Saut Situmorang: Tolak Revisi UU KPK demi Masa Depan Anak Cucu
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tegas menolak rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, penolakan itu dilakukan demi masa depan bangsa Indonesia.
"Untuk masa depan Indonesia, untuk masa depan cucu saya, untuk masa depan cucunya presiden masa depan cucunya menteri. oleh sebab itu sekali lagi harus dilawan," ujar Saut di hadapan ratusan pegawai KPK, dalam aksi bertajuk #savekpk di lobi Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/9/2019).
Selain masa depan bangsa, revisi UU KPK ini juga tidak relevan dengan Konvensi Antikorupsi PBB atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003. Padahal, Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui UU nomor 7 tahun 2006.
(Baca juga: Terungkap, Revisi UU KPK Usulan dari 6 Orang Anggota DPR)
Saut mencontohkan, salah satu poin dalam draf RUU KPK yakni menyebut KPK merupakan lembaga pemerintah pusat. Padahal, menurut Saut, UNCAC menyatakan, lembaga antikorupsi harus independen dan terbebas dari kepentingan manapun.
"Di situ diperjelas, tidak ada pengaruh-pengaruh. Pengaruh tidak penting harus dihilangkan demi independensi, demi integritas. Ini kepastian pemberantasan korupsi," tegasnya.
Bahkan kata Saut, terdapat sejumlah poin dalam UNCAC yang belum diatur dalam aturan perundang-undangan di Indonesia seperti korupsi di sektor swasta, perdagangan pengaruh serta memperkaya diri sendiri secara tidak sah dan perdagangan pengaruh.
Maka dari itu, kata Saut, ketimbang merevisi UU KPK yang sudah sejalan dengan UNCAC, DPR seharusnya merevisi UU Tipikor dengan mengakomodasi poin-poin UNCAC.
"Yang lebih prioritas adalah bukan mengubah UU KPK, tetapi yang dengan jelas seperti yang diminta piagam PBB yaitu UU Tindak Pidana Korupsi," katanya.
Selain itu lanjut Saut, dengan UU yang ada saat ini saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam posisi yang sulit, yakni kurang dari enam persen. Saut khawatir, jika RUU KPK disahkan, korupsi akan semakin merajalela dan semakin mengancam ekonomi Indonesia.
Untuk itu Saut menegaskan, sikap pimpinan dan pegawai lembaga antirasuah menolak revisi UU KPK bukan menyangkut KPK secara lembaga, tapi juga menyangkut kepentingan seluruh rakyat Indonesia masa kini dan masa yang akan datang, termasuk cucu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ini harus disampaikan ini harus diulang terus karena untuk masa depan bangsa Indonesia, untuk masa depan kita semua, untuk masa depan Indonesia, untuk masa depan cucu saya, untuk masa depan cucunya Presiden masa depan cucunya menteri. Oleh sebab itu sekali lagi harus dilawan," tuturnya.
"Untuk masa depan Indonesia, untuk masa depan cucu saya, untuk masa depan cucunya presiden masa depan cucunya menteri. oleh sebab itu sekali lagi harus dilawan," ujar Saut di hadapan ratusan pegawai KPK, dalam aksi bertajuk #savekpk di lobi Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/9/2019).
Selain masa depan bangsa, revisi UU KPK ini juga tidak relevan dengan Konvensi Antikorupsi PBB atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003. Padahal, Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui UU nomor 7 tahun 2006.
(Baca juga: Terungkap, Revisi UU KPK Usulan dari 6 Orang Anggota DPR)
Saut mencontohkan, salah satu poin dalam draf RUU KPK yakni menyebut KPK merupakan lembaga pemerintah pusat. Padahal, menurut Saut, UNCAC menyatakan, lembaga antikorupsi harus independen dan terbebas dari kepentingan manapun.
"Di situ diperjelas, tidak ada pengaruh-pengaruh. Pengaruh tidak penting harus dihilangkan demi independensi, demi integritas. Ini kepastian pemberantasan korupsi," tegasnya.
Bahkan kata Saut, terdapat sejumlah poin dalam UNCAC yang belum diatur dalam aturan perundang-undangan di Indonesia seperti korupsi di sektor swasta, perdagangan pengaruh serta memperkaya diri sendiri secara tidak sah dan perdagangan pengaruh.
Maka dari itu, kata Saut, ketimbang merevisi UU KPK yang sudah sejalan dengan UNCAC, DPR seharusnya merevisi UU Tipikor dengan mengakomodasi poin-poin UNCAC.
"Yang lebih prioritas adalah bukan mengubah UU KPK, tetapi yang dengan jelas seperti yang diminta piagam PBB yaitu UU Tindak Pidana Korupsi," katanya.
Selain itu lanjut Saut, dengan UU yang ada saat ini saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam posisi yang sulit, yakni kurang dari enam persen. Saut khawatir, jika RUU KPK disahkan, korupsi akan semakin merajalela dan semakin mengancam ekonomi Indonesia.
Untuk itu Saut menegaskan, sikap pimpinan dan pegawai lembaga antirasuah menolak revisi UU KPK bukan menyangkut KPK secara lembaga, tapi juga menyangkut kepentingan seluruh rakyat Indonesia masa kini dan masa yang akan datang, termasuk cucu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ini harus disampaikan ini harus diulang terus karena untuk masa depan bangsa Indonesia, untuk masa depan kita semua, untuk masa depan Indonesia, untuk masa depan cucu saya, untuk masa depan cucunya Presiden masa depan cucunya menteri. Oleh sebab itu sekali lagi harus dilawan," tuturnya.
(maf)