalu lapar bukan karena panen buruk atau alam miskin, melainkan karena rakyat tak berdaya" (Muhammad Hatta).
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8649 seconds (0.1#10.140)