Perpres Mobil Listrik Terbit

Sabtu, 10 Agustus 2019 - 06:15 WIB
Perpres Mobil Listrik Terbit
Perpres Mobil Listrik Terbit
A A A
PENANTIAN panjang regulasi mobil listrik berakhir sudah. Kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken peraturan presiden (perpres). Melalui beleid baru itu, pemerintah ingin mendorong pengembangan industri mobil listrik di dalam negeri. Sejumlah principal mobil dunia pun sudah menyatakan komitmennya untuk menanamkan investasi pengembangan mobil listrik di Tanah Air.

Langkah pemerintah ini merupakan terobosan yang luar biasa di tengah gairah berkembangnya mobil listrik dunia. Karena itu, terbitnya perpres ini harus mampu menjadi tonggak berkembangnya mobil listrik bagi kemajuan ekonomi Indonesia. Selain itu, juga mobil listrik yang ramah lingkungan ini penting dikembangkan untuk mengurangi polusi udara yang kian mengkhawatirkan.

Namun demikian, yang perlu jadi perhatian adalah petunjuk teknis dan penjabaran dari perpres tersebut. Termasuk mengenai berapa banyak komponen lokal yang disyaratkan dan berapa besar insentif bagi industri pendukungnya.

Dalam aturan yang berlaku, industri yang melakukan pengembangan dan produksi mobil listrik di Indonesia ditetapkan ketentuan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk periode 2019-2021 minimal 35%, 2021-2023 minimal 40%, dan 2023-2025 minimal 60%. Mulai 2025, industri manufaktur mobil listrik harus mengikuti ketentuan TKDN minimal 80%.

Besaran TKDN ini untuk mengaplikasikan insentif yang akan diterima oleh industri manufaktur automotif. Untuk tahap awal, pelaku automotif dipersilakan mengimpor mobil Kendaraan Bermotor Listrik (KBL). Setelah itu, harus mengikuti regulasi yang berlaku. Yang perlu menjadi perhatian adalah jangan sampai dengan adanya kelonggaran impor, maka industri justru enggan melakukan produksi di dalam negeri.

Pasalnya, produksi di dalam negeri menjadi hal yang sangat fundamental dalam pengembangan mobil listrik itu. Jika sekadar merakit, tentunya hal tersebut tak memberikan nilai tambah bagi industri pendukung lainnya, termasuk industri kecil sektor automotif yang diharapkan juga ikut berkembang.

Selain memangkas harga kendaraan, produksi yang dilakukan di dalam negeri akan menciptakan lapangan kerja baru dan berpeluang membuka industri-industri kecil baru seperti yang telah terjadi pada mobil konvensional saat ini.

Pabrikan tentunya membutuhkan pasokan komponen dari industri-industri pendukung. Tak hanya industri pendukung komponen mobil, tapi juga baterainya, sebab baterai adalah salah satu hal yang krusial dalam pengembangan mobil listrik.

Namun, yang tak kalah penting adalah dilibatkannya pihak-pihak lain baik dari pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN) maupun swasta agar mimpi besar memiliki atau memproduksi mobil listrik di Indonesia bisa diwujudkan. Meskipun tidak dalam jangka waktu singkat mengingat pengembangan mobil listrik butuh waktu minimal lima tahun, kerja sama para stakeholder tentunya akan membuat mimpi besar tersebut terealisasi lebih mudah.

Pasalnya, masih ada tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan mpobil listrik ini. Salah satu diantaranya masalah infrastruktur stasiun pengisian listrik umum (SPLU). Saat ini SPLU hanya tersedia di lokasi-lokasi tertentu. Umumnya berada di perkantoran dan itu hanya disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Ke depan, tentunya perlu lebih banyak lagi SPLU yang mudah diakses oleh masyarakat, sebab mobil listrik tak hanya digunakan oleh instansi pemerintahan atau BUMN, tapi juga masyarakat secara umum. Pihak yang bertanggung jawab dalam penyediaan infrastruktur tersebut harus segera ditentukan, sehingga saat mobil listrik benar-benar sudah diproduksi massal, tak ada lagi kendala yang dihadapi oleh para penggunanya.

Selain itu, kendala mahalnya harga mobil listrik dibandingkan konvensional perlu dicarikan solusi sehingga masyarajat tertarik untuk beralih dari mobil konvensional ke mobil listrik. Masalah lainnya yang tak kalah penting adalah kesanggupan dalam memproduksi komponen mobil listrik di dalam negeri. Baterai misalnya, meskipun bahan mentah di dalam negeri berlimpah, industri hilirnya masih belum dikembangkan sehingga bahan baku baterai masih harus diimpor.

Jika menggunakan baterai jenis litium , berarti masih ada kebergantungan impor dari luar negeri. Meski demikian, setidaknya dengan jelasnya aturan mobil listrik Indonesia tidak tertinggal jauh dari negara lain apabila memulai mengembangkan mobil listrik dari sekarang.

Pada intinya, kita harus mendukung suksesnya proyek besar mobil listrik tersebut untuk sebesar-besar kemakmuran masyarakat. Dalam arti, mobil listrik ini harus memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Indonesia. Jangan sampai kita hanya menjadi pasar dari para pabrikan basar dunia. Sudah saatnya kita bersatu bahu-membahu untuk menjadikan Indonesia salah satu pusat mobil listrik dunia.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6561 seconds (0.1#10.140)