Panja DPR Terima Masukan ICMI soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
A
A
A
JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)Komisi VIII DPR menggelar audiensi dengan perwakilan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dipimpin Sri Astuti Buchari untuk membahas isu krusial seputar penyelesaian RUU PKS.
Ketua Panja RUU PKS Marwan Dasopang menyebut bahwa ada usulan dari ICMI mengenai judul dan definisi kekerasan. ICMI menganggap kata ‘kekerasan’ sebagai judul sebaiknya diganti dengan kata ‘kejahatan’ merujuk kepada fenomena lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) agar bisa didefinisikan dalam RUU ini.
Marwan menilai makna kejahatan akan lebih rumit ketika didefinisikan ke dalam judul sebab pihaknya mengaku telah membahas judul ini dalam waktu yang sangat panjang.
“Antara suami yang melakukan kekerasan terhadap istrinya itu tidak bisa ditangkap oleh UU ini. Sementara yang dimaksudkan teman dari para pegiat itu tadi termasuk yang itu, bahwa suami yang mengkasari istrinya itu bagian dari kekerasan. Kemudian karena itulah usul yang membuat kekerasan ini sebagai judul memang agak rumit kalau ditukar menjadi kejahatan,” ujar di Gedung DPR Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Dia berharap ICMI turut berperan aktif untuk berkomitmen membantu terselesaikannya RUU PKS ini. Sebab pembahasan RUU tersebut sangat alot. Maka dari itu, ia meminta ICMI terus memantau perkembangan dari RUU PKS ini dan apabila kemudian UU KUHP dapat disahkan, DPR dapat bergerak cepat menyelesaikan RUU PKS.
“Saya punya harapan kalau begini ICMI memberikan tambahan-tambahan baru, kalau nanti UU KUHP-nya selesai kita tinggal merumuskan judul dan definisi, sudah kita ketok saja. Jadi saya punya harapan lagi ini bisa disahkan, karena tadinya saya sudah pesimis, tapi ini ada harapan saya dari ICMI lagi,” jelasnya.
Sementara itu, Sri Astuti Buchari mewakili seluruh anggota ICMI menyampaikan agar judul ‘Penghapusan Kekerasan Seksual’ dapat diubah menjadi ‘Kejahatan Seksual’. Sebab makna kejahatan itu akan mencakup keseluruhan, termasuk masalah LGBT yang hingga saat ini belum terselesaikan. Selain itu makna ‘kekerasan’ dianggapnya sangat terbatas dibanding dengan kata ‘kejahatan’.
“Dasar dari semua ini yang kita usulkan, yang paling penting adalah kami juga ikut mendesak terbitnya undang-undang tersebut. Yang paling penting satu hal adalah untuk kepentingan korban dan tentu saja bermanfaat bagi korban. Manfaatnya adalah bagian dari perlindungan termasuk kompensasi. Juga termasuk kerugian dan pemidanaan. Semua ini demi kepentingan korban,” terangnya.
Ketua Panja RUU PKS Marwan Dasopang menyebut bahwa ada usulan dari ICMI mengenai judul dan definisi kekerasan. ICMI menganggap kata ‘kekerasan’ sebagai judul sebaiknya diganti dengan kata ‘kejahatan’ merujuk kepada fenomena lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) agar bisa didefinisikan dalam RUU ini.
Marwan menilai makna kejahatan akan lebih rumit ketika didefinisikan ke dalam judul sebab pihaknya mengaku telah membahas judul ini dalam waktu yang sangat panjang.
“Antara suami yang melakukan kekerasan terhadap istrinya itu tidak bisa ditangkap oleh UU ini. Sementara yang dimaksudkan teman dari para pegiat itu tadi termasuk yang itu, bahwa suami yang mengkasari istrinya itu bagian dari kekerasan. Kemudian karena itulah usul yang membuat kekerasan ini sebagai judul memang agak rumit kalau ditukar menjadi kejahatan,” ujar di Gedung DPR Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Dia berharap ICMI turut berperan aktif untuk berkomitmen membantu terselesaikannya RUU PKS ini. Sebab pembahasan RUU tersebut sangat alot. Maka dari itu, ia meminta ICMI terus memantau perkembangan dari RUU PKS ini dan apabila kemudian UU KUHP dapat disahkan, DPR dapat bergerak cepat menyelesaikan RUU PKS.
“Saya punya harapan kalau begini ICMI memberikan tambahan-tambahan baru, kalau nanti UU KUHP-nya selesai kita tinggal merumuskan judul dan definisi, sudah kita ketok saja. Jadi saya punya harapan lagi ini bisa disahkan, karena tadinya saya sudah pesimis, tapi ini ada harapan saya dari ICMI lagi,” jelasnya.
Sementara itu, Sri Astuti Buchari mewakili seluruh anggota ICMI menyampaikan agar judul ‘Penghapusan Kekerasan Seksual’ dapat diubah menjadi ‘Kejahatan Seksual’. Sebab makna kejahatan itu akan mencakup keseluruhan, termasuk masalah LGBT yang hingga saat ini belum terselesaikan. Selain itu makna ‘kekerasan’ dianggapnya sangat terbatas dibanding dengan kata ‘kejahatan’.
“Dasar dari semua ini yang kita usulkan, yang paling penting adalah kami juga ikut mendesak terbitnya undang-undang tersebut. Yang paling penting satu hal adalah untuk kepentingan korban dan tentu saja bermanfaat bagi korban. Manfaatnya adalah bagian dari perlindungan termasuk kompensasi. Juga termasuk kerugian dan pemidanaan. Semua ini demi kepentingan korban,” terangnya.
(thm)