Kemendagri Dorong Penegakan Hukum Bagi Kepala Daerah dan ASN yang Korupsi

Jum'at, 16 Agustus 2019 - 00:32 WIB
Kemendagri Dorong Penegakan Hukum Bagi Kepala Daerah dan ASN yang Korupsi
Kemendagri Dorong Penegakan Hukum Bagi Kepala Daerah dan ASN yang Korupsi
A A A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga kini terus mendorong penegakkan hukum bagi kepala daerah dan ASN yang melakukan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri , Akmal Malik mengatakan, penegakan hukum dilakukan sebagai upaya melaksanakan Peraturan Presiden tentang Reformasi Birokrasi yang membutuhkan koordinasi dan komunikasi dengan sejumlah pihak.

Hal itu dikatakannya dalam Pertemuan Penyelesaian Sengketa Hukum Bidang Otonomi Daerah Dalam Rangka Penegakan Hukuman Bagi Kepala Daerah dan ASN yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor ) di Grand Mercure Harmoni, Jakarta, Kamis (15/8/2019).

"Kami sudah berupaya semaksimal mungkin, kami sudah melakukan koordinasi yang intensif bersama teman-teman MenPAN-RB, KPK, BKN, untuk penegakan hukum bagi ASN ini," kata Akmal.

Dia menjelaskan, memang fakta real yang ditemukan perbedaan data antara kami dengan BKN terus terang ada beberapa perbedaan data. "Itu kita luruskan, tapi komunikasi yang sangat intens kita satukan, kita tetap progres secara paralel supaya penegakkan hukum tetap kita dorong," jelas Akmal.

Akmal menambahkan, dari total sebanyak 2.357 ASN yang harus dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH), sebanyak 2.259 ASN berada di lingkup Pemerintah Daerah dan 98 orang berada di Instansi Pusat. Tercatat hingga 5 Agustus 2019, berdasarkan data penyesuaian, masih ada 168 ASN di tingkat Instansi di Daerah yang belum diproses oleh PPK.

"Memang ada banyak faktor yang menyebabkan kurang lebih 168 orang kalau saya tidak salah angkanya yang masih belum dilakukan pemberhentian tidak hormat Pejabat Pembina Kepegawai (PPK) daerah. Rinciannya ada 10 PNS di lingkup provinsi, PNS pemerintah kabupaten/kota 139 orang, PNS di kota 19 orang, total semua kurang lebih 168 orang," kata Akmal.

Angka itu menurut Akmal sudah mencapai progres yang cukup bagus, dari jumlah 2.345 ASN yang melakukan tindak pidana korupsi. Akmal mengungkap ada beberapa kesulitan dalam memberhentikan ASN yang korupsi.

"Kami memahami tidak mudah melakukan ini karena kejadiannya sudah cukup lama. Ada beberapa di antaranya kepala daerahnya sudah tidak ada lagi, ada beberapa ASN yang sudah meninggal dunia, ada yang sudah pensiun, mutasi, dan sebagainya," jelas Akmal.

Ditambahkannya, penegakan hukum terhadap ASN yang melakukan pelanggaran seharusnya dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di tingkat masing-masing. Sehingga kewenangannya berada pada PPK. Namun, persoalan yang dihadapi, tak mudahnya untuk mendorong PPK melakukan kewenangannya.

"Kita mengetahui bersama UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN itu mengatakan yang diberi otoritas memberikan sanksi kepada ASN yang telah terbukti melanggar adalah PPK. Untuk di tingkat Nasional, PPK nya ada menteri masing-masing atau kepala badan, untuk provinsi yang menjadi PPK-nya Gubernur, kota/kabupaten PPK nya di wali kota/bupati, kewenangan itu ada PPK. Permasalahannya yang mendorong PPK ini tidak mudah, upaya itu yang terus kita lakukan,” ungkapnya.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat putusan yang memperkuat Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk percepatan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sudah Inkrach kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sebagaimana putusan MK Nomor 87/PUU-XVI/2018 tersebut pemberhentian PNS tidak dengan hormat, adalah bagi mereka berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) karena melakukan perbuatan yang ada kaitannya dengan jabatan seperti korupsi, suap, dan lain-lain.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0023 seconds (0.1#10.140)