DPR Tegaskan Akses Data Kependudukan Hanya untuk Verifikasi
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR menegaskan, UU Nomor 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk), setiap WNI wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan negara wajib melindungi kebenaran dan kerahasiaan KTP warga negaranya.
Lembaga lain yang mengakses data kependudukan, itu diperbolehkan Peraturan Menteri (Permen) namun, terbatas dan hanya sebatas untuk verifikasi, bukan sebagai basis data.
“Di dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan sudah jelas seluruh warga negara wajib memiliki KTP. Kemudian atas kewajibannya itu, pasal selajutnya negara wajib melindungi kebenaran dan kerahasiaan dari kartu tanda penduduk seseorang,” papar Wakil Ketua Komisi II Herman Khaeron di Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Herman mengakui memang akses itu bisa dibuka tetapi berdasarkan Permen dan dasarnya sesuai UU. Akses data kependudukan terhadap swasta sudah dilakukan sejak 2015 berdasarkan rujukan dari Permen dan UU Adminduk. Namun, Komisi II akan mendalami soal ini.
“Kami akan dialami persoalan ini, supaya masyarakat tenang dengan data pribadinya,” ucapnya.
Pihaknya juga tidak ingin data pribadi masyarakat berada di lembaga yang tidak seharusnya. Menurut dia, akses data kependudukan ini jelas berbeda pada saat masing-masing individu yang menyerahkan sendiri KTP nya kepada pihak bank atau asuransi demi keperluan pribadinya.
Dia menilai, akses terhadap data massal itu sifatnya terbatas untuk lembaga lain dengan dasar hukum yang kuat.
“Kalau secara kolektif data itu diakses tanpa pemberitahuan dan dasar hukum yang kuat, ini penting aksesnya terbatas pada kebutuhan yang betul-betul itu dibutuhkan oleh institusi negara lainnya atau oleh badan hukum Indonesia yang membutuhkan verifikasi.
Dia mencontohkan, Anda ke bank menunjukkan KTP dan untuk kemudian menentukan KTP itu benar atau tidak itu di akses ke data dukcapil. ”Kalau itu tidak apa-apa karena itu sifatnya verifikasi,” tambah Politikus Demokrat itu.
Namun, dia menegaskan, jika akses data kependudukan itu dibuka utuh untuk seluruh data penduduk dan bisa diakses, kemudian dijadikan database untuk tujuan kegiatan di bidang usahanya hal ini yang tidak boleh. Jadi, hanya untuk kepentingan verifikasi saja.
“Artinya, kita juga memahami pada keamanan kebenaran dan keabsahan kartu identitas kita boleh diklarifikasi ke database pemerintah Dukcapil (Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil). Tetapi kalau kemudian bisa dibuka dibalik ini menurut saya di dalam undang-undang itu harus dijaga kerahasiaannya,” tandasnya.
Lembaga lain yang mengakses data kependudukan, itu diperbolehkan Peraturan Menteri (Permen) namun, terbatas dan hanya sebatas untuk verifikasi, bukan sebagai basis data.
“Di dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan sudah jelas seluruh warga negara wajib memiliki KTP. Kemudian atas kewajibannya itu, pasal selajutnya negara wajib melindungi kebenaran dan kerahasiaan dari kartu tanda penduduk seseorang,” papar Wakil Ketua Komisi II Herman Khaeron di Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Herman mengakui memang akses itu bisa dibuka tetapi berdasarkan Permen dan dasarnya sesuai UU. Akses data kependudukan terhadap swasta sudah dilakukan sejak 2015 berdasarkan rujukan dari Permen dan UU Adminduk. Namun, Komisi II akan mendalami soal ini.
“Kami akan dialami persoalan ini, supaya masyarakat tenang dengan data pribadinya,” ucapnya.
Pihaknya juga tidak ingin data pribadi masyarakat berada di lembaga yang tidak seharusnya. Menurut dia, akses data kependudukan ini jelas berbeda pada saat masing-masing individu yang menyerahkan sendiri KTP nya kepada pihak bank atau asuransi demi keperluan pribadinya.
Dia menilai, akses terhadap data massal itu sifatnya terbatas untuk lembaga lain dengan dasar hukum yang kuat.
“Kalau secara kolektif data itu diakses tanpa pemberitahuan dan dasar hukum yang kuat, ini penting aksesnya terbatas pada kebutuhan yang betul-betul itu dibutuhkan oleh institusi negara lainnya atau oleh badan hukum Indonesia yang membutuhkan verifikasi.
Dia mencontohkan, Anda ke bank menunjukkan KTP dan untuk kemudian menentukan KTP itu benar atau tidak itu di akses ke data dukcapil. ”Kalau itu tidak apa-apa karena itu sifatnya verifikasi,” tambah Politikus Demokrat itu.
Namun, dia menegaskan, jika akses data kependudukan itu dibuka utuh untuk seluruh data penduduk dan bisa diakses, kemudian dijadikan database untuk tujuan kegiatan di bidang usahanya hal ini yang tidak boleh. Jadi, hanya untuk kepentingan verifikasi saja.
“Artinya, kita juga memahami pada keamanan kebenaran dan keabsahan kartu identitas kita boleh diklarifikasi ke database pemerintah Dukcapil (Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil). Tetapi kalau kemudian bisa dibuka dibalik ini menurut saya di dalam undang-undang itu harus dijaga kerahasiaannya,” tandasnya.
(cip)