Menyongsong Formula E 2020
A
A
A
JAKARTA resmi dinyatakan sebagai salah satu kota tuan rumah penyelenggara seri balapan Formula E 2020. Balapan mobil listrik ini rencananya akan digelar di Kawasan Monas Jakarta Pusat pada 6 Juni 2020. Kepastian Jakarta menjadi tuan rumah diumumkan langsung di situs resmi Formula E pada Jumat (20/9/2019) sore WIB. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga membuat pengumuman mengenai hal tersebut di Lapangan Monas pada hari yang sama.
Ajang Formula E otomatis akan menjadikan Jakarta sebagai salah satu pusat perhatian pencinta automotif dunia pada tahun depan. Ada 24 pembalap internasional yang akan uji kecepatan dan ketangguhan melibas trek aspal di jantung Ibu Kota. Momentum Jakarta E-Prix ini tentu harus dimanfaatkan secara maksimal. Jakarta yang mendapat kesempatan menjadi tuan rumah selama lima tahun berturut-turut harus bisa mendapatkan manfaat yang besar melalui lomba balap jet darat bertenaga listrik ini.
Setidaknya ada tiga manfaat yang bisa didapatkan Jakarta dengan menjadi tuan rumah. Pertama, peningkatan sektor pariwisata. Dapat dipastikan ribuan turis mancanegara dan domestik akan datang ke Jakarta pada saat balapan digelar nanti. Ini akan menggerakkan sektor pariwisata di Ibu Kota. Manfaat langsung akan didapatkan oleh pelaku bisnis kuliner, perhotelan, dan pusat perbelanjaan.
Demikian pula sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa memanfaatkannya dengan menyediakan suvenir dan merchandise yang biasanya banyak diburu para turis. Intinya akan banyak side event yang dimunculkan melalui acara ini. Untuk itu Dinas Pariwisata DKI Jakarta perlu merespons ini dengan bergerak cepat menyiapkan paket wisata apa saja yang akan ditawarkan kepada para turis.
Tahun lalu kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Jakarta mencapai 2,8 juta orang. Dengan adanya Formula E tahun depan, jumlah kunjungan wisman ke Jakarta diperkirakan akan melonjak.
Manfaat kedua, balapan Formula E akan mempromosikan Jakarta ke dunia luar. Paling tidak negara-negara di dunia akan melihat bahwa Jakarta juga mampu menggelar event prestisius berskala internasional.Harapannya orang luar akan semakin mengenal Jakarta dan tertarik untuk berkunjung.
Manfaat ketiga, lomba balap ini bisa menjadi ajang kampanye kendaraan ramah lingkungan. Balapan ini akan mempromosikan kelebihan mobil listrik sebagai solusi transportasi masa depan. Kita tahu Indonesia termasuk salah satu negara yang tengah mengembangkan mobil listrik.
Pro-kontra sempat mewarnai keikutsertaan Jakarta sebagai tuan rumah Formula E. Maklum saja, dana yang digelontorkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tergolong besar. Setidaknya Jakarta harus mengeluarkan Rp350 miliar untuk menggelar satu kali balapan.
Ini baru pembayaran commitment fee kepada organisasi penyelenggara balapan Formula E Operations (FEO). Belum termasuk asuransi sekitar Rp545 miliar, ditambah biaya penyelenggaraan yang diprediksi mencapai Rp300 miliar sehingga total anggaran yang dibutuhkan minimal Rp1,3 triliun per tahun.
Dana yang harus dikeluarkan untuk menggelar Formula E memang tergolong besar. Namun jika berbicara soal penyelenggaraan ajang internasional, besarnya jumlah dana yang dikeluarkan menjadi relatif. Hal yang lebih penting sesungguhnya adalah Jakarta selaku tuan rumah mampu mengelola penyelenggaraan Formula E dengan baik, termasuk mampu mendatangkan sponsor untuk menutup pembiayaan yang bersumber dari APBD.
Maka itu sudah tepat langkah Pemprov DKI yang menunjuk perusahaan JakPro sebagai penyelenggara Formula E. Perusahaan BUMD berbentuk perseroan terbatas itu bisa melakukan kerja sama dengan pihak swasta sebagai sponsor dengan perjanjian business to business (B to B). Dengan keleluasaan yang dimiliki Pemprov DKI dalam mencari sponsor seharusnya pembiayaan bukan lagi masalah.
Anies Baswedan mengakui biaya yang dikeluarkan memang besar, tetapi dia menjamin itu tidak sia-sia. Dia memperkirakan ajang ini mampu menghasilkan perputaran uang hingga 78 juta euro atau sekitar Rp1,2 triliun sekali penyelenggaraan. Asumsinya, Jakarta E-Prix nanti akan dihadiri 35.000 penonton dengan 26.000 penonton dari Jakarta, 7.000 domestik, dan 1.700 internasional.
Pemprov DKI sah-sah saja optimistis dengan pelaksanaan Formula E ini. Sebaliknya pihak yang meragukan juga memiliki hak untuk sangsi mengenai efektivitasnya. Namun terlepas dari pro-kontra yang ada, penting mendorong agar ajang balapan ini bisa memberikan sejumlah manfaat praktis, termasuk dalam hal transfer teknologi mobil listrik. Dengan begitu kita tidak melulu hanya menjadi konsumen di bidang automotif, melainkan mampu melakukan inovasi.
Ajang Formula E otomatis akan menjadikan Jakarta sebagai salah satu pusat perhatian pencinta automotif dunia pada tahun depan. Ada 24 pembalap internasional yang akan uji kecepatan dan ketangguhan melibas trek aspal di jantung Ibu Kota. Momentum Jakarta E-Prix ini tentu harus dimanfaatkan secara maksimal. Jakarta yang mendapat kesempatan menjadi tuan rumah selama lima tahun berturut-turut harus bisa mendapatkan manfaat yang besar melalui lomba balap jet darat bertenaga listrik ini.
Setidaknya ada tiga manfaat yang bisa didapatkan Jakarta dengan menjadi tuan rumah. Pertama, peningkatan sektor pariwisata. Dapat dipastikan ribuan turis mancanegara dan domestik akan datang ke Jakarta pada saat balapan digelar nanti. Ini akan menggerakkan sektor pariwisata di Ibu Kota. Manfaat langsung akan didapatkan oleh pelaku bisnis kuliner, perhotelan, dan pusat perbelanjaan.
Demikian pula sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa memanfaatkannya dengan menyediakan suvenir dan merchandise yang biasanya banyak diburu para turis. Intinya akan banyak side event yang dimunculkan melalui acara ini. Untuk itu Dinas Pariwisata DKI Jakarta perlu merespons ini dengan bergerak cepat menyiapkan paket wisata apa saja yang akan ditawarkan kepada para turis.
Tahun lalu kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Jakarta mencapai 2,8 juta orang. Dengan adanya Formula E tahun depan, jumlah kunjungan wisman ke Jakarta diperkirakan akan melonjak.
Manfaat kedua, balapan Formula E akan mempromosikan Jakarta ke dunia luar. Paling tidak negara-negara di dunia akan melihat bahwa Jakarta juga mampu menggelar event prestisius berskala internasional.Harapannya orang luar akan semakin mengenal Jakarta dan tertarik untuk berkunjung.
Manfaat ketiga, lomba balap ini bisa menjadi ajang kampanye kendaraan ramah lingkungan. Balapan ini akan mempromosikan kelebihan mobil listrik sebagai solusi transportasi masa depan. Kita tahu Indonesia termasuk salah satu negara yang tengah mengembangkan mobil listrik.
Pro-kontra sempat mewarnai keikutsertaan Jakarta sebagai tuan rumah Formula E. Maklum saja, dana yang digelontorkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tergolong besar. Setidaknya Jakarta harus mengeluarkan Rp350 miliar untuk menggelar satu kali balapan.
Ini baru pembayaran commitment fee kepada organisasi penyelenggara balapan Formula E Operations (FEO). Belum termasuk asuransi sekitar Rp545 miliar, ditambah biaya penyelenggaraan yang diprediksi mencapai Rp300 miliar sehingga total anggaran yang dibutuhkan minimal Rp1,3 triliun per tahun.
Dana yang harus dikeluarkan untuk menggelar Formula E memang tergolong besar. Namun jika berbicara soal penyelenggaraan ajang internasional, besarnya jumlah dana yang dikeluarkan menjadi relatif. Hal yang lebih penting sesungguhnya adalah Jakarta selaku tuan rumah mampu mengelola penyelenggaraan Formula E dengan baik, termasuk mampu mendatangkan sponsor untuk menutup pembiayaan yang bersumber dari APBD.
Maka itu sudah tepat langkah Pemprov DKI yang menunjuk perusahaan JakPro sebagai penyelenggara Formula E. Perusahaan BUMD berbentuk perseroan terbatas itu bisa melakukan kerja sama dengan pihak swasta sebagai sponsor dengan perjanjian business to business (B to B). Dengan keleluasaan yang dimiliki Pemprov DKI dalam mencari sponsor seharusnya pembiayaan bukan lagi masalah.
Anies Baswedan mengakui biaya yang dikeluarkan memang besar, tetapi dia menjamin itu tidak sia-sia. Dia memperkirakan ajang ini mampu menghasilkan perputaran uang hingga 78 juta euro atau sekitar Rp1,2 triliun sekali penyelenggaraan. Asumsinya, Jakarta E-Prix nanti akan dihadiri 35.000 penonton dengan 26.000 penonton dari Jakarta, 7.000 domestik, dan 1.700 internasional.
Pemprov DKI sah-sah saja optimistis dengan pelaksanaan Formula E ini. Sebaliknya pihak yang meragukan juga memiliki hak untuk sangsi mengenai efektivitasnya. Namun terlepas dari pro-kontra yang ada, penting mendorong agar ajang balapan ini bisa memberikan sejumlah manfaat praktis, termasuk dalam hal transfer teknologi mobil listrik. Dengan begitu kita tidak melulu hanya menjadi konsumen di bidang automotif, melainkan mampu melakukan inovasi.
(shf)