Mendagri: BUMD yang Terus Rugi Bubarkan Saja
A
A
A
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa jika Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terus menerus mengalami kerugian lebih baik dibubarkan saja. Dia berpendapat seharusnya BUMD dapat menggenjot pendapatan asli daerah (PAD).
“Namanya BUMD harus untung kalau yang rugi ya dihapuskan saja,” tegas Tjahjo di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Dia menyebut PDAM sebagai salah satu BUMD yang hampir di seluruh daerah mengalami kerugian. Bahkan beberapa tahun lalu pemerintah pusat sempat membantu agar PDAM yang rugi tersebut.
“Saya selama lima tahun kurang satu bulan itu sudah menemukan hampir di atas 70% BUMD di seluruh Indonesia itu rugi. Bahkan hampir Rp5 triliun kita mensubsidi 70% PDAM seluruh Indonesia yang rugi. Padahal masa air kok bisa rugi, DKI saja ya rugi,” paparnya.
Dia mengatakan salah satu yang menyebabkan BUMD rugi adalah pengelolaannya yang tidak maksimal. Dia berharap BUMD ke depan dapat dikelola secara sehat untuk menggenjot perekonomian di daerah.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syarifuddin mengatakan kontribusi BUMD terhadap PAD memang masih minim. “Hitungan kasar paling tinggi kontribusinya sebesar 3%. Itu rata-rata nasional,” ucap dia.
Dari BUMD yang ada, dia mengatakan bahwa Bank Pembangunan Daerah (BPD) lah yang kontribusinya paling tinggi. Dia menyebut angka 3% tersebut, 96,7% merupakan sumbangan dari BPD.
“Kalau kita hitung BUMD adalah 1.097. Dari jumlah tersebut, kontribusinya pada pendapatan daerah itu 96,7% itu dari BPD yang jumlahnya hanya 26 di Indonesia. Dengan begitu ini jadi tantangan tersendiri bagaiman memberdayakan BUMD,” tuturnya.
Dia mengatakan salah satu masalah yang dialami BUMD adalah berkaitan modal. Menurutnya masih ada keengganan Pemda memberikan penyertaan modal.
“Sebutlah BPD yang kontribusinya besar ke pemda, itu dari 26 hanya 7 BPD yang saham milik daerah lebih dari 50%. Kenapa pemda enggan meningkatkan penyertaan modalnya di BUMD. Itu lagi kami kaji. Apakah karena ada belanja yang sudah mandatory atau seperti apa. Kalaupun terbatas anggaran kan tidak perlu sekali tapi bisa dilakukan beberapa kali,” pungkasnya.
“Namanya BUMD harus untung kalau yang rugi ya dihapuskan saja,” tegas Tjahjo di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Dia menyebut PDAM sebagai salah satu BUMD yang hampir di seluruh daerah mengalami kerugian. Bahkan beberapa tahun lalu pemerintah pusat sempat membantu agar PDAM yang rugi tersebut.
“Saya selama lima tahun kurang satu bulan itu sudah menemukan hampir di atas 70% BUMD di seluruh Indonesia itu rugi. Bahkan hampir Rp5 triliun kita mensubsidi 70% PDAM seluruh Indonesia yang rugi. Padahal masa air kok bisa rugi, DKI saja ya rugi,” paparnya.
Dia mengatakan salah satu yang menyebabkan BUMD rugi adalah pengelolaannya yang tidak maksimal. Dia berharap BUMD ke depan dapat dikelola secara sehat untuk menggenjot perekonomian di daerah.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syarifuddin mengatakan kontribusi BUMD terhadap PAD memang masih minim. “Hitungan kasar paling tinggi kontribusinya sebesar 3%. Itu rata-rata nasional,” ucap dia.
Dari BUMD yang ada, dia mengatakan bahwa Bank Pembangunan Daerah (BPD) lah yang kontribusinya paling tinggi. Dia menyebut angka 3% tersebut, 96,7% merupakan sumbangan dari BPD.
“Kalau kita hitung BUMD adalah 1.097. Dari jumlah tersebut, kontribusinya pada pendapatan daerah itu 96,7% itu dari BPD yang jumlahnya hanya 26 di Indonesia. Dengan begitu ini jadi tantangan tersendiri bagaiman memberdayakan BUMD,” tuturnya.
Dia mengatakan salah satu masalah yang dialami BUMD adalah berkaitan modal. Menurutnya masih ada keengganan Pemda memberikan penyertaan modal.
“Sebutlah BPD yang kontribusinya besar ke pemda, itu dari 26 hanya 7 BPD yang saham milik daerah lebih dari 50%. Kenapa pemda enggan meningkatkan penyertaan modalnya di BUMD. Itu lagi kami kaji. Apakah karena ada belanja yang sudah mandatory atau seperti apa. Kalaupun terbatas anggaran kan tidak perlu sekali tapi bisa dilakukan beberapa kali,” pungkasnya.
(kri)