Gabung Pemerintah, Loyalitas Pemilih Gerindra Jadi Ujian

Senin, 12 Agustus 2019 - 06:47 WIB
Gabung Pemerintah, Loyalitas...
Gabung Pemerintah, Loyalitas Pemilih Gerindra Jadi Ujian
A A A
JAKARTA - Keputusan politik Partai Gerindra soal masuk tidaknya ke dalam barisan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai akan sangat mempengaruhi loyalitas pemilih Gerindra. Terlebih, selama ini Gerindra dan ketua umumnya Prabowo Subianto dalam 5 tahun terkahir dianggap sebagai antitesa pemerintahan Jokowi.

“Kita belum bisa baca konstituen Gerindra akan seperti apa. Kecuali nanti sudah diumumkan dapat jatah menteri. Sekarang masih residu-residu dari pilpres kemarin. Soal pendukung marah atau tidak setelah pengumuman kabinet nanti,” kata Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin di Jakarta, kemarin.

Said menduga, Pilkada 2020 nanti akan menjadi batu uji seberapa loyal pemilih Gerindra akan bertahan untuk tetap memilih Gerindra. Sebab, tahapan pelaksanaan pilkada sesudah pengumuman kabinet dan pelantikan. Jika memang Gerindra masuk kabinet, maka akan berpengaruh pada dukungan Gerindra di sejumlah daerah. Di mana konstituen mulai berpikir ulang.

“Bisa saja begitu. Kalau di kabinet tidak ada satupun wakil Gerindra, mereka (konstituen Gerindra) akan tetap solid di daerah-daerah tertentu yang menjadi basis Prabowo,” ujarnya. Dan lagi, lanjut Said, potensi Gerindra masuk kabinet ini masih 50:50 (fifty-fifty) karena Jokowi belum memberikan sinyal kuat ataupun jaminan duduknya Gerindra di kursi kabinet.

Sejauh ini baru sebatas sinyal menerima Gerindra. Sejumlah parpol KIK juga sudah mulai berani memberikan kritikan atas masuknya parpol baru ke dalam koalisi. Bahkan, NasDem sempat menggagas pertemuan dengan sejumlah parpol KIK tanpa PDIP. “Jadi, Jokowi akan berhati-hati sekali dalam mempertimbangkan Gerindra,” tandasnya.

Namun, menurut Said, Jokowi tidak perlu khawatir bahwa masuknya Gerindra ini akan menimbulkan perpecahan di KIK. Karena bagaimanapun, parpol itu pragmatis, sehingga tidak mungkin pergi meninggalkan koalisi begitu saja tanpa mendapatkan jatah menterinya.

“Saya tidak yakin karena tidak mungkin partai seperti NasDem dan Golkar memilih marah dan meninggalkan Jokowi dan tidak dapat kursi menteri. Mereka akan memilih menerima sambil menggerutu. Itu tidak akan memberikan dampak KIK pecah. Karena kursi menteri jauh lebih tinggi dari pada sekadar kecemburuan politik atas Gerindra,” paparnya.

PDIP pun, lanjutnya, tidak akan berani pasang badan dengan masuknya Gerindra ke KIK. “Saya yang pertama bilang Gerindra akan gabung ke pemerintah sejak pertemuan di MRT kemarin. Hubungan Prabowo – Mega kembali mesra, ini semakin menguatkan Gerindra bergabung ke pemerintah. Persoalannya apakah akan benar-benar gabung ke pemerintahan kita masih harus menunggu,” kata Said.

Menurut dia, meski pengaruh PDIP kuat di dalam KIK, namun dengan bergabungnya Gerindra dalam koalisi akan merugikan mereka dari sisi politik. Sebab, bertambahnya parpol pendukung Jokowi akan mempengaruhi pembagian jatah menteri kepada masing-masing parpol yang ada di KIK.

“Ketika pembagian porsi menteri itu dengan diberikannya posisi kepada Gerindra di kementerian tertentu dianggap merugikan secara politik, PDIP tidak akan ngotot. Artinya tidak akan pasang badan untuk Gerindra. Dukung Gerindra iya, tapi tidak sampai pasang badan untuk Gerindra,” ungkapnya.

Kemudian faktor lainnya yakni internal Gerindra yang belum mendapatkan kepastian jatah menteri dari Jokowi. Saat ini pernyataan sejumlah elite Gerindra sudah mulai kembali ke kebiasaan lama yakni mengkritisi pemerintah. Padahal, sesaat setelah pertemuan MRT itu mereka tampak lebih diam.

“Fadli Zon setelah pertemuan MRT mengurangi kritik, sekarang kembali melontarkan kritik-kritik itu. Jaminan jatah menteri itu belum dipegang karena kalau sudah pasti Gerindra sudah cooling down,” ujarnya. Anggota Badan Komunikasi (Bakom) DPP Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan, Gerindra bukanlah menawarkan konsep dalam koalisi.

“Gerindra ditanya Pak Prabowo masukannya seperti apa untuk bangsa ini. Nah, Pak Prabowo menyampaikan ini lho konsep kedaulatan pangan dan kedaulatan, energi. Pengelolaan BUMN yang baik yang selama ini disampaikan Pak Prabowo dalam kampanye itu ke Pak Jokowi, ke Bu Mega,” ujarnya.

Konsep-konsep itu ditanya oleh Jokowi maupun Mega saat melakukan diskusi. Dan Prabowo menyampaikan masukan-masukan itu kepada dua elite yang menjadi poros koalisi pemerintah itu. “Ya intinya diskusi lah, ada masukan nggak Pak Prabowo? Pak Prabowo menyampaikan masukan itu,” paparnya.

Menurut Andre, Gerindra ingin berkontribusi dalam pembangunan, namun berkontribusi itu bisa dilakukan di dalam maupun di luar pemerintah. Tetapi, jika memang konsep Gerindra ini bisa diadopsi dan bisa dipakai bersama-sama dengan Jokowi, maka Gerindra bisa membantu di dalam pemerintahan. Dan kalau tidak bisa, maka Gerindra akan membantu dari luar.

“Bisa dipakai bersama-sama oleh Pak Jokowi, kita bisa bantu di dalam. Kalau tidak, kita bisa bantu Pak Jokowi di luar. Nggak ada masalah. Gerindra ingin pemerintah ke depan menjadi pemerintah yang kuat lalu kalau kita di dalam kita akan bantu. Kalau kita di luar, kita akan jadi mitra yang baik, mitra yang konstruktif lah. Itu rencana Gerindra,” tandasnya.

Selain itu, lanjut anggota DPR periode 2019-2024 ini, Gerindra kemungkinan akan memutuskan sikap politik pada rapat kerja nasional (rakernas) yang akan digelar 21 September mendatang. “Belum tahu saya apakah (keputusan sikap politk) di situ atau tidak. Yang jelas, kami tanggal 21 September kemungkinan besar 21 September, kita rakernas,” ujarnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0921 seconds (0.1#10.140)