Seleksi Capim KPK, Tokoh Bangsa Turun Gunung Ingatkan Pansel, Presiden, dan DPR
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif yang karib disapa Buya Syafii dan Shinta Nuriyah (istri almarhum Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid) turun gelanggang menyikapi proses seleksi dan 20 calon pimpinan (Capim) KPK periode 2019-2023.
Dua tokoh bangsa ini hadir dalam diskusi yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertajuk 'Menjaga KPK, Mengawal Seleksi Pimpinan KPK' di Auditorium Lantai 3 Gedung Penunjang pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (28/8/2019).
Selain Buya Syafii dan Shinta Nuriyah, hadir dua narasumber lain yakni Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang dan Penasihat KPK Moh Tsani Annafari. Buya Syafii dan Sinta Nuriyah menarik nafas panjang saat akan menjawab pertanyaan yang dilontarkan Juru Bicara KPK Febri Diansyah yang bertindak sebagai moderator.
Buya Syafii bahkan memajukan posisi duduknya saat menyampaikan pandangan tentang proses perjalanan seleksi Capim KPK periode 2019-2023 hingga tersisa 20 nama di tahap uji publik. Buya Syafii menegaskan, dari 20 nama tersebut jelas masih ada orang-orang yang diduga bermasalah. Apalagi berdasarkan hasil penelusuran rekam jejak yang telah dilakukan KPK berdasarkan permintaan Pansel Capim KPK dan telah diserahkan ke Pansel.
"Kan sekarang nggak ada lagi yang rahasia. Yang 20 itu jelas itu. Mungkin nggak akan sempurna. Oleh sebab itu menurut saya, orang yang bermasalah dan yang ada titik-titik hitam jangan dipilihlah ya. Orang baik masih ada di Republik ini. Orang baiklah yang perlu memimpin lembaga ini (KPK). KPK ini sebagai anak dari reformasi, KPK buah dari reformasi yang harus benar-benar kita jaga," tegas Buya Syafii.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini menegaskan, Pasal 3 Undang-Undang (UU) KPK jelas sekali tertuang bahwa KPK adalah lembaga negara yang independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam UU yang sama juga telah mengatur kriteria pimpinan KPK termasuk capim KPK di antaranya memiliki integritas moral yang tinggi, tidak pernah melakukan perbuatan tercela, dan transparan.
"Oleh karena itu kita semua ini berharap kepada presiden kemudian Komisi III (DPR). Presiden harus mendapatkan peta yang sebenarnya untuk 20 orang itu sehingga yang terpilih adalah orang-orang yang betul-betul sesuai Pasal 3 itu. Memang itu nggak mudah. Di mana-mana ada 'gerbong-gerbong', istilahnya. Mungkin tidak seratus persen tapi mendekati (kriteria Pasal 3)," jelasnya.
Buya Syafii menegaskan Presiden Jokowi harus juga menerima informasi yang benar dan utuh. Musababnya, dia berpandangan, orang-orang penting di sekeliling Presiden Jokowi belum tentu semuanya adalah orang baik.
Bahkan menurut Buya, orang-orang di sekeliling Presiden Jokowi terdapat banyak oportunis-oportunis. Karenanya Presiden Jokowi jangan sampai salah memilih 10 nama capim KPK yang akan disodorkan ke Komisi III.
"Banyak oportunis-oportunis di situ. Banyak juga musang berbulu ayam ya. Itu banyak. Bertopeng-topeng juga. Itu, itu, saya pahamlah karena saya mendapat pengaduan ya. Banyak yang mendatangi saya," tandasnya.
Untuk Komisi III DPR, Buya Syafii berharap para politikus yang ada di dalamnya melepaskan kepentingan kelompok dan pribadi saat melakukan fit and proper test terhadap 10 capim yang nanti disodorkan Presiden Jokowi. Komisi III harus benar-benar memilih lima pimpinan KPK lebih khusus ketua KPK yang benar-benar mendekati idealisme dalam Pasal 3 UU KPK.
Buya menggariskan, jangan sampai kesalahan Komisi III memilih lima pimpinan KPK nanti berimbas bagi para insan KPK dan KPK secara kelembagaan. "Saya berharap betul kepada Komisi III. Cari orang, ketuanya (KPK) itu orang yang betul-betul mendekati Pasal 3 itu," bebernya.
Buya Syafii menambahkan, untuk Pansel Capim KPK juga jangan sampai meloloskan capim yang menjadi titipan pihak-pihak atau oknum-oknum tertentu. Di bagian akhir, Buya Syafii menegaskan seluruh proses seleksi capim KPK hingga terpilih lima pimpinan baru serta KPK harus tetap perlu dijaga, diawasi, dan dikritik juga.
"Mari bersama-sama kita berharap, bahwa kita menangkan kewarasan dan kita menangkan akal sehat," ucapnya.
Shinta Nuriyah menilai, proses pemilihan capim KPK kali ini telah menyisakan banyak persoalan serius, mulai dari panitia seleksinya hingga para calon yang mendaftar. Padahal, KPK adalah ujung tombak dari upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Karenanya Shinta menggariskan, semestinya harus diupayakan KPK dipimpin oleh orang-orang yang cakap dan berintegeritas. Karena publik sangat berharap penegakan hukum dan keadilan yang benar-benar tegak di Indonesia.
"Apabila pimpinan tidak cakap dan tidak beintegritas maka tombak-tombaknya akan tumpul, tidak bisa digunakan untuk memberantasan korupsi dengan baik. Untuk itu, perlu ada upaya dari kita semua untuk memastikan bahwa pimpinan-pimpinan KPK yang terpilih nantinya memang yang terbaik," tegas Shinta.
Dia menjelaskan, pimpinan-pimpinan KPK yang terbaik artinya orang-orang yang memiliki kualifikasi lebih, baik secara profesi, moral maupun intelektual. Shinta menggariskan, upaya ini bukan hanya harus dilakukan oleh Pansel Capim KPK tetapi juga dari setiap kita warga negara Indonesia bisa urun-rembuk seperti yang dilakukan Shinta melalui dialog ini. Semua anak bangsa harus memberikan masukan kepada Pansel Capim KPK maupun Presiden Jokowi.
"Mengingat kejahatan korupsi sering kali dilakukan dengan cara yang cantik dan anggun sehingga pelakunya yang terjerat malah dianggap sebagai seorang pahlawan. Inilah yang menyebabkan para pelaku tidak merasa berubah melakukan tindak kejatahan korupsi," ujarnya.
Dia menegaskan, proses seleksi ini haruslah dilakukan oleh Pansel Capim KPK secara profesional, objektif, dan tidak cenderung kepada kepentingan salah satu pihak. Pansel harus berpegang teguh hanya pada kepentingan untuk memberantasa korupsi sepenuhnya di Indonensia.Tapi rupanya, menurut Shinta, Pansel Capim KPK seperti membuat kesalahan besar dengan mengabaikan berbagai masukan dari kalangan masyarakat dan hasil penelusuran rekam jejak yang telah disampaikan KPK ke Pansel. "Sayangnya ada beberapa calon pimpinan yang dianggap tidak memenuhi kriteria tersebut tapi tetap diloloskan oleh Pansel," paparnya.
Sebagai bagian dari masyarakat, Shinta menegaskan masyarakat sebagai pemilik KPK sangat mengkhawatirkan apabila pimpinan yang terpilih tidak sesuai dengan kebutuhan pemberantasan korupsi. Karena kalau demikian maka tidak hanya upaya pemberantasan korupsi akan tersendat tetapi juga akan menjadi abuse of power atau penyelewangan kekuasaan.
"Masyarakat sangat peduli dengan masa depan KPK. Hari ini saja, sudah ada 57.000 orang lebih anggota masyarakat yang mengisi petisi agar Pak Presiden turun tangan perihal calon pimpinan yang bermasalah. Ini salah satu bukti bahwa masyarakat," paparnya.
Shinta menggariskan, selain masyarakat sebenarnya Presiden Jokowi juga sangat berkepentingan dalam pemilihan capim KPK yang berintegritas, punya rekam jejak bersih, dan tidak pernah berbuat perbuatan tercela termasuk pelanggaran etik. Karena ketika pimpinan KPK memiliki integritas yang tinggi maka kualitas pembangunan juga akan meningkat.
"Selain itu, perbesar keterwakilan yang lain dalam pimpinan KPK, salah satunya adalah keterwakilan perempuan. Kalau dilihat dari 20 orang capim, hanya ada tiga orang perempuan," ucapnya.
Dua tokoh bangsa ini hadir dalam diskusi yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertajuk 'Menjaga KPK, Mengawal Seleksi Pimpinan KPK' di Auditorium Lantai 3 Gedung Penunjang pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (28/8/2019).
Selain Buya Syafii dan Shinta Nuriyah, hadir dua narasumber lain yakni Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang dan Penasihat KPK Moh Tsani Annafari. Buya Syafii dan Sinta Nuriyah menarik nafas panjang saat akan menjawab pertanyaan yang dilontarkan Juru Bicara KPK Febri Diansyah yang bertindak sebagai moderator.
Buya Syafii bahkan memajukan posisi duduknya saat menyampaikan pandangan tentang proses perjalanan seleksi Capim KPK periode 2019-2023 hingga tersisa 20 nama di tahap uji publik. Buya Syafii menegaskan, dari 20 nama tersebut jelas masih ada orang-orang yang diduga bermasalah. Apalagi berdasarkan hasil penelusuran rekam jejak yang telah dilakukan KPK berdasarkan permintaan Pansel Capim KPK dan telah diserahkan ke Pansel.
"Kan sekarang nggak ada lagi yang rahasia. Yang 20 itu jelas itu. Mungkin nggak akan sempurna. Oleh sebab itu menurut saya, orang yang bermasalah dan yang ada titik-titik hitam jangan dipilihlah ya. Orang baik masih ada di Republik ini. Orang baiklah yang perlu memimpin lembaga ini (KPK). KPK ini sebagai anak dari reformasi, KPK buah dari reformasi yang harus benar-benar kita jaga," tegas Buya Syafii.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini menegaskan, Pasal 3 Undang-Undang (UU) KPK jelas sekali tertuang bahwa KPK adalah lembaga negara yang independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam UU yang sama juga telah mengatur kriteria pimpinan KPK termasuk capim KPK di antaranya memiliki integritas moral yang tinggi, tidak pernah melakukan perbuatan tercela, dan transparan.
"Oleh karena itu kita semua ini berharap kepada presiden kemudian Komisi III (DPR). Presiden harus mendapatkan peta yang sebenarnya untuk 20 orang itu sehingga yang terpilih adalah orang-orang yang betul-betul sesuai Pasal 3 itu. Memang itu nggak mudah. Di mana-mana ada 'gerbong-gerbong', istilahnya. Mungkin tidak seratus persen tapi mendekati (kriteria Pasal 3)," jelasnya.
Buya Syafii menegaskan Presiden Jokowi harus juga menerima informasi yang benar dan utuh. Musababnya, dia berpandangan, orang-orang penting di sekeliling Presiden Jokowi belum tentu semuanya adalah orang baik.
Bahkan menurut Buya, orang-orang di sekeliling Presiden Jokowi terdapat banyak oportunis-oportunis. Karenanya Presiden Jokowi jangan sampai salah memilih 10 nama capim KPK yang akan disodorkan ke Komisi III.
"Banyak oportunis-oportunis di situ. Banyak juga musang berbulu ayam ya. Itu banyak. Bertopeng-topeng juga. Itu, itu, saya pahamlah karena saya mendapat pengaduan ya. Banyak yang mendatangi saya," tandasnya.
Untuk Komisi III DPR, Buya Syafii berharap para politikus yang ada di dalamnya melepaskan kepentingan kelompok dan pribadi saat melakukan fit and proper test terhadap 10 capim yang nanti disodorkan Presiden Jokowi. Komisi III harus benar-benar memilih lima pimpinan KPK lebih khusus ketua KPK yang benar-benar mendekati idealisme dalam Pasal 3 UU KPK.
Buya menggariskan, jangan sampai kesalahan Komisi III memilih lima pimpinan KPK nanti berimbas bagi para insan KPK dan KPK secara kelembagaan. "Saya berharap betul kepada Komisi III. Cari orang, ketuanya (KPK) itu orang yang betul-betul mendekati Pasal 3 itu," bebernya.
Buya Syafii menambahkan, untuk Pansel Capim KPK juga jangan sampai meloloskan capim yang menjadi titipan pihak-pihak atau oknum-oknum tertentu. Di bagian akhir, Buya Syafii menegaskan seluruh proses seleksi capim KPK hingga terpilih lima pimpinan baru serta KPK harus tetap perlu dijaga, diawasi, dan dikritik juga.
"Mari bersama-sama kita berharap, bahwa kita menangkan kewarasan dan kita menangkan akal sehat," ucapnya.
Shinta Nuriyah menilai, proses pemilihan capim KPK kali ini telah menyisakan banyak persoalan serius, mulai dari panitia seleksinya hingga para calon yang mendaftar. Padahal, KPK adalah ujung tombak dari upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Karenanya Shinta menggariskan, semestinya harus diupayakan KPK dipimpin oleh orang-orang yang cakap dan berintegeritas. Karena publik sangat berharap penegakan hukum dan keadilan yang benar-benar tegak di Indonesia.
"Apabila pimpinan tidak cakap dan tidak beintegritas maka tombak-tombaknya akan tumpul, tidak bisa digunakan untuk memberantasan korupsi dengan baik. Untuk itu, perlu ada upaya dari kita semua untuk memastikan bahwa pimpinan-pimpinan KPK yang terpilih nantinya memang yang terbaik," tegas Shinta.
Dia menjelaskan, pimpinan-pimpinan KPK yang terbaik artinya orang-orang yang memiliki kualifikasi lebih, baik secara profesi, moral maupun intelektual. Shinta menggariskan, upaya ini bukan hanya harus dilakukan oleh Pansel Capim KPK tetapi juga dari setiap kita warga negara Indonesia bisa urun-rembuk seperti yang dilakukan Shinta melalui dialog ini. Semua anak bangsa harus memberikan masukan kepada Pansel Capim KPK maupun Presiden Jokowi.
"Mengingat kejahatan korupsi sering kali dilakukan dengan cara yang cantik dan anggun sehingga pelakunya yang terjerat malah dianggap sebagai seorang pahlawan. Inilah yang menyebabkan para pelaku tidak merasa berubah melakukan tindak kejatahan korupsi," ujarnya.
Dia menegaskan, proses seleksi ini haruslah dilakukan oleh Pansel Capim KPK secara profesional, objektif, dan tidak cenderung kepada kepentingan salah satu pihak. Pansel harus berpegang teguh hanya pada kepentingan untuk memberantasa korupsi sepenuhnya di Indonensia.Tapi rupanya, menurut Shinta, Pansel Capim KPK seperti membuat kesalahan besar dengan mengabaikan berbagai masukan dari kalangan masyarakat dan hasil penelusuran rekam jejak yang telah disampaikan KPK ke Pansel. "Sayangnya ada beberapa calon pimpinan yang dianggap tidak memenuhi kriteria tersebut tapi tetap diloloskan oleh Pansel," paparnya.
Sebagai bagian dari masyarakat, Shinta menegaskan masyarakat sebagai pemilik KPK sangat mengkhawatirkan apabila pimpinan yang terpilih tidak sesuai dengan kebutuhan pemberantasan korupsi. Karena kalau demikian maka tidak hanya upaya pemberantasan korupsi akan tersendat tetapi juga akan menjadi abuse of power atau penyelewangan kekuasaan.
"Masyarakat sangat peduli dengan masa depan KPK. Hari ini saja, sudah ada 57.000 orang lebih anggota masyarakat yang mengisi petisi agar Pak Presiden turun tangan perihal calon pimpinan yang bermasalah. Ini salah satu bukti bahwa masyarakat," paparnya.
Shinta menggariskan, selain masyarakat sebenarnya Presiden Jokowi juga sangat berkepentingan dalam pemilihan capim KPK yang berintegritas, punya rekam jejak bersih, dan tidak pernah berbuat perbuatan tercela termasuk pelanggaran etik. Karena ketika pimpinan KPK memiliki integritas yang tinggi maka kualitas pembangunan juga akan meningkat.
"Selain itu, perbesar keterwakilan yang lain dalam pimpinan KPK, salah satunya adalah keterwakilan perempuan. Kalau dilihat dari 20 orang capim, hanya ada tiga orang perempuan," ucapnya.
(kri)